Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 31
Mita merasa puas dengan seporsi soto yang dia habiskan sampai seluruh kuahnya tak bersisa.
Kemudian Rizal mengajaknya berkeliling sekitar kawasan itu. Sekedar melihat suasana malam dan orang-orang dengan aktivitasnya masing-masing.
Mita melirik jam tangannya, sudah lumayan larut.
"Sebaiknya antar aku pulang sekarang. Ini sudah mulai larut, aku takut nanti Papa jadi khawatir", ujarnya.
"Beliau gak mungkin khawatir, orang kamu perginya sama aku kok", ucap Rizal.
"Justru itu yang bisa buat dia khawatir. Mana mungkin dia tenang kalau aku dibawa seorang laki-laki pergi sampai larut malam begini", sahut Mita mulai merasa gelisah.
"Khawatir kenapa? Memangnya salahnya dimana? Kalau kau kubawa menginap di hotel pun, dia pasti tidak keberatan", ucap Rizal enteng.
Mita terbelalak mendengarnya.
"Berhenti! Stop.. stop! Aku bilang stop!", jerit Mita seraya memukul-mukul punggung Rizal.
Begitu Rizal berhenti, Mita langsung turun. Dilepasnya jaket dan helmnya dengan wajah murka, kemudian menyetop taksi yang kebetulan lewat lalu segera masuk ke dalamnya.
"Mita! Mit! Berhenti!", tapi sayangnya sopir taksi itu tak mengindahkan Rizal dan lebih memilih mengikuti perintah penumpangnya.
Akhirnya Rizal hanya bisa mengikuti taksi itu dari belakang.
Mita yang melihat itu menjadi tambah kesal kemudian meminta sopir taksi untuk memperingatkan Rizal.
Mita yang memperhatikan dari dalam taksi bingung ketika sopir itu malah mengangguk-angguk saat Rizal mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. Uang kah?
Sopir itu kemudian kembali ke kursi kemudi dan bertanya.
"Maaf, nama anda Armita Atmadja?", tanya sopir itu.
Mita bingung dengan pertanyaan itu.
"I..ya, betul", jawab Mita ragu.
"Kalau begitu berarti tidak masalah", sahut sopir itu kemudian kembali melajukan taksinya.
Mita tak mengerti apa maksud dari sopir itu.
Rizal mengikuti hingga akhirnya taksi itu sampai di halaman rumah Mita. Setelah Mita masuk ke dalam baru dia melajukan motornya lagi ke tempat lain.
"Kurang ajar! Kenapa baru sekarang ketahuan belangnya?!", jerit Mita dengan kesal.
Ibrahim yang sedang duduk sambil memainkan tabletnya bingung melihat Mita.
"Kamu kenapa? Kok bicara kasar begitu? Mana Rizal?", tanya Ibrahim.
"Pa! Batalkan lamaran tadi. Ternyata dia laki-laki brengsek", sahut Mita tak mampu menyembunyikan amarahnya.
Matanya pun sudah mulai berkaca-kaca.
"Kamu bicara apa sih?", Ibrahim masih belum mengerti.
"Masa dia bilang, kalau Papa gak akan keberatan kalau aku dia ajak pergi sampai larut malam, bahkan menginap di hotel. Pa.. dia sudah keterlaluan. Bicaranya melecehkan Mita Pa..", akhirnya Mita menangis.
Ibrahim menggelengkan kepalanya.
"Salahnya dimana Mit? Dia bukan mengajak isteri orang kan? Apa salahnya kalau dia menginap di hotel dengan isterinya sendiri hah?", ucap Ibrahim.
Mita sontak terdiam.
"Papa bicara apa sih? Kenapa ikutan ngawur?", protes Mita.
"Siapa isterinya siapa? Kan baru lamaran Pa...", sambungnya gemas dengan sikap Ibrahim.
"Ya kamu isterinya Rizal. Bukannya tadi sudah resmi akad nikah di rumah ayahmu? Papa lihat sendiri kok. Saksinya bilang sah! Ya sudah, berarti kalian sudah suami isteri", sahut Ibrahim.
Mita melongo, pikirannya seolah buntu.
"Bukannya tadi kamu bilang minta dinikahkan sama Rizal lewat telpon sama ayahmu? Ya sudah, habis itu dia nikahkan kamu sama Rizal. Selesai", sambung Ibrahim.
"Jadi... Jadi kami sudah nikah Pa?", tanya Mita masih tak percaya.
Ibrahim hanya mengangguk.
"Aah... Papa! Kenapa tidak beritahu aku kalau aku sudah jadi isterinya Rizal..", sambungnya panik.
