"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Debaran
"Kamu baik-baik aja?"
Dengan cepat Zahira melepaskan pelukan di pinggang Tristan. Gara-gara makhluk halus, dia sampai memeluk Tristan dengan erat dan hal itu sukses membuat jantungnya berdendang lebih cepat. Zahira merapihkan rambutnya untuk menghilangkan kegugupannya.
"Kamu baik-baik aja?" ulang Tristan.
"Iya, makasih udah nolong aku."
"Maksudnya mau merasuki kamu, makhluk itu mau masuk ke badanmu?"
"Iya."
"Apa kamu pernah dirasuki?"
"Ngga pernah tapi badanku pasti lemas kalau mereka maksa masuk seperti tadi."
"Kalau gitu kita pulang aja sekarang."
Tristan tak tega juga melihat wajah Zahira yang sedikit pucat. Pria itu segera membayar pesanannya dan pesanan Zahira lalu mengajak gadis itu pulang. Tristan membantu Zahira berdiri kemudian membawanya ke motor. Tristan bahkan memakaikan helm ke kepala gadis itu.
Selesai memakai helmnya, Tristan menaiki tunggangannya. Zahira segera duduk di belakang Tristan dan kendaraan roda dua itu segera melaju. Tristan menarik tangan Zahira, mengarahkan gadis itu untuk memeluk pinggangnya. Dia takut kalau Zahira terjatuh saat dibonceng olehnya. Tanpa ada penolakan, Zahira memeluk pinggang Tristan karena memang tubuhnya benar-benar lemas. Dia menyandarkan kepalanya ke punggung Tristan.
Tidak ada pembicaraan selama perjalanan pulang, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Lima belas menit kemudian motor yang ditunggangi Tristan sampai juga di kediaman Tamar. Mobil Aditya nampak sudah terparkir di pekarangan rumah. Zahira melepaskan pelukannya lalu turun dari motor. Dilepaskannya helm dari kepalanya. Tristan pun ikut turun. Tanpa membuka helmnya, pria itu mengantarkan Zahira sampai ke depan pintu rumah.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Terdengar suara Stella dari dalam rumah. Tak lama kemudian pintu rumah terbuka. Wajah Stella yang penuh dengan senyuman menyambut kepulangan anak perempuannya dan juga calon menantunya.
"Malam Bu."
"Malam."
Zahira mencium punggung tangan Stella disusul oleh Tristan. Karena masih lemas, Zahira langsung mendekati sang Mama lalu memeluk lengannya.
"Terima kasih Tristan, sudah menjemput Zahi."
"Sama-sama, Bu."
"Ayo masuk dulu. Sudah makan belum?"
"Udah, Bu. Makasih."
"Atau mau ngopi? Ngeteh juga boleh."
"Ngga usah, Bu. Makasih. Saya mau langsung pulang aja."
"Ngga mau temu kangen dulu sama Adit?"
"Tiap hari juga ketemu sama Adit."
"Oh iya."
Zahira memutar bola matanya melihat Mamanya yang berusaha menahan Tristan lebih lama. Dia menyenggol lengan Stella. Lewat isyarat mata, dia meminta Stella untuk melepaskan Tristan.
"Kalau begitu saya pulang dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Jangan kapok nganterin Zahi pulang ya."
Hanya senyuman saja yang diberikan oleh Tristan. Pria itu menaruh dulu helm yang dipakai Zahira ke bagasi motor lalu menaiki tunggangannya. Stella masih terpaku di tempatnya, menunggu motor Tristan meninggalkan rumah. Setelah motor Tristan tak terlihat, Stella masuk ke dalam rumah sambil memeluk bahu anaknya.
Tristan melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Dia ingin secepatnya sampai di kost-an. Tubuhnya benar-benar terasa lemah dan meminta diistirahatkan dengan benar. Selama lembur di kantor, pria itu hanya tidur dalam posisi duduk sambil merebahkan kepalanya ke atas meja.
Tak butuh waktu lama, Tristan sampai juga di kost-an. Pria itu memasukkan motor ke garasi lalu naik ke lantai dua. Pria itu membuka pintu kamarnya lalu melangkah masuk. Kamar yang ditempati Tristan tidak seluas yang ditempati Jiya. Di dalamnya juga hanya ada kasur double bed, lemari dan meja tulis saja. Tidak ada AC di kamarnya. Tapi tetap memiliki kamar mandi di dalam. Tristan menaruh kunci motor di atas meja kemudian meraih handuknya dan masuk ke kamar mandi.
