Firda Humaira dijual oleh pamannya yang kejam kepada seorang pria kaya raya demi mendapatkan uang.
Firda mengira dia hanya akan dijadikan pemuas nafsu. Namun, ternyata pria itu justru menikahinya. Sejak saat itu seluruh aspek hidupnya berada di bawah kendali pria itu. Dia terkekang di rumah megah itu seperti seekor burung yang terkurung di sangkar emas.
Suaminya memang tidak pernah menyiksa fisiknya. Namun, di balik itu suaminya selalu membuat batinnya tertekan karena rasa tak berdaya menghadapi suaminya yang memiliki kekuasaan penuh atas hubungan ini.
Saat dia ingin menyerah, sepasang bayi kembar justru hadir dalam perutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QurratiAini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam belas
Abraham bertanya-tanya, apakah wajahnya terlampau buruk rupa hingga terlihat begitu menyeramkan di mata gadisnya?
Seingatnya... ia tak pernah melakukan kekerasan apa pun kepada gadis itu. Namun, kenapa gadisnya teramat ketakutan saat berhadapan dengannya?
"Kamu membuang-buang waktuku, Firda. Jika kamu ingin menyampaikan sesuatu, cepat katakan," tegur Abraham, mendesak dengan tak sabaran. "Dan berhenti gemetaran!" ucapnya tajam sembari menyentak tangan mungil gadisnya yang gemetar hebat dan kini bertengger di ujung jasnya.
Dia remas tangan itu, melampiaskan perasaan kesalnya karena tak suka gadisnya gemetar ketakutan seperti ini saat berhadapan dengannya.
Mereka akan menikah sebentar lagi. Abraham benar-benar merasakan perasaan tak nyaman yang mengganjal di hatinya saat melihat calon istrinya sendiri ketakutan tak terkendali saat berhadapan dengannya.
Bagaimana mungkin mereka bisa menjalani pernikahan senormalnya pasangan suami istri di masa depan jika seperti ini? Padahal impian Abraham terlampau sederhana untuk ukuran pria konglomerat sepertinya. Dia hanya ingin menikah dengan gadis pujaan hatinya, Firda Humaira, dan menjalani hari-hari sebagai pasangan suami istri yang normal dan bahagia.
Meskipun dia memulai hubungan ini dengan cara yang salah, tapi Abraham tak pernah menyesali keputusannya untuk membeli gadisnya dengan harga 1 miliar kepada Paman gadis itu. Karena ia tahu bagaimana menderitanya Firda hidup bersama paman dan bibinya yang kejam.
Jika dia menyampaikan maksud dan tujuannya dengan cara yang baik, paman dan bibi gadis itu pasti hanya akan menjadikan hal ini sebagai alat untuk memeras Firda, bahkan mungkin nominal uang yang mereka minta jauh lebih besar dari satu miliar jika mengetahui keponakan mereka dinikahi oleh pria konglomerat terkaya di negeri ini.
Abraham tahu persis karakter orang-orang tamak dan licik seperti mereka karena dirinya sendiri pun telah menghabisi banyak orang-orang seperti itu dalam hidupnya.
Abraham merasa tak sudi memberikan orang seperti mereka lebih dari satu miliar. Itu adalah angka yang paling tinggi. Jika dirinya membeli Firda, maka hubungan gadis itu dengan keluarga kejamnya tersebut akan terputus. Dan menurutnya... Itu jauh lebih baik karena Abraham yakin dirinya pasti bisa memberikan kebahagiaan kepada gadisnya.
"M-Maaf, T-Tuan ... j-jangan marah, ...." Firda memohon dengan begitu lirih karena suaranya tercekat begitu saja di tenggorokan seiring dengan keberaniannya yang hilang entah ke mana.
Abraham tak sadar bahwa teguran dan perlakuan kasar yang dia lakukan kepada Firda hanya akan membuat rasa takut yang dimiliki oleh gadis itu kepadanya semakin membesar.
Bisa pria itu lihat dengan jelas bahwa kini ... Bukan hanya jari-jemari mungil gadis itu yang gemetaran atau pun dadanya yang kembang kempis seiring dengan deru napasnya yang memburu cepat tak beraturan, tetapi kini kaki ringkih gadisnya juga tampak gemetar hebat, seolah-olah kaki kecilnya itu benar-benar sudah tak sanggup lagi untuk menahan beban berat dari bobot tubuhnya sendiri.
Menghadapi gadisnya yang penakut, berbanding terbalik dengan mental tangguh dan berani yang Abraham miliki, membuat pria itu harus menambah stok kesabarannya. Karena jika bukan Firda Humaira yang dirinya hadapi saat ini, dapat dipastikan Abraham benar-benar akan mencongkel mata gadis itu karena sudah berani membuat habis kesabarannya.