Kemudian seperti tersadar, dia berlari keluar rumah. Tapi sayang yang dia cari sudah tidak ada. Mita merasa kakinya lemas kemudian terduduk di teras.
"Dasar orang gila, kenapa dari tadi dia diam aja. Bukannya ngasih tahu juga...", ucapnya, lalu menutup mulutnya karena baru sadar kalau yang di kutuk itu sudah jadi suaminya.
Kemudian dia terdiam. Lalu tersenyum. Lalu memejamkan mata seraya menggeleng. Lalu memukul-mukul lantai. Ternyata dia sendiri yang sudah gila.
**********
"Assalamualaikum..", ucap Rizal.
Terdengar sahutan salam dari dalam rumah, kemudian pintunya terbuka.
"Lho Bang, kenapa ke sini?", tanya Zaki bingung.
"Aku numpang nginap ya, malas pulang ke asrama", sahut Rizal seraya masuk kemudian merebahkan tubuhnya di sofa yang terlalu pendek untuk ukuran tubuhnya.
"Terus Mbak Mita nya?", tanya Zaki lagi.
"Ya di rumahnya", jawab Rizal.
"Aduh, kacau nih! Bang, ini malam pernikahanmu Bang, malam pertama... Kenapa malah jauh-jauhan sih?", sahut Zaki tak mengerti.
"Sudah, diam! Masuk sana! Sekalian matikan lampunya, aku mau tidur", perintahnya.
Zaki hanya bisa cemberut lalu mengerjakan apa yang diperintahkan Rizal.
Rizal tak bisa langsung tidur. Siapa sangka wanita sombong itu kini adalah isterinya. Beberapa puluh menit kemudian baru dia bisa tertidur.
Esok harinya setelah pulang dari sholat subuh di musholla komplek, Rizal kaget mendapati mobil Mita sudah parkir di depan halaman rumah Zaki.
"Assalamualaikum", Rizal masuk ke dalam rumah itu.
Di ruang tamu sedang duduk Zaki dan juga Mita.
Mita terlihat salah tingkah dan tak berani menatap Rizal.
"Aku permisi ke dalam dulu Mbak", ucap Zaki berdiri, tapi kepergiannya keburu ditahan Rizal.
"Sejak kapan kau punya mulut besar hah? Tak bisa dipercaya", bisiknya pada Zaki.
"Maaf Bang, saya mau ke dalam dulu. Mau siap-siap berangkat kerja", Zaki kemudian segera melarikan diri dari situ.
Rizal masih berdiri sementara Mita masih duduk menunduk dan terlihat tak nyaman.
"Sudah sarapan?", tanya Rizal.
"Eng.. belum", sahut Mita sungkan.
"Ayo", ajak Rizal seraya menuju keluar rumah kemudian menghidupkan motornya.
Mita segera mengikutinya dan memakai helm yang diulurkan Rizal.
Tanpa diperintah, Mita kemudian duduk di belakang Rizal dan memegang pinggang Rizal. Rizal kaget, tapi berlagak tak peduli.
"Kita ke asrama dulu", ucap Rizal lalu melajukan motornya.
Alin yang menunggu dalam mobil hanya menatap tanpa ekspresi saat Mita melewatinya seraya melambaikan tangan.
Perjalanan dengan motor itu terasa menyenangkan bagi Mita walau tanpa obrolan sedikitpun. Mungkin rasa sungkan dan malu masih menahan mereka. Akhirnya mereka lebih memilih untuk menikmati momen daripada bicara yang ujung-ujungnya malah membuat keduanya perang mulut lagi.
Sampai di asrama, beberapa rekan Rizal sesama anggota polisi jadi heboh melihatnya membawa seorang perempuan cantik dengan penampilan high class.
"Bang, gak salah lihat nih?! Sudah khatam jadi jomblo ya?", usil salah seorang dari mereka diikuti oleh tawa yang lain.
Rizal tak menanggapi, ia langsung menuju ke unitnya.
"Aku mau mandi dulu, kamu tunggu aja di sini", suruhnya pada Mita yang mengangguk dan duduk di kursi teras.
Setelah Rizal masuk ke dalam, rekan-rekan Rizal langsung menghampiri Mita.
"Pacarnya Bang Rizal ya Mbak?", tanya salah satunya.
Mita mengangguk pelan, sungkan untuk menerangkan.
"Sudah berapa lama pacarannya?", sambungnya lagi.
"Eng.. dari... tadi malam", sahut Mita bingung dengan jawabannya sendiri.
Yang bertanya pun ikut bingung. Pikiran mereka sudah liar kemana-mana, karena pagi-pagi sekali Rizal sudah membawa pacar barunya ke sini. Apa mereka bersama sepanjang malam? Tapi itu bukan sifat Rizal yang mereka kenal.
