Siapa sangka, Alya yang pernah memutuskan Randy 8 tahun lalu, membuat lelaki itu memiliki dendam mendalam. Hingga saat ini, Randy masih mencari Alya hanya untuk membalaskan rasa sakitnya. Sisa cinta dan dendam seakan saling bertarung di hati Randy.
Kehidupan Alya yang berubah drastis, membuatnya mau tak mau bekerja sebagai asisten rumah tangga yang tergabung di salah satu yayasan penyalur ART ternama.
Hingga takdir mempertemukan mereka kembali, Alya bekerja di rumah Randy yang kini sudah beristri. Di situ lah kesempatan Randy memperlakukan Alya dengan buruk. Bahkan, menghamilinya tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu apa alasanku dulu memutuskanmu, kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.” – Alya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Masih tak kunjung menemukan Alya dan anaknya juga Pak Antonio, Geni mulai putus asa. Dulu saja, saat mencari Alya butuh waktu bertahun-tahun lamanya. Apalagi, kini ia harus mencari 3 orang sekaligus.
Hingga suatu ketika, ia berhasil menemukan data beberapa kuasa hukum yang bernama Antonio.
Antonia Subroto
Antonio Ali
Antonio Deka
Antonio Supardja
Antonio Wiliam
5 orang bernama Antonio itu, dulunya merupakan kuasa hukum yang lumayan memiliki jam terbang tinggi dan bergelar lebih dari satu. Tentunya, saat ini mereka adalah para lanjut usia. Itu lah yang sengaja Randy cari, karena tak mungkin jika Antonio yang dimaksud Bu Yusi adalah kuasa hukum yang masih muda.
Ia pun mulai mencari tahu alamat ke lima kuasa hukum tersebut satu per satu.
Hingga beberapa hari kemudian, diketahui 2 di antara 5 kuasa hukum tersebut ternyata sudah meninggal. Entah ini kabar baik atau kabar buruk yang akan Geni sampaikan pada tuannya. Di satu sisi, jika Antonio yang Bu Yusi maksud ternyata masih hidup, itu artinya ia hanya perlu menyelidiki 3 orang tersisa. Tapi, jika ternyata salah satu yang meninggal adalah Antonio yang Bu Yusi maksud, maka sudah tentu pencariannya akan sia-sia dan mereka tak akan dapat apa-apa.
Saat melaporkannya pada tuannya, Geni seakan sedang berbicara sendiri, karena Randy tak meresponsnya dan malah melamun.
“Apa Alya masih hidup? Bagaimana kalau dia sudah...” Randy tak melanjutkan ucapannya.
“Tapi, dia pergi saat dini hari dan di luar sedang hujan. Fisiknya juga sedang lemah karena perbuatan Nadia dan Sari. Aku takut dia pingsan di jalan dan... Ah, semoga kamu masih ada, Al. Maafkan aku. Apa kabar kamu sekarang? Apa anak kita sudah besar?” lanjutnya bergumam merenung.
Saat tengah memikirkan Alya, tiba-tiba pikiran Randy kembali tertuju pada Gio yang kembali ia temui saat di mall.
“Apa aku datang saja ke panti ya, aku ingin bagi-bagi mainan pada mereka. Melihat Gio yang sangat ingin memiliki mainan itu, aku yakin teman-temannya juga merasakan hal yang sama,” gumam Randy yang masih asyik dalam lamunannya.
Hingga Geni pun memanggil-manggil tuannya, tapi tetap tak digubris. “Tuan, Tuan Randy. Apa Tuan dengar saya?”
“Gio, anak itu lucu dan tampan, juga pintar. Ah, kenapa aku suka sekali melihatnya. Apa karena aku sangat ingin sekali memiliki anak laki-laki? Ah, apa aku adopsi dia saja ya?” lanjut Randy dalam lamunannya, hingga sama sekali tak mendengar panggilan Geni.
