Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Curiga
"Aku pulang ya," pamit Renata yang sedang mengancingkan kancing terakhir.
"Mbak, kapan Mbak mau cerai sama Gavin? Mbak bilang secepatnya." Vino menagih apa yang selalu Renata katakan selama ini.
"Aku juga pengen secepatnya, tapi rasanya susah buat bilang sama Gavin buat sekarang."
"Mbak masih cinta banget kayaknya sama suami Mbak?" tebak Vino dengan nada menyindir.
"Enggak Vino," Renata menghampiri Vino yang kini tengah memakai celananya. Renata memeluknya dengan erat. "Aku udah gak cinta sama Gavin. Aku cuma cinta sama kamu," dusta Renata.
Memang sekarang ia lebih mencintai Vino, tapi bukan berarti cintanya pada Gavin betul-betul menghilang. Perasaan itu masih tetap ada namun sudah sangat rapuh.
"Terus tunggu apa lagi?" tanya Vino gusar. Ia begitu khawatir Renata akan diceraikan Gavin lebih dulu. Sekilas terpikir untuk membongkar perselingkuhan Gavin selama ini, juga mengenai kehamilan Marsha, namun ia urungkan. Vino tidak bisa membongkarnya begitu saja sekarang.
"Sabar ya. Aku juga lagi usahain."
"Mbak, apa Mbak masih ragu sama aku? Aku cinta sama Mbak. Bahkan aku deket sama Nathan sekarang. Selama Gavin pulang malam dan gak pernah hadir sebagai ayah buat Nathan, aku yang selalu nemenin dia belajar, main, bahkan nemenin dia pas mau tidur."
Renata sungguh bimbang. Memang benar sekarang kehadiran Vino sudah seperti pengganti Gavin bagi Nathan. Bahkan tak hanya menemani belajar, bermain, dan menidurkan sang putra, Vino juga menasehatinya banyak hal, selayaknya seorang ayah kepada anaknya.
Gavin sendiri mengetahui itu. Ia tahu jika Vino sering berada di apartemennya. Karena di pagi hari Nathan selalu bercerita mengenai apa yang ia lakukan dengan Vino saat malam hari sebelum dirinya pulang.
Sedikitnya ada rasa cemburu di hati Gavin karena sang putra yang selalu menyanjung dan memuji Vino yang selalu bisa membuatnya tertawa di depannya. Selain itu Vino juga bisa melakukan banyak hal yang membuat Nathan kini benar-benar kagum kepada sosok Vino.
Juga, tanpa Renata ketahui, sebenarnya selama ini kecurigaan Gavin terhadap sang istri semakin dalam. Bagaimanapun Renata mencoba bersikap biasa pada sang suami, tetap saja, ia tak terlalu pandai berbohong.
Seperti saat berhubungan dengan Gavin, Renata semakin nampak tak menikmati apa yang mereka lakukan. Renata bukan seperti Mona yang bisa berpura-pura. Renata melakukan semuanya berdasarkan hatinya. Jika hatinya menolak, semua itu akan tergambar jelas pada raut wajahnya. Dan semua itu Gavin rasakan dengan sangat jelas, membuat mereka sering kali berdebat.
Kemudian Renata seperti biasa, setelah 'melayani' Vino. Ia menjemput Nathan dari tempat lesnya. Hari itu tiba-tiba saja Gavin mengatakan harus lembur hingga larut malam.
"Ya udah gak apa-apa. Jangan lupa makan ya, Yah," pesan Renata pada Gavin saat ia mengabarinya lewat telepon. Ia sama sekali tak keberatan jika Gavin pulang lebih larut, atau bahkan tak pulang sekalian.
Tak ada sahutan dari seberang sana.
"Ayah? Halo?" panggil Renata karena Gavin tak kunjung menjawab.
"Bunda, Ayah minta Bunda jujur, kenapa sekarang Ayah ngerasa Bunda kayak gak peduli Ayah pulang atau enggak? Kalau kita ketemu, Bunda kayak yang dingin sama Ayah. Bunda ngehindarin Ayah ya? Ada yang Bunda sembunyiin dari Ayah?"
"Ayah jangan mulai deh," ucap Renata jengah. "Ayah udah ngomong kayak gini berapa kali? Bunda gak ada sembunyiin apa-apa dari Ayah."
"Ayah tahu dan kenal banget Bunda. Kita udah kenal lebih dari 10 tahun, Bun. Ayah bisa rasain kalau ada yang beda dari Bunda."
