1. Gairah sang kakak ipar
2. Hot detective & Princess bar-bar
Cerita ini bukan buat bocil ya gaess😉
___________
"Ahhh ... Arghh ..."
"Ya di situ Garra, lebih cepat ... sshh ..."
BRAKK!
Mariam jatuh dari tempat tidur. Gadis itu membuka mata dan duduk dilantai. Ia mengucek-ucek matanya.
"Astaga Mariam, kenapa bermimpi mesum begitu sih?" kata Mariam pada dirinya sendiri. Ia berpikir sebentar lalu tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Sampai di rumah, Mariam ngecek hapenya lagi, kalau-kalau ada balasan dari Garra.
Hufftt ...
Tidak ada. Ia membanting dirinya ke sofa. Istirahat sebentar, sebelum siap-siap datang ke reunian sekolah. Cinta sudah janji akan menemaninya.
"Bi Indy," gadis itu memanggil nama salah satu pembantu di rumahnya.
Seorang perempuan tua kira-kira berumur lima puluan keluar.
"Iya non?"
"Mama kemana?" dia bertanya. Biasanya jam segini mamanya selalu duduk di ruangan itu sambil membaca atau bikin kerajinan apa saja.
"Nyonya Mia lagi pergi arisan non." jawab bi Indy. Mendengar itu mata Mariam langsung berbinar-binar. Senang? Iya dong. Ia menatap bi Indy lagi.
"Bi, bibi punya duit nggak? Aku pinjam dulu. Bibi tahu kan semua kartuku lagi di sita sama mama. Tiga hari lagi aku ganti." katanya.
"Ada non, non Mari butuh berapa?"
"Bibi adanya berapa?"
"Dua ratus rebu?"
Sedikit sekali. Dua ratus ribu buat seorang Mariam sih hanya uang permen. Tapi nggak apa-apa deh. Daripada nggak ada sama sekali.
"Semua uang bibi cuman segitu?" ia bertanya dulu. Takutnya kalau dia ambil semua, bi Indy sudah kehabisan uang.
"Iya non. Kan bibi belum gajian. Pas gajian pun sebagian besarnya langsung bibi kirim buat sekolah anak-anak." hening sebentar,
Mariam jadi merasa tidak enak mendengar cerita sih pembantu. Dia harus bilang ke mama naikin gaji semua pembantu. Biar kalau mereka kirim uang gajian mereka ke sanak saudara, mereka juga masih ada uang simpanan yang cukup.
"Ya udah, kalo gitu aku pinjam seratus ribu aja. Boleh kan bi?"
"Boleh non, ini." Bi Indy lalu mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu dan memberikannya ke Mariam.
"Makasih bi. Bibi baik banget deh. Aku ke kamar dulu." ucap sang majikan muda. Bi Indy hanya senyum-senyum. Sudah lama ia jadi pembantu di rumah ini, Mariam sudah ia anggap kayak anak sendiri. Dan dia senang bekerja sama keluarga ini karena semuanya baik-baik. Cuman Dian doang, perempuan yang pernah tinggal di rumah ini, bukan anak kandung yang sering memperlakukan pembantu dengan kasar. Syukur wanita itu sudah tidak ada. Sudah di penjara, jahat sih makanya.
Sekitar satu jam kemudian, Mariam sudah siap. Ia hanya mengenakan pakaian casual. Jins kulot dongker, atasan t-shirt warna putih dipadukan dengan jaket jins crop warna senada dengan atasannya. Mariam menyuruh sopir mengantarnya ke rumah Cinta, dari rumah Cinta barulah mereka ke lokasi reuni.
"Jadi restoran ini milik teman kamu?" tanya Cinta begitu mobil yang ia kendarai berhenti di sebuah restoran mewah.
"Iya. Ini restoran kakak kelasku, mantan ketua osis. Memangnya kenapa?"
"Nggak, tanya doang. Nggak apa-apa gaya kita berdua santai begini?" Cinta merasa tidak yakin.
"Nggak apa-apa Cin, lagian sedikit orang doang. Cuman kayak ngumpul-ngumpul gitu kata mantan teman sekelas aku. Ayo masuk." Mariam turun usai Cinta memarkir mobil di parkiran.
Ketika mereka memasuki ruangan khusus yang di arahkan pelayan, ada cukup banyak orang di dalam sana. Sekitar dua puluan. Memang tidak banyak untuk sekelas reuni SMA terkenal. Menurut Cinta malah keliatan kayak pergumpulan genk. Mereka semua duduk mengelilingi meja bulat besar dan ada banyak minuman beralkohol di atasnya.
"Kamu yakin, ini acara reunian bukan pesta miras?" bisik Cinta. Dia jadi merasa geli. Mariam juga. Tapi kan tidak mungkin teman sekelasnya bohong.
"Hai, Mariam!" seru seorang perempuan di antara orang-orang itu.
