NovelToon NovelToon
Lagu Dendam Dan Cinta

Lagu Dendam Dan Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Romansa / Menikah dengan Musuhku / Pengasuh
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Susri Yunita

Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.

Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.

Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.

Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 Konfrontasi Dante dan Progres Nico

Dante melangkah masuk ke ruang keluarga rumah Laurent dengan langkah berat dan sorot mata yang tajam. Di sana, Mia sedang duduk bersama Nyonya Laurent, berbicara dengan suara manja seperti biasa. Nyonya Laurent terlihat puas, senyum dingin di wajahnya, seolah menyiratkan kemenangan atas situasi yang terjadi.

Mia menoleh begitu mendengar langkah Dante. “Dante,” katanya dengan nada lembut, “Kau akhirnya muncul. Aku tadi membicarakan sesuatu dengan Nenek, tentang resepsi kita.”

Dante tidak menanggapi sapaan itu. Matanya menatap tajam ke arah Mia, membuat senyum di wajah wanita itu perlahan memudar.

“Kua sudah sebugar ini hanya dalam sekejap, Mia? Sementara orang lain butuh waktu lama untuk pulih dengan sakit separah dirimu,” kritik Dante begitu melihat Mia.

“Dante … “

“Kita perlu bicara,” potong Dante cepat dengan nada datar, tetapi penuh tekanan.

Mia menelan ludah. “Apa yang ingin kau bicarakan?” tanyanya ragu.

Dante melirik Nyonya Laurent sejenak, lalu kembali menatap Mia. “Di tempat lain. Sekarang.”

Mia mencoba menyembunyikan kegugupannya di depan Nyonya Laurent. "Baiklah," katanya, berdiri dari sofa. Namun, sebelum mereka keluar ruangan, Nyonya Laurent berseru dengan nada yang penuh otoritas.

"Jika ini tentang pernikahan kalian, Dante, aku rasa tidak perlu ada pembicaraan. Semua sudah selesai."

Dante menoleh tajam. “Ini bukan urusanmu, Nenek. Aku akan menyelesaikan ini dengan caraku.”

Tanpa menunggu tanggapan, ia menarik tangan Mia dan membawanya keluar ke taman belakang.

Begitu mereka tiba di taman yang sepi, Dante melepaskan tangan Mia dengan kasar. Wajahnya penuh amarah, matanya berkobar dengan intensitas yang jarang Mia lihat sebelumnya.

“Apa yang sudah kau lakukan pada Amara?” Dante mulai dengan suara dingin.

Mia tampak terkejut. “Apa maksudmu?”

“Jangan pura-pura bodoh, Mia,” desis Dante. “Pesan yang kau kirimkan padanya, foto pernikahan palsu itu. Apa tujuanmu? Apa kau begitu senangnya melihat dia terluka?”

Mia mencoba mempertahankan sikap tenangnya, tetapi suara Dante membuatnya kehilangan kendali. “Aku hanya ingin dia tahu kebenaran, Dante. Bukankah itu adil? Dia harus menerima kenyataan bahwa kau adalah suamiku sekarang.”

“Adil?” Dante tertawa sinis. “Dengan cara hidupmu itu, kau tidak akan pernah paham ap aitu adil. Kau pikir menyakiti seseorang yang tidak bersalah itu adil? Kau tidak tahu apa-apa tentang Amara, tentang apa yang sudah dia lalui.”

Mia merapatkan bibirnya, berusaha mempertahankan posisi. “kenapa Amara lagi, Amara lagi, dia adalah masa lalumu, Dante. Aku adalah istrimu sekarang. Kenapa kau tidak bisa menerima itu?”

“Karena aku tidak pernah mencintaimu, Mia,” Dante berkata dengan tegas. “Dan kau tahu itu sejak awal.”

Mia tersentak mendengar pengakuan itu, tetapi ia segera membalas dengan nada defensif. “Tapi kau tetap menikahiku, Dante. Kau membuat pilihan itu.”

“Pilihan?” Dante mendekatkan dirinya, suaranya lebih rendah tetapi penuh kemarahan. “Aku tidak punya pilihan, Mia. Ayahmu memastikan itu. Dan sekarang kau ingin menghancurkan hidup Amara juga? Apa kau tidak punya hati?”

Mia mundur selangkah, mencoba mencari kata-kata. “Aku hanya ingin mendapatkanmu, Dante. Apa itu salah? Aku mencintaimu.”

“Cinta?” Dante menatapnya tajam. “Cinta seharusnya tidak menghancurkan orang lain, Mia. Apa kau tahu Amara hampir kehilangan nyawanya karena semua ini? Dia sangat menderita dan tertekan”

Kata-kata itu membuat Mia terdiam. Ia tidak tahu seberapa jauh dampak tindakannya terhadap Amara.

“Dante,” ia mencoba berbicara, suaranya lebih lembut, “Aku hanya… aku tidak ingin kehilanganmu.”

“Kau sudah kehilangan aku sejak awal, Mia,” jawab Dante dingin. “Dan semakin kau berusaha memaksakan ini, semakin aku membencimu.”

Sebelum Mia bisa merespons, suara tongkat Nyonya Laurent terdengar mendekat. Wanita tua itu muncul dari balik pintu kaca dengan senyum tipis di wajahnya.

“Ada masalah di sini?” tanya Nyonya Laurent, memandang mereka bergantian.

Dante menghela napas tajam. “Kau tahu apa yang terjadi, Nenek. Kau dan keluarga Hart adalah dalang di balik semua ini.”