Akhirnya Abraham hanya bisa menghela napas berat, berusaha untuk bersabar lebih banyak menghadapi gadisnya yang penakut. Karena jika tidak, gadisnya hanya akan semakin takut kepadanya... Dan itu jelas jauh akan lebih merepotkan dirinya.
Remasan kencang yang Abraham berikan kepada jari-jemari ringkih gadisnya sebagai luapan perasaan kesalnya tadi, kini telah berganti dengan elusan lembut hanya untuk menenangkan gadisnya, dan meyakinkannya melalui sentuhan lembut penuh sayang itu bahwa Abraham tidak mungkin menyakitinya... Karena pria itu begitu mencintainya.
"Ya, aku tidak akan marah. Jadi katakan saja apa yang kamu inginkan hm? Aku akan mengabulkannya," tutur Abraham dengan suara selembut mungkin yang dirinya bisa.
Namun, suara lembut yang keluar dari bibir Abraham Handoko justru terdengar sangat berat dan rendah sehingga memberikan sensasi ancaman seolah-olah dirinya tengah menekan Firda melalui intonasi tersebut untuk tunduk dan patuh berada di bawah kendalinya.
Firda menelan ludahnya dengan susah payah. Kerongkongannya mendadak terasa kering. Keringat sebesar biji jagung mengalir deras membasahi pelipisnya.
Abraham menyaksikan itu semua.
Abraham memperhatikan dengan begitu teliti sekecil apa pun pergerakan gadisnya. Namun, Abraham tidak menyadari bahwa sorot mata tajamnya itu yang kini tengah dia layangkan kepada Firda benar-benar memberikan sensasi seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya.
Tanpa bisa gadis itu kendalikan, dadanya seketika terasa sesak, napasnya menjadi terputus-putus karena melalui sorot mata tajam Tuan Abraham sungguh-sungguh membuat dirinya merasakan bahwa tak ayal dia bak mangsa yang lemah dan meringkuk tak berdaya di sini, harus berhadapan dengan hewan buas yang sangat kuat dan menyeramkan seperti Tuan Abraham.
"J-Jangan hukum Ella, T-Tuan ... J-Jangan buat kaki dan tangannya patah. Kasihan dia hanya wanita tua yang ingin bekerja dan mengabdi kepadamu. Dia bekerja dengan sangat tulus untukmu, T-Tuan. Aku bisa merasakannya. J-Jangan pecat dia."
Mendengar permintaan gadisnya, Abraham menatap manik indah gadisnya dengan sebelah alis terangkat. Ia belum memberikan jawaban apa pun karena mengira gadisnya belum selesai bicara. Abraham bermaksud menunggunya dengan sabar dan tidak ingin memotong perkataan gadisnya.
Ini sudah satu tingkat kemajuan. Melihat gadisnya berani mengutarakan keinginan kepada dirinya. Sebagai lelaki, Abraham mengakui bahwa dirinya menyukai hal itu.
Namun, lain halnya dengan sudut pandang Abraham, Firda kini menangkap persepsi yang berbeda. Melihat Tuan Abraham tetap setia diam setelah mendengar ucapannya dan hanya memberikan reaksi dengan sebelah alis terangkat, sukses membuat Firda panik bukan main.
Dirinya takut permintaannya itu justru membuat Tuan Abraham marah besar dan malah menghukum dirinya juga sebagaimana yang pria itu berikan kepada Ella.
Firda tak sanggup membayangkan tangan dan kakinya patah. Di saat itu mungkin ia benar-benar telah terkekang dan tak punya kebebasan sedikit pun. Terpenjara dalam mansion ini bagaikan burung yang terkurung dalam sangkar emas, dengan keadaan tangan dan kaki yang patah.
Betapa suram dan menyedihkannya jika dirinya harus menjalani masa depan yang seperti itu....
Pikiran itu berhasil menakut-nakuti alam bawah sadar Firda hingga membuat gadis itu meneteskan air matanya tanpa ia sadari. Tanpa memikirkan apa pun lagi, dan menepis jauh-jauh harga dirinya ... Karena sebenarnya... harga diri memang sudah tak lagi dirinya miliki setelah ia dibeli oleh Tuan Abraham. Jadi untuk apa lagi mempertimbangkan hal yang tidak berguna itu.
Firda berlutut sempurna di hadapan pria paling berkuasa itu sambil berderaian air mata dengan disaksikan oleh para pengawal di sana.
Mata tajam Abraham sontak melebar melihat gadisnya kini tengah berlutut kepadanya.