Bagaimana perasaanmu jika kamu di madu di saat pernikahanmu baru berumur sepekan? Itu yang aku alami, aku di madu, suamiku menikahi kekasihnya yang teramat di cinta olehnya.
Aku tak pernah dianggap istri olehnya, meski aku istri pertamanya. Namun cintanya hanya untuk istri keduanya
Aku menjalani pernikahan ini dengan begitu berat. mungkin ini cara ku untuk membalas kebaikan pada Ayah Mas Alan, beliau begitu baik membiayai kuliahku selalu menjaga dan melindungiku setelah Ayah dan Ibuku meninggal saat diriku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aku tak habis pikir jika kisah hidupku akan serumit ini, di tinggal orang tua, menikah pun di madu. Sungguh tragis kisah hidupku.
Hingga akhirnya Ayah sangat membenci Mas Alan setelah tahu kelakuan anaknya, dan Ayah membawaku pergi jauh dari kehidupan Mas Alan dan Maduku setelah aku dan Mas Alan bercerai.
Cerita ini karena terinspirasi tapi bukan plagiat! Bacalah, dan temukan perbedaannya🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winda W.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14. Cemburu
Pov A**uthor**.
Semenjak kepergian Nia dari rumah Alan, Alan merasa ada yang kurang di hidupnya. Dia merasa ada yang hilang di hidupnya. Biasanya di meja makan, ia selalu memamerkan kemesraanya pada Nia.
Kini kursi yang di tempati istrinya, sekarang terlihat kosong. Wajah kesal yang selalu Nia tampakan, kini tidak lagi ada. Kesal saat melihat kemesraan Alan dan Lala. Kemesraan yang sengaja Alan pamerkan padanya.
"Nia, kenapa kamu pergi. Apa perkataanku sangat menyinggungmu," gumam Alan. Betapa egoisnya Alan, tidak bisa menyadari kesalahannya.
Lala yang melihat suaminya seperti memikirkan sesuatu, langsung menghampirinya.
"kamu kenapa Mas, apa kamu sedang memikirkan Nia?" tanya Lala pada Alan.
"aku gak apa apa La," jawabnya datar.
"aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi Mas," ujar Lala. Alan hanya diam tak menjawabnya.
"kamu cari Nia Mas, ajaklah dia pulang," pinta tulus Lala padanya.
"tapi La, dia pergi tanpa pamit. Tanpa menjelaskan kenapa dia pergi," jawab Alan sendu.
"jika Nia pergi tidak pamit. Itu tandanya Nia sangatlah kecewa denganmu Mas," ucap Lala lembut.
"tapi La...," Alan tak meneruskan ucapannya. Dia tertunduk.
"Mas, sekali saja dengerin apa yang aku katakan. Jangan egois," ujar Lala kesal.
"carilah Nia, ajak dia pulang. Selesaikan masalah dengan kepala dingin Mas," ucap Lala. Sikap dewasa Lala yang membuat Nia kagum, sikap bijak yang tidak ada di diri Alan.
"dia saja yang kekanak kanakan, ada masalah bukannya bicara. Justru pergi tidak pamit," cetus Alan. Jelas jelas dia tahu, jika ucapannya saat itu sangat menyinggung hati Nia. 'wanita tak tahu diri' kata kata itu jelas masih dia ingat.
"dia tidak kekanak kanakan Mas, kamu yang kekanak kanakan. Bukan Nia," ucap Lala kesal.
"maksut kamu apa," tanya Alan.
"kamu sudah dewasa dan menikahi dua orang wanita. Tapi kamu tidak bisa adil pada istri istrimu. Untuk apa kamu menikahi dua perempuan. Jika kamu tidak bisa bersikap dewasa dan tidak menyakiti istrimu," ucap Lala. Lalu meninggalkan Alan yang terdiam di meja makan.
"kamu benar La, aku tidak bisa adil pada kalian. Aku pria pengecut, tapi aku seperti ini karna aku mencintaimu La," gumamnya dalam hati.
"andaikan Ayah tak memaksaku menikahinya, dia tak akan sesakit ini. Tapi entah mengapa aku kini merasa ada yang hilang di hidupku. Kenapa aku merasa sangat menginginkanmu ada di sini Nia," ucapnya lirih.
Rindu, mungkin Alan memang merindukan Nia. Cinta, entah Alan mencintainya atau tidak. (liat nanti)😁
Pagi hari, Alan memutuskan untuk melihat Nia dari kejauhan. Saat berangkat kerja dia mengikuti Nia, saat makan siang pun dia sempatkan untuk melihat Nia. Bahkan saat pulang kerja dia mengikutinya sampai Nia masuk ke dalam kontrakannya.
"syukurlah kalau kamu baik baik saja Nia," ucapnya.
Alan memutuskan untuk tetap mengawasi Nia sampai malam, dia ingin memastikan jika Nia akan baik baik saja.
