Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Dengan Berbagai Cara
...----------------...
Ryan terkejut tentu saja. Tubuhnya langsung beranjak berdiri dengan kedua bola mata membulat sempurna. Hari ini adalah waktunya di mana takdir yang sama akan terulang juga. Ryan sudah berusaha untuk menghalangi Rara agar tidak pergi ke lokasi syuting hari ini. Namun, mungkin saja apa yang akan terjadi hari ini memang harus dijalani.
"Sekarang dia mana?" tanya Ryan pada Lilis yang masih terhubung dengan panggilan teleponnya.
"Dia lagi nunggu sutradara itu datang. Kan, Lilis udah bilang sesuai permintaan kamu, kalau Rara datang nyariin Pak Danang, bilang Pak Danangnya lagi keluar. Tapi si Rara-nya malah mau nunggu katanya. Gimana, atuh? "
Ryan memang pernah memberikan instruksi seperti itu kepada Lilis sebagai imbalan pria itu sudah membantu memperbaiki hubungan Lilis dengan suaminya. Namun, Rara yang keras kepala malah mau menunggu saja. Alhasil, Lilis pun menghubungi Ryan. Lilis tidak pernah bertanya kenapa alasan Ryan memberikannya tugas seperti itu. Semenjak Ryan berhasil membantunya, perempuan itu percaya jika Ryan mempunyai kemampuan yang tak biasa. Jadi, dia menurut saja.
Ryan berdecak, "Ck, dasar keras kepala!" geramnya.
"Lilis harus gimana? Suaminya Lilis udah ngajakin pulang terus."
"Nggak apa-apa, kamu pulang aja! Aku ada di gedung serba guna, kok. Sebentar lagi ke sana."
Selepas syuting, Ryan ke ruangan tersebut berniat untuk rehat sejenak, tetapi lelaki itu malah terlelap.
"Oh, oke, atuh. Lilis pulang dulu, ya. Nanti suaminya Lilis marah."
"Iya, makasih, Lis."
Setelah mendengar balasan dari Lilis, Ryan segera mengakhiri panggilan telepon. Lekas, lelaki itu berlari menuju lokasi syuting outdoor tempat Rara berada.
*****
Di tempat yang berbeda, Rara masih setia menunggu sutradara Danang. Selepas Lilis pamit pulang, Rara hanya duduk menopang kaki sambil bermain ponsel. Ia yakin jika sutradara itu akan kembali karena menurut Deni—sepupunya Heri, Danang sudah menunggunya di lokasi syuting untuk melakukan casting dengannya.
Rara yakin jika Danang hanya pergi sebentar. Mungkin ke minimarket atau sekadar membeli makanan, yang pasti Rara akan tetap bersabar.
Ketika Rara tengah asyik menggulirkan layar ponselnya pada aplikasi sosial media yang sedang viral, tiba-tiba satu notifikasi pesan masuk dan mengambang di bagian atas layarnya. Rara bisa melihat itu pesan dari Deni. Lekas, dia meng-klik notifikasi itu lalu pesannya pun terbuka.
Deni
[Lo di mana? Pak Danang udah nungguin kamu dari tadi]
Kening Rara mengernyit heran. Bukannya tadi Lilis bilang kalau Danang sedang keluar? Daripada penasaran, ia pun segera menekan tombol panggilan. Hanya beberapa detik panggilannya pun terhubung dengan seseorang.
"Halo, Den. Pak Danang nungguin di mana? Gue lagi di lokasi syuting sekarang," ucap Rara.
"Lho, udah sampai sana kenapa nggak langsung ke ruangannya aja? Dari tadi dia nungguin lo."
Rara mengernyit lagi. Dia jadi bingung sendiri.
"Cepetan ke sana! Nggak sopan kamu nyuruh orang sibuk kayak dia harus nungguin lama."
"Oh, iya, iya. Gue ke sana sekarang."
Walaupun masih dalam keadaan bingung, Rara harus bergegas karena takut Danang akan marah. Hal itu pasti akan mempengaruhi penilaiannya.
"Kamu mau ke mana?"
Baru beberapa langkah perempuan itu beranjak dari tempatnya, tangannya dicekal oleh seseorang dari arah belakang. Dialah Ryan.
"Eh, kamu masih di sini? Kirain udah pulang," sapa Rara basa basi. Dia tahu jika Ryan ada syuting hari ini.
"Aku udah mau pulang. Ayo, pulang bareng!" ajak Ryan.
Rara menggeleng, "Kamu duluan aja! Aku masih ada perlu sama Pak Sutradara."
"Dia nggak ada." Ryan berbohong. Tangannya dengan kencang memegang tangan Rara.
Hal itu membuat Rara tidak senang. Dari awal gadis itu sudah curiga sepertinya ada yang tidak beres dengan infomasi yang dia dapat dari Lilis. Dia pun ingat jika Ryan sangat membenci Sutradara Danang. Selama ini dia selalu bersikeras untuk menghalanginya pertemuannya dengan sutradara itu.
