" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 14
Tring
Jea tersenyum lebar ketika mendapatkan sebuah notifikasi. Sebenarnya kelas pertama kuliahnya masih pukul 09.00 nanti, tapi dia sudah bersiap dari sekarang. Terlebih ponselnya berbunyi. Salah satu aplikasi yang kembali ia aktifkan menunjukkan bahwa seseorang telah memesannya.
" Its time to work," ucapnya riang.
Ini lah yang benar-benar dinamakan kembali ke realitas sebenarnya. Jea yang sedari sudah menyiapkan benda dimana identitas dari pekerjaannya pun segera dipakainya. Jaket hijau bertuliskan aplikasi di punggung dan dada sebelah kanan adalah lambang dari pekerjaannya sekarang.
Ojek online, ya itulah pekerjaan yang dikerjakan oleh Jea saat ini. Almarhum Reswoyo dan Desi tahu betul bahwa Jea melakukan itu. Apakah mereka tidak melarang? Jawabannya adalah tentu saja mereka sangat melarang. Bahkan mereka sangat melarang putri mereka menekuni pekerjaan yang demikian.
Mereka tentu khawatir akan keselamatan putri sulung mereka, apalagi berita yang berseliweran tentang banyaknya tindak kejahatan terhadap pengemudi ojek online. Tapi Jea bisa meyakinkan kedua orang tuanya dengan mengatakan bahwa dia hanya akan mengambil penumpang wanita serta pengiriman barang atau makanan saja. Sehingga baik Reswoyo maupun Desi akhirnya pasrah dan mengizinkan Jea melakukan pekerjaan sampingannya itu.
" Oke, sesuai aplikasi ya?"
Jea bergegas menuju ke dimana motornya berada setelah mengirimkan pesan terhadap penumpangnya. Sungguh kebetulan, ternyata penumpangnya itu menuju ke arah yang sama dengannya yakni Universitas Nusantara. Dan yang lebih membuatnya senang adalah titik jemput si penumpang tidaklah jauh dari apartemen yang ia tinggali.
" Dengan Mbak Irene, tujuannya Universitas Nusantara ya?"
" Ah iya Mbak."
Jea memberikan helmnya, setelah si penumpang naik ke motor, Jea langsung melajukan motornya dan bergabung dengan banyaknya kendaraan di jalan.
Jam-jam pagi seperti ini sedikit membuatnya kesal karena macet terjadi dimana-mana. Tapi ya apa mau dikata, begitulah kondisi kota besar tempatnya tinggal. Tidak ada yang mudah dilakukan terlebih perihal jalanan.
" Maaf ya Mbak, agak sedikit lambat karena jalanan macet," sesal Jea kepada penumpangnya ketika mereka sudah sampai parkiran kampus.
" Nggak apa-apa Mbak Jea, namanya juga Jakarta. Tapi seharunya Mbak nggak usah anterin saya sampai di tempat parkir gini, cukup di depan kampus aja tadi."
" Ooh itu, nggak apa-apa Mbak soalnya saya sekalian markirin motor. Saya juga kuliah di sini."
Sejenak wajah penumpang dari Jea yang bernama Irene tadi terkejut, tapi saat selanjutnya gadis itu tersenyum. Wajahnya menampilkan rasa bangga terhadap Jea.
Mereka pun jalan bersama masuk ke dalam kampus. Tepatnya Irene lah yang menunggu Jea agar bisa berjalan bersama. Mata gadis itu berbinar seolah ingin mengetahui tentang Jea.
" Jadi kamu udah lama jadi Ojol?"
" Ehm 2 tahun lah. Pokoknya setelah masuk kuliah trus aku nyari sampingan kerja gitu, tapi nggak dapet-dapet. Nyoba lah ojol ini, eeh malah keterusan."
" Waah keren tahu nggak. Asli kamu keren banget."
Siapa sangka pertemuan Jea dengan Irene menjadikan mereka saling bicara seperti saat ini. Bahkan Irene mengajak Jea untuk berteman. Mereka tidak pernah saling mengenal karena berbeda fakultas dan jurusan. Lagi pula mahasiswa di universitas tempat mereka ini banyak sekali, mustahil bisa mengenal satu persatu. Bahkan sama-sama satu jurusan saja mereka tidak saling mengenal.
Irene melihat jam di ponselnya, rupanya waktu masuk kuliahnya sebentar lagi. Gadis itu pun berpamitan kepada Jea untuk pergi lebih dulu. Mereka juga bertukar nomor dan Irene berkata jika ia ingin menggunakan jasa Jea ketika ia pergi kemana-mana.