"Kenalnya dimana Mbak?", tanya yang lain.
"Ehm... Kantor polisi", sahut Mita jujur.
Mereka kembali curiga. Jangan-jangan wanita ini kena kasus kriminal lalu memikat Rizal supaya menutup kasusnya. Tapi itu juga bukan sifat Rizal yang mereka tahu.
Mereka kini jadi enggan bertanya macam-macam lagi, takut mendapat jawaban yang semakin di luar dugaan.
Akhirnya mereka permisi dan memilih kembali ke unitnya masing-masing untuk bersiap berangkat kerja.
Tak berapa lama kemudian Rizal keluar dari pintu dengan memakai seragam dan rambut yang sudah tersisir rapi. Hati Mita jadi lemas melihat pemandangan di depannya.
"Ayo", ajaknya.
Kembali Mita naik motor itu dan memegang erat pinggang Rizal, atau...lebih erat dari yang tadi?
Aroma parfumnya membuat Mita semakin melayang. Rasanya ia ingin memeluk punggung suaminya dan bersandar lama di situ. Ya, lelaki menawan ini adalah suaminya! Mita bersorak dalam hati. Yey...
Mereka sarapan di salah satu warung nasi uduk. Setelah memilih meja, seorang pelayan pria datang menghampiri mereka untuk menyuguhkan dua gelas teh hangat.
"Nasinya dua", ucap Rizal yang diangguki pelayan itu.
Beberapa menit kemudian, dua piring nasi uduk sudah tiba di hadapan mereka.
"Ayo dimakan", suruh Rizal.
Mereka makan dalam diam. Sesekali Mita mencuri pandang pada Rizal.
"Maaf", tiba-tiba terdengar Mita bicara.
"Maaf kenapa?", sahut Rizal tanpa melihatnya.
"Tadi malam", ucap Mita lagi.
"Papa baru ngasih tahu pas aku sudah sampai rumah", sambungnya.
"Jadi sebelumnya kamu belum tahu?", tanya Rizal kini paham dengan sikap Mita.
"Ya bagaimana aku bisa tahu kalau gak ada yang ngasih tahu?", protes Mita.
"Kukira kamu sudah tahu, makanya tadi malam aku berani ngomong gitu", Rizal tak mau kalah.
"Ya harusnya kamu ngerti dong, aku bersikap seperti itu karena memang gak tahu", Mita masih bertahan.
"Maksudnya, andai tadi malam sudah tahu, kamu gak akan keberatan diajak nginap di hotel, gitu?", serangan telak dari Rizal, Mita terkapar.
Mita meradang mendengarnya, hendak berdiri dari kursinya tapi tangannya ditahan oleh Rizal.
"Maaf", ucap Rizal seraya tersenyum menang.
Mita meleleh melihat senyuman itu. Senyuman pertama yang dilihatnya dari Rizal.
Walau gengsi, Mita akhirnya kembali duduk dan meneruskan makannya.
"Eeh.. Mas Rizal. Lama gak ke sini. Sekalinya datang, malah bawa cewek cuantik. Pacarnya ya?", seorang wanita paruh baya menyapa mereka.
"Isteri saya Bu", jawab Rizal.
"Ha? Isteri? Sudah nikah to? Oalah... Kok aku ndak tahu yo? Pantesan kemarin-kemarin mau dijodohin sama Rini kok ya cuek", sahut wanita itu yang merupakan pemilik warung.
"Rin, Rini. Iki lo, Mas Rizal ternyata sudah punya isteri", ucapnya sambil tertawa kecil pada kasir wanita yang duduk di sudut warung.
Yang dipanggil cuma tersenyum tipis, sekilas menatap pada Mita kemudian menunduk.
"Yo wis. Tak tinggal dulu yo", ujarnya sambil tersenyum lebar lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Mita kembali melirik ke arah kasir. Lumayan cantik. Kalau Rizal langganan makan di sini, sudah pasti mereka sering ketemu. Bagaimana kalau selama ini mereka memang saling suka. Tapi karena ulah Papanya, Rizal terpaksa malah menikah dengannya.
Mita mulai berpikiran macam-macam.
Kemudian dia melihat lagi ke arah meja lain, seorang perempuan bersama temannya tengah makan dan terlihat berkali-kali melirik ke arah Rizal.
Dan itu juga, seorang pelayan wanita yang sepertinya selalu berdiri di tempat yang berhadapan langsung dengan mejanya, matanya terus menerus tertuju pada Rizal.
Hatinya geram dan ini menjadi aneh. Kenapa kini dia merasa kalau setiap wanita muda adalah musuhnya?
Bagus...