Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadilah Wanitaku!
"Apa urusannya denganmu?" Kelvin melayangkan pertanyaan sinis pada lelaki yang tak lain adalah Sander.
Dia tidak suka dengan sikap Sander yang tiba-tiba memotong ucapannya, apalagi sejak tadi sepupunya itu tak mau mendukung. Sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya, seolah masalah yang menimpa bukanlah sesuatu yang serius. Gila!
Sementara itu, Sander hanya tersenyum tipis, sambil tetap melangkah mendekati Kelvin. Sebelumnya, dia telah berdiri lama di balik dinding penyekat, mendengarkan omongan Kelvin yang cukup keras. Dari sana dia tahu bahwa Vale adalah mantan kekasih Kelvin, wanita yang telah disia-siakan oleh kakak sepupunya itu. Sungguh, kejutan yang luar biasa. Indonesia-London, ternyata tidak seluas yang dia bayangkan.
"Memang tidak ada urusannya denganku, tapi dia adalah istrinya Paman. Jadi, kurasa kurang pantas kamu mengatakan itu," kata Sander.
Cukup emosi dia kala itu. Waktu lalu dia sempat mendengar orang tuanya menceritakan Kelvin, yang katanya mencampakkan kekasihnya karena kurang kaya. Sander tidak terima Vale diperlakukan demikian, dan lebih tidak terima lagi jika mereka kembali bersama. Masih baik bersama Riu dari pada Kelvin, tetapi lebih baik lagi ... bersama dirinya. Ya ... setidaknya berharap dulu.
Kelvin bangkit dengan kasar, lantas mendekati Sander dan berbisik di dekat telinganya, "Kamu tidak tahu pernikahan macam yang mereka jalani, juga tidak tahu bagaimana hubunganku dengannya dulu. Jadi, lebih baik kamu tidak usah ikut campur. Lebih baik pikirkan saja bagaimana cara membebaskan orang tua kita, itu lebih berguna."
Usai mengatakan kalimat tersebut, Kelvin melangkah pergi. Meninggalkan ruang makan dengan kedongkolan yang tidak terkira.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" Sander berbasa-basi.
"Tidak."
Sander tersenyum sendiri, lalu duduk di hadapan Vale.
"Aku tadi sempat mendengar obrolan kalian. Agak terkejut aku, ternyata mantannya Kelvin itu kamu."
Vale hanya bergumam pelan.
"Aku juga terkejut, ternyata ... yang menjadi suamimu adalah pamanku sendiri," kata Sander agak canggung.
Vale diam, hanya menatap sekilas lalu kembali menatap ponselnya.
"Vale, boleh aku tahu nomormu?" ujar Sander setelah cukup lama diam.
Vale tersenyum manis, "Boleh. Tapi ... mintalah sendiri pada Mas Riu. Dia yang hafal nomorku."
Jawaban Vale membuat Sander gelagapan, sampai tak bisa berkata-kata lagi. Bahkan, ia tetap diam meski Vale mulai bangkit dan pergi meninggalkan dirinya.
Ahh, kamu terlalu penakut, Sander.
________
Pukul 11.00 malam, Vale dan Riu sudah tiba di rumahnya. Namun, keduanya tidak langsung tidur, malah duduk-duduk di balkon kamar, menantang dingin angin malam yang siap menerpa.
Sebenarnya, itu adalah keinginan Riu. Sedangkan Vale hanya mengikuti karena ekspresi Riu tidak terlihat baik. Mungkin, Jason tadi mengatakan sesuatu yang membuatnya tak nyaman.
"Kamu tidak keberatan kan kalau aku merokok?" ujar Riu setelah hening beberapa menit.
Vale menggeleng sambil tersenyum lebar. Lantas, memandang jeli wajah Riu yang lebih berkharisma ketika menyulut sebatang rokok. Terlebih ketika kepulan asapnya mulai keluar dari bibir, Vale nyaris terpesona dibuatnya. Sampai-sampai pikiran yang jernih ternodai oleh bayang-bayang ciuman yang cukup memabukkan. Sial!
"Vale!" panggil Riu.
"Hmmm."
"Apa kamu sudah tahu apa maksud ucapanku tadi sore?"
Vale menatap ragu. Dia tak berani mengutarakan apa yang ia pikirkan, takut jika nanti salah dan malah menyinggung perasaan Riu.
"Kemari!" Riu menepuk pangkuannya.
Vale terkejut. Walau dalam hati senang melakukannya, tetapi rasa malu yang lebih mendominasi. Hingga akhirnya, dia tetap terpaku di tempat tanpa memberikan tanggapan apa pun.
"Ada banyak hal yang ingin kukatakan. Kemarilah!" Riu mengulangi perintah.
"Apa tidak bisa dengan begini saja?" tanya Vale sambil menautkan jemarinya.
"Tidak."
"Tapi___"
"Kemarilah!"
Meski suaranya tetap pelan, tetapi tatapan Riu mengandung sesuatu yang membuat Vale tak bisa menolak. Alhasil, ia pun kembali mengulang pose tadi sore—duduk di pangkuan Riu.
"Ada apa?" tanya Vale dengan gugup.
Riu tak langsung menjawab. Terlebih dahulu meraih pinggang Vale dan memeluknya dengan erat, hingga tubuh keduanya saling merapat. Sementara tangan satunya ia gunakan untuk menggamit rokok, yang masih setia mengepulkan asap.
"Kalau aku memintamu untuk tetap menjadi istriku dan jangan pernah meminta cerai. Apa kamu bisa?"
Vale menunduk, "Tergantung."
"Tergantung apa?"
"Tergantung alasanmu. Kenapa meminta itu." Suara Vale makin pelan.
"Kalau aku menjawab cinta. Apa itu sudah cukup?"
Vale mendongak dengan cepat, menatap mata hazel Riu yang berada tepat di hadapannya. Sejenak Vale berusaha menyelami mata itu. Namun, tak menemukan apa pun, malah dirinya yang nyaris tenggelam dalam kemelut yang bersarang di sana.
"Pernikahan kita masih bisa dihitung hari. Tidak mungkin kamu mencintaiku," kata Vale dengan gemetaran, terbawa detak jantung yang tidak karuan.
"Pandangan pertama saja bisa membuat seseorang jatuh cinta, apalagi pernikahan yang sudah berhari-hari. Dan aku ... benar-benar mencintaimu."
"Apa buktinya kalau kamu memang mencintaiku?"
"Aku memberitahu kamu tentang rahasia terbesarku. Apa yang kumaksud dalam ucapanku sore tadi sama seperti yang kamu pikirkan, Vale. Dan ini ... hanya kamu dan Baron yang tahu. Bahkan, Papa pun tidak tahu itu."
Jawaban Riu membuat Vale kesulitan bernapas, saking terkejutnya.
Belum sempat ia bertanya lagi, tiba-tiba Riu sudah mengangkat tubuhnya. Membawanya dalam gendongan dan meninggalkan balkon kamar. Vale menjerit kaget, lalu spontan mengalungkan tangannya di leher Riu.
Lelaki itu tersenyum lebar. Kebanggaan tersendiri baginya ketika melihat Vale meringkuk dalam pelukannya.
"Setelah masalah ini tuntas, aku akan membawa hubungan kita ke publik. Kamu juga tidak perlu malu lagi memiliki suami yang lumpuh, karena jika tiba waktunya aku akan menunjukkan ke mereka kondisiku yang sebenarnya. Vale, jadilah wanitaku selamanya!" ujar Riu, sebelum kemudian merebahkan tubuh Vale di atas ranjang.
Bersambung...