SETELAH DI CERAI

"bee gimana kabar Zaifa sekarang ya?" tanya Diva pada Boby.

Bee bukan panggilan terakhir nama Boby, melainkan bee adalah panggilan kesayangan untuk mereka berdua.

"kabar nya pasti baik-baik saja bee, Zaifa adalah gadis yang pintar dan lincah. Terlebih dia adalah wanita baik, dimana pun ia berada pasti kebaikan selalu menyelimuti dirinya" jawab Boby.

Diva pun mengangguk kan kepala nya tanda setuju. Selama perkenalan nya dengan Zaifa tak pernah sedikit pun wanita itu menyinggung atau melakukan hal yang akan membuat nya ilfeel. justru terkadang dirinya lah yang sering kali merasa sungkan dan merasa tak enak, karena kebaikan wanita itu. Seperti mentraktir, membelinya sesuatu dan yang terakhir adalah membelikan boneka Incara nya. dan ternyata boneka itu adalah benda yang menjadi obat rindu kala ia mengingat Zaifa. Dengan memeluk boneka pemberian Zaifa maka Zaifa terasa hadir di dekat nya.

"sayang" panggil Boby lembut menyentuh bahu kekasih nya yang memakai sweater rajut.

"iya"

"kalau kamu mau ketemu sama Zaifa, Minggu depan kita bisa ketemu sama dia"

Diva mengerjapkan matanya beberapa kali, antara sadar dan tidak, dan perasaan bahagia sekaligus tak percaya.

"ka-kamu beneran....?" tanya Diva ragu.

Boby menyibakkan poni yang menutupi mata indah Diva, Boby tak menjawab pertanyaan Zaifa melainkan hanya tersenyum.

Disaat mereka sedang asyik menyelami perasaan masing-masing lewat pancaran mata yang sama-sama memberikan ketulusan. tak jauh dari kursi mereka, ada seorang pria yang duduk jongkok sedang memakan bakso yang di beli nya tak jauh dari lokasi Diva dan Boby duduk.

Sedikit banyak pria itu mencuri dengar pembicaraan sepasang kekasih itu. Hingga ia kemudian melahap cepat bakso yang masih mengepulkan sedikit uap. Kemudian segera membayar dan berlalu dari sana. Sebelum menaiki motor Kawasaki milik nya, ia melirik ke arah sepasang kekasih yang tak menyadari kehadiran nya dengan tatapan penuh arti.

*

Pagi hari telah tiba, di desa yang masih asri dan sejuk itu tiga orang yaitu Rani, Rafli dan Santi tengah bersiap melaksanakan agenda hari ini.

"Santi, Rafli udah sarapan belum?" tanya Rani menghampiri dua pemuda dan pemudi yang tengah menunggu nya di teras rumah.

"sudah Bu" jawab mereka berdua.

Rani pun mengangguk kemudian masuk kembali ke dalam rumah untuk mengambil sepatu yang akan di kena kan nya hari ini.

Rafli terpaku melihat penampilan Rani yang terlihat berbeda hari ini. Biasanya Rani akan tampil biasa saja tanpa make up hanya polesan sedikit lipstik saja. tapi pagi ini, Rani yang mengenakan celana joger warna hitam, di padukan dengan dalaman baju berwarna putih dan blazer berwarna hitam serta pashmina yang senada dengan dalaman baju nya. Polesan sedikit make up dan lipstik berwarna pink menambah aura kecantikan nya.

Rafli sampai tak berkedip menatap Rani yang sedang mengenakan sepatu berwarna hitam itu. Sedangkan di samping nya ada seorang gadis yang sedang menatap nya dengan pandangan sendu. Kemudian ikut memandang ke arah Rani, seketika ia menunduk.

wajar jika Rafli tak mengalihkan pandangan nya dari Rani sebab memang benar jika gadis itu sangat amat cantik. putih mulus dan pipi yang seolah tidak pernah di tumbuhi jerawat. Kulit nya pun terlihat sangat lembut. Sangat berbeda dengan dirinya yang berkulit kuning Langsat tapi juga tak seputih Rani. Wajah gadis itu oval dan sedikit tembem berbeda dengan wajah Rani yang oval namun tirus.