"siapa pria di restoran tadi siang?" gumamnya dalam hati.
"sepertinya aku pernah bertemu pria itu, tapi di mana," ucapnya dan berpikir keras mengingat pria yang bersama Nia dan Lena. "Ah..Aku lupa..," ucapnya dengan mengusap kasar wajahnya. Karna tidak mengingat pria tersebut.
"Nia, apa kau mau ikut aku pulang? Setelah apa yang aku lakukan padamu," gumam Alan.
Sudah beberapa minggu ini Alan selalu membuntuti Nia diam diam. Dia belum ada keberanian untuk mengajaknya pulang. Jika bukan Lala yang mendesaknya, mungkin dia tidak akan mau membuntuti Nia. Egoisnya sangat tinggi, gengsinya pun juga sangat tinggi.
Kini dia mengikuti dua gadis itu yang akan makan siang di restoran 'Mars Resto'. Alan melihat keceriaan di wajah istrinya itu.
Kini dua gadis itu tengah duduk, di susul pria yang sama kemarin dia lihat. Kini mereka makan dan tertawa tawa. Tawa yang tak pernah ia tunjukkan pada Alan. Tawa yang tak pernah Alan lihat saat bersamanya.
"sepertinya kamu bahagia Nia," gumamnya. Dan hendak pergi, namun dia tak jadi melajukan mobilnya. Dia melihat istrinya berlari menuju kantor, dia melihat istrinya menangis.
"kenapa Nia menangis, apa yang terjadi. Tadi mereka tertawa tawa," gumamnya di dalam mobil. Ingin rasanya dia menghampiri istrinya itu, namun niat itu dia urungkan.
"apa pantas aku menghampirinya saat menangis di jalanan. Sedangkan, saat dia menangis karna ulahku. Aku tak pernah mencoba menghapus air matanya karna diriku," gerutunya pada dirinya sendiri. Dan mengacak acak rambutnya dengan kasar.
Malam hari, Alan masih setia memarkirkan mobilnya di sebrang jalan kontrakan yang Nia tempati. Hanya untuk melihat dan memastikan keadaan Nia.
"Nia sama Lena pasti mau keluar makan, tapi kenapa mereka jalan kaki," gumam Alan di dalam mobil. Karna biasanya mereka membawa motor dan berboncengan.
"aku ikuti saja mereka," ucap Alan mengikuti mereka menggunakan mobil. Dia melajukan pelan dan sedikit jaga jarak, agar tidak ketahuan.
"pria itu lagi, kenapa pria itu selalu ada di mana saja. Saat makan siang, dia bersama Nia dan Lena. Ini makan malam, dia datang lagi bersama mereka," gerutu Alan. Dia memukul kemudinya dan mengumpat pria tersebut.
"kenapa pria itu menatap Nia seperti itu. Apa dia ada rasa pada Nia, sepertinya dia menyukai Nia. Siapa pria itu, kenapa aku tak bisa mengingatnya," dia berkata pada dirinya sendiri. Cemburu, mungkin Alan cemburu. Tapi atas dasar apa Alan cemburu, apa mungkin dia sudah ada rasa pada Nia.
Alan tak bisa tidur, dia masih terjaga sampai lewat tengah malam. Dia merasa gelisah, memikirkan tentang Nia.
Senyum Nia, tawanya Nia. Masih terlintas jelas di matanya, bayang bayang Nia bersama seorang pria.
"Nia, apa semenderita itukah dirimu. Saat bersamaku kau tak pernah sebahagia itu. Senyum yang tak pernah kau tunjukan pada diriku. Tawa yang tak pernah ku dengar di rumah ini. Kau selalu menunjukkan wajah masam mu, saat di rumah ini. Apa kau wanita bermuka dua, di depanku kau menunjukan wajah sedih. Jika di luar, kau menunjukkan senyummu pada semua orang," gumamnya dalam hati. Alan menatap langit langit kamarnya. Dia menghembuskan napasnya dengan berat.
Alan benar benar pria egois, dia selalu memandang Nia dengan sebelah mata. Dia tidak sadar, jika Nia sudah begitu menderita karna dirinya. Dia hanya mementingkan perasaanya sendiri, tanpa perduli dengan orang yang seharusnya mendapatkan perhatiannya.
Di jodohkan tanpa ada rasa cinta. Apa pun alasannya, seharusnya dia bisa bersikap baik pada Nia. Walau tak mencintainya, seharusnya Alan bisa bersikap adil padanya. Jika Nia bisa memilih, Nia juga tak akan mau menikah dengannya. Apa lagi pria itu tak bisa menghargainya.
Bukankah keputusan itu juga atas persetujuaanya juga. Ego memang mengalahkan segalanya.
krn lala wujud iblis berbentuk manusia.
lala sudah menghancurkan pernikahan nia dan alan.