Selesai mandi, pria itu menunaikan shalat isya lebih dulu. Usai merapihkan peralatan shalat, Tristan mematikan lampu kamar lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Pria itu belum bisa langsung memejamkan matanya. Pikirannya melayang ketika Zahira memeluknya di kios nasi goreng dan selama perjalanan pulang. Tak dapat dipungkiri, jantung Tristan pun tidak aman ketika Zahira memeluknya.
Di tempat berbeda, Zahira juga sudah berada di atas kasurnya. Gadis itu pun masih belum bisa memejamkan matanya. Tanpa sadar senyum tersungging di bibirnya ketika mengingat bagaimana Tristan menarik tangannya untuk memeluk pinggangnya. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya karena malu sendiri. Tristan adalah pria pertama di luar keluarganya yang membuatnya merasa nyaman dan tenang ketika berada di dekatnya.
***
Jiya merapihkan penampilannya di depan cermin. Wig rambut keriting seperti mie sudah terpasang rapi di kepalanya. Tahi lalat juga sudah dibuat di atas bibirnya. Hanya tinggal memakai kacamata tebalnya saja. Tangan Jiya bergerak ketika mendengar ponselnya berdering. Nampak nama sang pemanggil adalah Mama. Dengan cepat gadis itu menjawab panggilannya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Kamu jam berapa sampai Bandung?"
"Dari jam sepuluh juga udah sampai Bandung, Ma."
"Kenapa ngga kabari Mama? Kanu tuh senang banget buat Mama khawatir. Mana hape kamu ngga bisa dihubungi."
"Maaf, Ma. Hapeku habis batere. Kemarin juga aku ngalamin kejadian ngga menyenangkan."
"Kejadian apa?"
Jiya pun menceritakan apa yang dialaminya kemarin. Kejadian mengejutkan yang dialaminya tak lama setelah dirinya menjejakkan kakinya di kota Bandung. Gadis itu juga menceritakan polisi yang sukses membuatnya kesal.
"Aduh.. kamu tuh ada-ada aja sih. Makanya Mama bilang juga ngga usah jauh-jauh kerja di Bandung. Ternyata di sana malah rawan kejahatan."
"Yang namanya kejahatan pasti ada di mana-mana, Ma. Pokoknya Mama tenang aja, aku bakal jaga diri baik-baik. Aku juga bawa alat untuk melindungi diri. Tapi aku mau latihan bela diri juga sih. Pokoknya Mama ngga usah khawatir. Oh ya, Papa mana?"
"Ada nih di dekat Mama."
"Aku mau ngobrol dong dengan Papa."
Suara Arini tidak terdengar lagi. Wanita itu memberikan ponselnya pada suaminya. Baskara menyeruput dulu kopinya, baru kemudian berbicara dengan sang anak.
"Iya, sayang. Ada apa?"
"Pa.. apa lagi ada masalah di perusahaan Papa?"
"Ngga. Emangnya kenapa?"
"Kemarin pas di kantor polisi, aku dengar mereka sempat sebut Sentinel. Kayanya mereka lagi menyelidiki sesuatu. Perusahaan tempat Papa kerja ngga melakukan aktivitas ilegal kan?"
"Ngga, kamu tenang aja. Memang posisi sempat datang ke kantor. Mereka sedang menyelidiki kasus pembunuhan."
"Kok bisa datang ke sana?"
"Pin perusahaan ditemukan di TKP. Tapi di kantor, ngga ada yang lapor kehilangan pin. Papa juga ngga tahu kenapa pin perusahaan bisa ada di TKP."
"Ya kali aja ada yang ngga lapor."
"Mungkin. Udahlah kamu ngga usah ikut campur yang bukan urusan kamu. Baik-baik aja kamu di sana ya."
"Iya, Pa. Udah dulu ya, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Setelah panggilan berakhir, Jiya memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Dia sudah siap untuk berangkat ke kantor J&J Entertainment untuk wawancara. Sebelum pergi, gadis itu memakai kacamata tebalnya lebih dulu. Setelah yakin penampilannya tidak ada yang kurang, Jiya segera keluar dari kamar. Gadis itu menuruni anak tangga. Ketika berada di lantai dua, dia berpapasan dengan Tristan.