***
“Apa? Kamu mau adopsi anak laki-laki dari panti asuhan? Gi*a kamu, Ran!” Nadia tampak tak suka pada rencana suaminya itu.
“Kita sudah 6 tahun menikah, tapi begitu sulit punya anak. Bahkan, bayi tabung pun sudah kita lakukan. Aku ingin punya anak laki-laki.” Randy bersikeras ingin mengadopsi anak laki-laki yang ia temui di panti kala itu.
Tetap menolaknya, Nadia tak akan menerima kehadiran anak itu. Ia bahkan mengatai suaminya itu subur. Bukan tanpa alasan, karena Nadia berhasil punya Raina bersama suaminya terdahulu.
"Apa? Kamu bilang aku yang mandul? Jelas-jelas dokter tidak bicara begitu. Lagi pula, kalau aku mandul, aku tidak mungkin..." Randy tak melanjutkan ucapannya, karena ia takut keceplosan bahwa ia bisa menghamili Alya.
Randy yang tak peduli, tetap akan memerintahkan Geni ke panti untuk berbicara pada sang pemilik panti asuhan.
Keeoskan paginya, Geni yang sigap pada perintah sang tuan, sudah berada di panti dan mulai berbicara pada Bu Puri akan maksud kedatangannya.
“Baik, Pak Geni. Memang, ada beberapa dari anak-anak asuh kami yang sudah diadopsi. Tentunya, kami harus tahu dulu latar belakang calon orang tua yang akan mengadopsi anak asuh kami. Kalau boleh tahu, Tuan dari Pak Geni ingin mengadopsi siapa? Masih mau pilih-pilih dulu atau sudah ada pilihan?” tanya Bu Puri memastikan.
“Gio, Tuan saya ingin mengadopsi anak laki-laki bernama Gio. Beliau suka saat pertama kali bertemu anak itu,” jawab Geni dengan lantang.
Seketika Bu Puri terperangah.
Tanpa basa-basi, Geni meminta formulir jika ada yang harus diisi, dan juga meminta daftar beberapa berkas yang dibutuhkan untuk proses adopsi.
“Maaf, Pak Geni. Sebentar, saya perlu jelaskan dulu kalau Gio masih punya ibu, hanya saja ia memang tak punya ayah. Gio dan ibunya memang tinggal di sini. Tentu, kami akan meminta Tuan dari Pak Gio untuk memilih anak yang lain,” tutur Bu Puri membuat Geni lemas.
Ia pun mengatakan akan membicarakan hal ini dulu pada tuannya.
“Oh, iya, Bu. Satu lagi, ini ada titipan dari tuan saya. Mainan untuk anak-anak panti di sini. Khusus yang ini, untuk Gio. Begitu pesannya,” ujar Geni memberikan beberapa kantong plastik besar berisi mainan.
Mengucapkan terima kasihnya, Bu Puri juga meminta Geni menyampaikan terima kasihnya pada tuannya.
Setelahnya, Geni berpamitan pulang.
“Ada yang mau adopsi anak panti lagi ya, Bu?” tanya Alya yang tak lama menghampiri Bu Puri di ruang tamu.
“Oh itu, iya, Al, tapi mereka masih tanya-tanya dulu tentang prosedur dan persyaratannya," jawab Bu Puri terpaksa berbohong.
Ia lalu meminta Alya membagikan mainan ini pada anak-anak panti, tak terkecuali 1 yang khusus untuk Gio.
“Loh, ini ‘kan mainan yang Gio mau waktu di mall itu, yang pernah Nana ceritakan itu loh, Mbak, kalau ada laki-laki yang mau belikan Gio,” sahut Nana yang ikut nimbrung.
Seketika Alya pun dibuat heran dengan kejadian ini. Di satu sisi, ia hanya ingin menganggapnya kebetulan. Tapi di sisi lain, ia tak suka jika ada orang asing yang perhatian pada anaknya.
...****************...