Nyonya Laurent mendekat dengan langkah anggun, tetapi suaranya penuh kebengisan. “Aku hanya melakukan apa yang terbaik untuk keluarga kita, Dante. Pernikahanmu dengan Mia memastikan stabilitas dan kekuatan kita.”

“Dengan menghancurkan hidup Amara?” Dante membalas tajam. “Dia tidak pantas mendapat semua ini. Tidak ada yang pantas.”

“Amara adalah gangguan,” jawab Nyonya Laurent dengan dingin. “Dia tidak pernah menjadi bagian dari rencana kita.”

Dante mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri. “Kau salah, Nenek. Amara adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku. Dan aku tidak akan membiarkan kalian menghancurkannya lebih jauh.”

Dengan itu, ia berbalik meninggalkan mereka berdua. Hatinya penuh amarah, tetapi juga tekad. Ia tahu apa yang harus ia lakukan, melindungi Amara, apa pun risikonya.

Sementara di sisi lain, Amara Tengah mempersiapkan sebuah Progres bersama Nico, mengajarkan bocah itu tentang Kemandirian. Setiap hari Amara melatih Nco hal-hal kecil dan memberitahunya dengan sabar. Terkadang mereka juga belajar di taman.

Suatu pagi, di sudut taman keluarga Laurent, Amara duduk di atas bangku kayu dengan Nico di pangkuannya. Matahari pagi yang hangat menerpa wajah mereka, tetapi Amara tidak bisa mengabaikan rasa lemah yang merayap di tubuhnya. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya, tetapi ia tersenyum kecil, menyembunyikan kekhawatirannya dari bocah kecil itu.

“Nico, ayo kita mulai,” kata Amara dengan lembut, mengeluarkan pakaian Nico dari tas kecilnya.

Nico mengerutkan dahi, tidak mengerti. “Mulai apa, Ibu Mara?”

Amara tersenyum, mengusap kepala bocah itu. “Mulai belajar menjadi lebih mandiri, seperti kemarin lagi. Selain mengikat tali Sepatu, Ibu Mara ingin Nico juga tahu bagaimana caranya memasang baju sendiri.”

“Memasang baju sendiri?” Nico memiringkan kepalanya. “Di taman?” tanya bocah itu heran.

Amara mengangguk.

“Tapi aku mau Ibu Mara yang membantuku terus, sampai aku setinggi Papa Uncle” protesnya.

Amara terkekeh pelan. “Iya, tapi Nico anak pintar. Kalau Nico bisa sendiri, Ibu Mara akan sangat bangga.”

Nico tampak antusia. Lalu dengan perlahan, ia menunjukkan cara memakai kaos kecilnya, menarik celana pendek ke atas, hingga mengenakan kaus kaki. Beberapa kali Nico mengeluh dan meminta bantuan, tetapi Amara tetap mendukungnya dengan penuh kesabaran.

“Bagus sekali!” seru Amara ketika Nico akhirnya berhasil memasang kancing bajunya meskipun sedikit miring. “Lihat, Nico bisa melakukannya!”

Nico tersenyum bangga, memamerkan hasilnya kepada Amara. “Aku bisa, Bu!”

Amara mengangguk, tetapi senyum di wajahnya sedikit berat. Ia ingin Nico siap, seandainya suatu hari ia harus meninggalkan rumah ini, meninggalkan keluarga Laurent.

Setelah sesi belajar itu, Amara duduk di bawah pohon sambil mengawasi Nico bermain. Tubuhnya terasa lemas, dan ia memijat pelipisnya untuk meredakan rasa pening. Alessia yang kebetulan lewat membawa dua gelas air putih, lalu menghampirinya.

“Kau terlihat pucat,” komentar Alessia dengan nada khawatir, menyerahkan satu gelas kepada Amara.

Amara tersenyum tipis, mencoba meredakan kekhawatiran Alessia. “Aku baik-baik saja, Kak. Hanya butuh istirahat.”

“Kau terlalu keras pada dirimu sendiri,” kata Alessia, duduk di sampingnya. “Aku melihat bagaimana kau melatih Nico setiap hari. Tapi apa kau yakin itu untuknya, atau untuk dirimu?”

Pertanyaan itu membuat Amara terdiam sejenak. Ia memandang Nico yang sedang mengejar bola, tawa riangnya terdengar hingga ke tempat mereka duduk.

“Untuk kami berdua,” jawab Amara akhirnya. “Aku ingin dia siap menghadapi dunia tanpa harus bergantung pada siapa pun. Dan aku ingin memastikan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik sebelum …”

Bersambung…

1
Umi Barokah
bab 23..?
Umi Barokah
wah .. wah ... hai Dante....🤗 sini tak bujuk...
Umi Barokah
recommended sih. . bikin penasaran sama tokoh Amara akan ambil keputusan akhirnya gimana...
Shuyu: terima kasih supportnya..
total 1 replies
Umi Barokah
huuuuwwww.... ditunggu
Umi Barokah
nanti kalau ketahuan gawat si Amara ini
Umi Barokah
semangat kaka..
Shuyu: siip...
total 1 replies
Apaqelasyy
Perasaan campur aduk. 🤯
Shuyu: owke, nanti ku chek lagi ya buat perbaikan. btw makasih komen nya.
total 1 replies
edu2820
Makin penasaran dengan kelanjutannya!
Shuyu: siap siap episode selanjutnya kaka...insyallah up hari ini. makasih sdh baca.../Applaud/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!