Jea tampak senang, ini merupakan salah satu rejeki yang tidak terduga. Selain mendapatkan teman, dia juga mendapatkan pelanggan tetap. Padahal sebenarnya Jea tidak perlu lagi bekerja sampingan seperti itu. Lean sudah memberikan nafkahnya dan itu lebih dari cukup. Tapi Jea tidak terbiasa atau lebih tepatnya belum terbiasa dengan hal tersebut sehingga dirinya akan tetap melakukan pekerjaannya.
" Waktunya masuk, waduuh jam pertama Bang Bojo. Awkward nggak ya nanti."
Jea mengusap wajahnya kasar ketika mengingat bahwa perkuliahan pertama yang akan ia jalani adalah Lean yang menjadi dosennya. Ini pertama kalinya dia akan bertemu dengan Lean di kampus dengan status yang berbeda.
Jika biasanya dia akan cuek selayaknya mahasiswa pada umumnya, tapi apakah kali ini Jea bisa? Entahlah, saat ini Jea tengah berusaha bersikap biasa saja. Dia berusaha untuk tidak menganggap Lean itu suaminya.
Tring
Sebuah pesan masuk, matanya membulat saat melihat siapa yang mengirim pesan itu kepadanya.
< Kamu dimana, aku udah hampir sampai ke kelas. Jangan terlambat.>
" Waduuuh, aku lupa kalau lagi mode dosen doi teges bener."
Jea menggerutu sambil berjalan dengan cepat menuju ke kelas. Sesaat dia lupa bahwa Lean merupakan dosen yang tegas. Dia memang terkenal baik dan ramah, tapi jangan salah ketika di kelas bahkan sedikit suara pun tidak terdengar. Karena jika terlihat sibuk sendiri, punishment yang Lean berikan tidak main-main. Jadi apakah Lean termasuk dosen killer? Sebagain mahasiswa mengatakan ya dan sebagian lagi mengatakan tidak.
Jea salah satu yang tidak mengatakan Lean dosen yang killer. Lean hanya tegas, dia hanya ingin membuat mahasiswanya disiplin dan tertib.
Jea sangat paham akan hal tersebut karena ibunya juga merupakan pengajar. Meksipun jenjang yang Desi dan Lean ajar berbeda.
" Hosh hosh hos, pagi Pak."
" Bagus, kalau saya lebih dulu masuk ke kelas bisa dipastikan kamu tidak akan bisa mengikuti kuliah saya hari ini."
Jea tersentak, Lean benar-benar tidak berbelas kasih. Tapi di sisi lain Jea menjadi tenang, pasalnya Len tidak menunjukkan gelagat bahwa mereka dekat dan memiliki hubungan. Bahkan tatapan mata Lean benar-benar berbeda antara di kampus dan di rumah.
" Gila nih orang asli keren bange tahu. Bisa-bisanya dia beda banget. Dari tatapan mata, gesture tubuh, semuanya beda. Apa hanya aku yang lihat gimana lembutnya dia?"
Tanpa sadar Jea tersenyum ketika melihat Lean yang tengah mengajar di depan kelas. Dia sejenak membayangkan dan membandingkan bagaimana Lean sebagai suami dan Lean sebagai dosen.
Sungguh tidak pernah bisa Jea kira sebelumnya, bahwa pria yang sangat berkarisma, tegas, dan tak sedikit yang menganggap dirinya dosen killer itu adalah suaminya. Suami yang lembut dan memiliki sikap penyayang. Jika ditanya apakah Jea beruntung? Maka Jea akan menjawab iya, dia sangat beruntung.
Akan tetapi Jea kembali tersadar. Dia tidak boleh terlalu cepat terkesima. Bagaimanapun dia harus bisa menahan hatinya untuk tidak cepat jatuh cinta terhadap suaminya itu. Dinding yang kokoh berdiri di depannya, dimana ia merasa kesulitan untuk melewatinya. Padahal itu semua hanya pemikiran Jea semata. Sedangkan Lean tidak. Lean jelas-jelas membuat jalan berbunga bagi Jea, meskipun dijalanan itu terdapat banyak kerikil, namun Lean menawarkan tangannya agar Jea mau berpegangan padanya.
" Jeanica, coba jelaskan apa yang baru saja saya sampaikan."
" Ya?"
TBC