"Kamu sudah datang? Ayo sini gabung."
Kayaknya Mariam sudah salah. Ia melihat orang-orang yang kebanyakan dia kenal itu tampak berbeda. Banyak dari mereka yang sudah mabuk. Bau alkohol dan rokok begitu menyengat. Mariam memang suka keluyuran, tapi pergaulannya tidak parah begini. Ia bahkan jarang sekali menyentuh alkohol. Dia memang bar-bar, tapi bukan yang tipe minum-minum dan ngerokok yang dia tahu cuma merusak otak dan tubuh.
Apa ijin pulang aja?
"Kamu juga jadi pengen pulang karena ngerasa ini bukan tempat kita?" Mariam berbisik di telinga Cinta. Gadis itu mengangguk.
Tapi begitu keduanya hendak berbalik, tangan kekar seorang laki-laki besar menahan Mariam.
"Eitss, mau kemana? Masa baru sampai langsung pergi. Ayo duduk dulu, minum dikit." kata pria itu setengah mabuk. Ia menarik Mariam duduk di kursi bagian tengah yang kosong. Sedang Cinta hanya dibiarkan berdiri. Mereka tidak kenal perempuan itu jadi tidak menghiraukan keberadaannya.
Cinta bergerak gelisah. Ia lihat Mariam berusaha mau berdiri dari tempatnya tapi teman perempuannya yang memiliki tindikan di hidung menahannya dan malah memaksanya menelan segelas air yang Cinta tahu isinya pasti alkohol.
"Nah gitu, dikit doang. Kita kan lagi pesta. Masa kamu mau pergi begitu aja. Nggak asyik!" seru cewek di sebelah Mariam sambil tertawa tawa khas orang mabuk. Sekali lagi ia memaksa Mariam minum, gadis itu sampai terbatuk-batuk.
"Aduh, bagaimana ini." gumam Cinta makin gelisah. Ia tidak bisa meninggalkan Mariam sendiri. Ia harus cari ide.
"Jangan paksa aku lagi!" teriakan keras Mariam membuat ruangan hening. Gadis itu berdiri.
"Memangnya kalian nggak tahu apa aku nggak suka bergaul yang aneh-aneh begini? Kenapa ajak aku ke sini kalau cuman mau ngerusak orang? Merokok, minum-minum, apa kalian juga make obat, hah?! Kalian tahu itu bisa merusak hidup kalian kan? Masa depan kalian bisa hancur, gimana sih."
Tampaknya Mariam mabuk. Tapi yang anehnya, semua orang dalam ruangan hanya diam. Tidak ada yang membalas perkataannya atau merasa tersinggung.
"Dengar, kalau kalian mau minum-minum silahkan. Tapi jangan ajak-ajak aku, aku dan alkohol tidak cocok, apalagi rokok. Kami musuh bebuyutan." mata Mariam kadang menutup kadang terbuka. Menurut Cinta gadis itu sudah mabuk berat.
"Ppffttt ..." beberapa temannya yang duduk tertawa.
"Kenapa tertawa?! Ah, aku mau pulang saja, jangan halangi aku, bye!" setelah berkata begitu, Mariam berjalan meninggalkan teman-temannya. Ia berjalan linglung. Cinta cepat-cepat menahannya, membantunya berjalan agar tidak mabuk. Ya ampun, percuma sekali mereka datang ke sini. Untung Mariam pintar bisa melawan mereka. Cinta pikir tadi, gadis itu tidak berdaya. Ternyata oh ternyata. Dia berhasil membuat orang-orang itu tidak bisa memaksanya lagi.
Ssrrt ...ssrrt ...
"Hape kamu bunyi," kata Cinta. Ia sedikit kesusahan membantu Mariam jalan.
Mereka berhenti sebentar dan merogoh ponsel dari sakunya. Saat melihat siapa yang menelpon, senyuman lebar langsung terpampang di wajahnya. Ia cepat-cepat mengangkat.
"Garraaa ... Honeyyy ..." serunya kuat.
"Kamu di mana?" tanya suara diseberang.
"Aku? Aku di mana ya?"
selanjutnya gadis itu mulai bicara tidak jelas.
"Kau mabuk? Mariam, jawab aku." karena Mariam semakin ngelantur, Cinta mengambil alih bicara dengan sih penelpon.
"Halo, aku temannya Mariam. Dia mabuk berat habis dari reunian. Jangan khawatir, sekarang kami sudah mau ..."
"Di mana tempatnya?"
"Apa?"
"Aku tanya di mana kalian sekarang?"
"Restoran Fourtoon sebelah barat."
"Jangan kemana-mana, tunggu aku di sana." lalu telpon terputus.
nemu novel ini
baca sambil ngakak dewe
wkwkwkkkkkakakaaaa
malem² lagi
byuhhhh