"Ya ampun, Ayah. Bunda harus bilang apa lagi supaya Ayah percaya? Bunda justru sekarang lagi mencoba buat ngertiin posisi Ayah yang harus selalu kerja, lembur, atau dinas keluar kota. Kalau bisa jujur, Bunda juga kesel. Waktu ayah benar-benar abis buat kerja. Nathan aja sering nanyain Ayah, dan Bunda harus ngasih pengertian ke dia lagi dan lagi. Tapi Ayah malah gak percaya sama Bunda. Padahal Bunda percaya banget sama Ayah. Apa Ayah gak bisa percaya sama Bunda?"
"Ayah maunya juga gitu. Tapi Bunda sendiri yang buat Ayah curiga terus."
"Bunda bikin Ayah curiga?" Renata gugup. Untung saja Gavin tak bisa melihatnya.
"Jujur sama Ayah, Bunda ada sesuatu sama Vino?"
Bagai terlempar ke lautan lepas dari tebing tinggi, begitulah perasaan Renata saat mendengar kata-kata Gavin yang mencurigainya.
"A-ayah ngomong apa sih? Kok malah nuduh Bunda sembarangan?" Renata mencoba mengelak.
"Apa Ayah salah, Bun?"
"Ya jelas Ayah salah! Ayah nuduh Bunda sembarangan. Tanpa bukti, tanpa alasan yang jelas."
"Kalau gitu Ayah bisa percaya sepenuhnya sama Bunda 'kan?"
"Iya," dusta Renata dengan berat hati. "Ayah harus percaya sama Bunda. Demi Nathan, kita jangan kayak gini lagi. Bunda gak mau Nathan lihat kita debat lagi."
"Ya udah. Ayah akan coba buat percaya sama Bunda dan kita jangan sampai berantem lagi. Ayah ngerti, Bunda pasti gak mau Nathan ngerasain apa yang Bunda rasain dulu terhadap Ayahnya Bunda waktu itu. Ayah yakin Bunda gak akan kayak gitu."
Kata-kata Gavin lebih seperti peringatan bagi Renata. Seakan Gavin mengatakan bahwa Renata jangan sampai membuktikan kecurigaannya selama ini.
Kemudian percakapan mereka di telepon itu pun berakhir. Renata mendapat kabar bahwa Vino mendadak pergi.
[Vino] : Mbak, aku harus pergi. Ada temen aku dari Jakarta dateng ke sini jadi ini kita lagi ketemu. Maaf ya gak bisa ketemu lagi. Nathan udah tidur? Mbak juga tidur aja ya. Jangan nungguin soalnya aku bakal lama kayaknya.
[Renata] : Iya gak apa-apa. Kamu hati-hati ya. Nathan udah tidur. Sempet nanyain kamu loh.
[Vino] : Oh ya? Bukan nanyain Gavin?
[Renata] : Bukan. Nanyain Om Vino yang lucu kemana katanya.
[Vino] : Anak Mbak gemesin banget. Untung miripnya sama Mbak. Kalau mirip ayahnya gak lucu.
[Renata] : Dasar kamu ih.
Mereka pun berbalas pesan di tengah-tengah Vino bertemu dengan sahabatnya, Hazel. Sekarang bagi Vino dan Renata jika tidak bertemu, maka mereka harus berbalas pesan. Keduanya sama sekali tidak bisa ada di jarak yang jauh.
Keesokan harinya Deva dan Mona mengajak Renata bertemu di kafe langganan mereka. Sambil menunggu anak-anak mereka pulang sekolah, mereka berkumpul di kafe itu, sekedar bergosip dan bercanda ria.
Hingga setelah mengobrol ke sana kemari tentang banyak hal, tiba-tiba mereka membicarakan Vino.
"Eh tahu gak ada gosip baru loh tentang salah satu tetangga kita."
"Siapa, siapa?" Mona tak sabar.
"Vino," ucap Deva. Sontak Renata dan Mona saling pandang.
"Gosip apaan?" tanya Mona lagi.
Deva pun memperlihatkan layar ponselnya kepada kedua sahabatnya. Sebuah foto terpampang di sana. Seketika Renata terhenyak. Muncul lubang menganga di hatinya melihat foto yang Deva tunjukkan.
"Ini beneran?!" Mona tak kalah terkejut.
"Beneran. Lihat aja, ini Vino 'kan? Jadi sebulan lalu dia pernah izin buat pergi ke Jakarta. Ternyata dia tunangan dong."
Darah Renata seketika mendidih mendengarnya. Tangannya pun mengepal kuat, 'maksudnya apa ini, Vin?!'
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