"Maksud kamu apa, sih?"
Rara menepis tangan Ryan dengan kasar. Tentu saja Ryan terkejut dengan mata yang terbuka lebar.
"Ra?"
"Aku tahu, pasti kamu yang nyuruh Teh Lilis buat bohong sama aku. Iya, kan? Pak Danang dari tadi ada di ruangannya, tapi Teh Lilis tadi bilang nggak ada, lalu sekarang kamu juga bilang nggak ada. Hah, kompakan banget, ya!" Rara menyindir dengan kedua mata memicing curiga.
"Dia memang nggak ada. Aku lihat tadi udah pulang."
"Cukup, Ryan! Kenapa, sih, kamu nggak rela banget lihat aku jadi artis? Kamu takut kesaingan?" Rara tertawa miris. "Tenang aja kali! Aku nggak ada niat sedikit pun buat nyaingin kamu," imbuhnya.
"Bukan gitu, Ra. Pak Danang beneran udah pulang. "
"Bohong!" Rara sedikit berteriak. Hal itu membuat beberapa orang yang mendengar di sana jadi melihat. Rara yang sadar akan hal itu langsung merendahkan suaranya lagi, "tadi temen aku bilang kalau Pak Danang nggak ke mana-mana. Dia udah nungguin aku di ruangannya," tutur Rara lebih pelan.
Ryan bergeming sesaat. Dia sudah ketahuan bohong, tetapi dia harus tetap membawa Rara pergi dari sana.
"Aku bisa jelaskan." Ryan hendak meraih tangan Rara lagi, tetapi gadis itu lekas menghindar.
"Nggak perlu. Aku mau buru-buru. Aku nggak mau Pak Danang kecewa sama aku. Kamu jelasin aja nanti di rumah!"
Rara membalikkan tubuhnya, tetapi langkahnya tertahan karena Ryan kembali meraih tangannya.
"Kamu nggak boleh ketemu sama dia!" seru Ryan dengan nada penuh penekanan.
Lagi-lagi Rara menepis tangan itu, tetapi kali ini cengkeraman Ryan terlalu kuat hingga Rara kesulitan melepaskan tangannya.
"Lepasin nggak? Kalau nggak, aku teriak," ancam Rara.
Ryan mulai panik. Dia tidak bisa berpikir jernih di saat genting seperti ini. Namun, membiarkan gadisnya menemui Danang adalah hal yang tidak mungkin, sedangkan untuk mengubah masa depan Rara saat ini pun dia belum yakin.
Kedua mata Ryan mengedar ke sekitar. Di area itu masih ada beberapa orang kru yang belum pulang dan masih sibuk berbenah peralatan. Jika Rara teriak, mungkin akan terjadi keributan. Jadi, lebih baik dia bermain peran.
Lelaki itu kemudian menekuk kedua lututnya di hadapan Rara seperti seseorang yang tengah minta pengampunan. Kedua tangannya menangkup di depan dada. Tentu saja hal tersebut sedikit mencuri perhatian beberapa orang di sana.
"Eh, eh, kamu mau ngapain?" Rara berjingkrak mundur beberapa langkah. Tak ayal kelakuan Ryan membuatnya salah tingkah.
Bagaimana tidak, Rara melihat ke sekitar lagi dan tentu saja beberapa orang di sana jadi ikut memperhatikan. Sontak keduanya jadi pusat perhatian.
"Ceileh, lagi marahan, nih, sama pacar. Gas terus, Yan!"
Ada yang berteriak seperti itu ketika melihat akting Ryan, lalu yang lainnya tertawa sambil terus memperhatikan. Mereka tidak ingin melewatkan tontonan gratis dari pasangan yang tengah bertengkar ala romantis.
"Ra, aku mohon. Kamu pulang sama aku! Kalau nggak, aku akan bikin kamu lebih malu," tutur Ryan dengan nada lirih dan memelas. Bertemu dengan Danang adalah awal bencana bagi Rara. Ryan akan menghalanginya dengan berbagai cara.
Rara mengigit bibir bawahnya sambil menatap Ryan dengan tajam. Urat kemarahannya pun tercetak di lehernya yang jenjang.
"Kamu benar-benar gila!" sungut Rara.
Ryan tidak peduli mau disebut apa saja. Di pikirannya saat ini adalah membawa Rara pergi dari sana.
"Aku serius, Ra!" Ryan berdiri. Langkahnya terlihat gagah dengan sorot mata penuh damba.
Rara mulai panik melihatnya. Dia yakin jika Ryan akan melakukan tindakan yang lebih gila. Benar saja, Ryan menarik tangan Rara dengan kekuatan penuh hingga tubuh gadis itu terbentur dengan tubuhnya. Tak membiarkan lepas begitu saja, Ryan mengunci pinggang Rara dengan tangannya, lalu membenamkan bibirnya pada bibir gadis itu tanpa aba-aba.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