"Pagi Pakpol," sapa Jiya.
"Kamu jadi kost di sini?"
"Jadi dong. Makasih ya, Pak. Tempat kost-nya bagus banget."
"Sama-sama."
"Oh iya, Bapak bisa kasih tahu ngga, di sini kalau mau latihan beladiri di mana ya?"
"Saya juga baru di sini. Nanti coba saya tanya ke teman saya."
"Maksudnya teman yang kemarin itu? Yang bareng Bapak?"
"Iya."
"Ngga usah deh, Pak. Saya malas kalau ngobrol sama dia. Bawaannya pengen lempar panci aja ke dia."
"Hahaha.."
Jiya segera menuruni anak tangga dengan cepat. Tristan mengikuti dari belakang. Pria itu juga harus secepatnya sampai di kantor. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar dari Aditya tentang hasil penyelidikan pria itu akan latar belakang pegawai Sentinel. Saat dirinya sedang menyiapkan sepeda motor, sebuah mobil berhenti di depan kost-an. Jiya segera menaiki mobil tersebut dan tak lama setelahnya, mobil meluncur pergi.
Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk sampai di kantor J&J Entertainment. Lewat lamaran yang dikirimkan, Jiya langsung lolos selesai administrasi. Dia juga berhasil menyelesaikan tes tertulis yang dijalani secara online. Sekarang tiba untuknya melakukan wawancara. Sudah ada beberapa pelamar yang mengantri untuk wawancara.
Gadis itu menarik nafas panjang ketika memasuki ruangan untuk interview. Dia duduk di sebuah kursi, berhadapan dengan empat orang yang akan mewawancarainya. Otak Jiya yang encer membuat gadis itu bisa menjawab semua pertanyaan. Apalagi dia juga memiliki pengalaman berorganisasi yang cukup. Jiya cukup puas dengan hasil wawancaranya. Hanya tinggal menunggu keputusan saja.
Pintu ruangan Dipa terketuk dan tak lama kemudian masuk salah satu pegawainya. Pegawai itu yang tadi mewawancarai Jiya. Pria itu hendak melaporkan hasil wawancara untuk perekrutan pegawai baru. Dari 25 orang yang mengikuti wawancara, hanya 10 orang saja yang diterima, salah satunya adalah Jiya.
"Tapi ada sedikit masalah, Pak."
"Masalah apa?"
"Sepertinya pelamar bernama Jiya bukan orang yang sebenarnya."
"Maksudnya?"
"Penampilannya tidak sesuai dengan foto di KTP-nya. Tapi dari keseluruhan pelamar, dia yang terbaik."
"Panggil dia ke ruangan saya."
"Baik, Pak."
Setelah selesai dengan laporannya, pria itu segera keluar dari ruangan Dipa. Dia langsung menuju Jiya yang masih menunggu hasil wawancara. Bukan hanya Jiya, tapi semua pelamar yang mengikuti wawancara masih berada di sana. Pengumuman perekrutan pegawai akan langsung dilakukan hari ini juga.
Jiya berdiri ketika namanya dipanggil. Gadis itu berdebar tak karuan ketika diberi tahu kali pimpinan J&J Entertainment ingin langsung bertemu dengannya. Pegawai yang mengantar Jiya ke ruangan Dipa segera mengetuk pintu lalu mempersilakan Jiya masuk setelah mendengar suara Dipa. Mata Jiya langsung tertuju pada pria berusia empat puluh tahunan yang duduk di belakang meja kerja. Walau usianya sudah matang, namun ketampanan tetap terpancar di wajahnya. Dipa menggerakkan tangannya meminta Jiya untuk duduk.
"Siapa namamu?" tanya Dipa.
"Jiya, Pak. Jiya Calista Maharani."
"Apa itu namamu yang sebenarnya?"
***
Hari ini cuma up 1 aja ya😉
gading udh melebarkan sayap nya ke bangdung juga..
makin deket ni teka teki ke bongkar😁🤭🤭 dan cheryl giliran mu selanjut nya🤭🤭🙏✌️