"kok bengong" seru Rani yang ternyata sudah ada di hadapan mereka berdua.

"mari Bu" ucap Santi yang sebenarnya tidak melamun, ia hanya sedikit menunduk untuk menyembuhkan gurat sedih di wajah nya.

"omong-omong kamu sudah menyiapkan brosur untuk di sebar belum Raf?" tanya Rani memecah keheningan mereka.

Rani memang gadis yang humble, pandai membuat topik pembicaraan sehingga lawan bicara akan merasa nyaman.

"sudah Bu, nanti ibu bisa lihat dulu. Masih saya simpan di laptop sebagai draft siapa tau ibu mau menambahkan sesuatu" jawab Rafli.

"ah tidak perlu, hasil kerja mu pasti bagus seperti biasanya. Bukan begitu San?" tanya Rani menyenggol lengan Santi.

"eh, i-iya Bu he he he" jawab Santi gugup kemudian tersenyum canggung.

"kamu kenapa?" tanya Rani perhatian.

"tidak apa-apa Bu, saya baik-baik saja" jawab Santi kemudian mengalihkan pandangan ke arah samping. Mengusap bulir bening yang tanpa bisa di cegah jatuh sesuka hatinya.

Rani tau itu, namun kemudian Santi menatap nya sembari tersenyum tipis. Rani menoleh ke belakang dimana Rafli sedang berjalan sembari menatap pemandangan indah di samping mereka. Rani tersenyum menatap Santi, ia akan mengajak Santi berbicara setelah urusan mereka selesai.

Mereka berjalan dengan pemikiran masing-masing, hingga mereka sampai ke bangunan dengan tiga pintu itu. Bangunan yang memang sedikit besar. tiga pintu dengan tiga ruangan juga, satu ruangan untuk belajar anak, satu untuk bermain dan satu lagi untuk mereka para guru beristirahat. sejauh ini sekolah itu di pegang oleh Santi sebagai pendidik, karena di desa itu hanya Santi yang pernah mengenyam pendidikan sampai SMA. Sedangkan Rani sang pendiri sekaligus kepala sekolah, karena sekolah itu pure uang pribadinya milik Rani. Rafli sendiri di angkat sebagai operator karena pernah mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, pria muda itu sempat menyelesaikan kuliah nya di kota Jakarta. Namun, ia lebih memilih mengabdi di desa kelahiran nya di banding mencari pekerjaan di kota.

Dan kini, setelah tiga tahun berjalan sekolah itu sudah di kenal oleh banyak masyarakat. Awalnya sekolah itu hanya mendapat lima murid karena masyarakat masih belum mengerti apa fungsi pendidikan anak usia dini. Dan kini sekolah itu sudah mendapat murid lima belas anak, itu adalah hal yang bagus.

Mereka sampai di sekolahan, Santi yang memegang kunci segera membuka kunci kantor. Rafli pun mengambil tempat dan segera menyalakan komputer dan menyelesaikan desain yang akan di gunakan sebagai brosur mereka.

Santi dan Rani membersihkan sekolah itu, kemudian duduk merapikan buku-buku belajar sesuai macam nya, buku mewarnai, alat permainan dan juga buku cerita yang sangat di sukai anak-anak. Baru sore kemarin buku itu sampai sebab itu pagi ini mereka membereskan nya agar besok buku dan permainan itu bisa di gunakan oleh para anak-anak.

"Santi" panggil Rani.

"iya Bu" jawab Santi melihat ke arah Rani kemudian melanjutkan menggunting kardus yang berisi pasir mainan untuk anak.

"kamu baik?"

"saya baik Bu"

"jangan bohong San"

Santi berhenti, ia diam mematung seperti sedang menimbang-nimbang apakah akan bercerita atau tidak. namun, setelah beberapa saat Santi menggeleng kan kepalanya.

"saya benar-benar baik-baik saja Bu"

"baiklah jika kamu belum siap bercerita. Namun, jika kapan-kapan kau sudah tak sanggup menahannya kamu boleh datang dan menceritakan segalanya pada saya" ucap Rani lembut mengusap punggung tangan Santi.