seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Patah Hati yang Tak Terduga
Setelah pertemuan yang tegang dengan Maya, Lieka berusaha untuk mengalihkan pikirannya dengan fokus pada proyek yang sedang dikerjakan. Namun, tidak ada yang lebih sulit daripada melepaskan perasaan yang mengganggu di dalam hatinya. Dia merasa lelah dengan semua drama yang terjadi, tetapi dalam hatinya, dia juga merindukan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh Tanier.
Di tengah kesibukannya, Lieka tidak menyadari bahwa Tanier juga sedang mengalami dilema yang sama. Meski selalu ada untuk mendukung Lieka, ia juga merasa tertekan oleh situasi yang tidak menentu. Tanier berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya, tetapi kehadiran mantan pacarnya, Sundari, yang tiba-tiba muncul kembali, membuatnya bimbang.
Sundari kembali ke kota dengan tujuan untuk merusak hubungan Tanier dan Lieka. Dia mengirimi Tanier pesan-pesan yang penuh harapan dan kenangan, mencoba mengingatkan Tanier tentang cinta mereka di masa lalu. Tanier terjebak dalam perasaannya sendiri; di satu sisi, ia merindukan kenangan yang indah, dan di sisi lain, ia tahu bahwa ia harus memilih untuk bertahan di samping Lieka.
Suatu malam, setelah seharian bekerja keras, Lieka memutuskan untuk mengundang Tanier makan malam di apartemennya. Dia ingin menunjukkan rasa syukurnya atas semua dukungan Tanier selama ini. Namun, saat Tanier tiba, dia bisa merasakan ketegangan yang berbeda dari biasanya.
“Kenapa kau tampak cemas?” tanya Lieka saat mereka duduk di meja makan yang didekorasi dengan indah.
Tanier mengalihkan pandangannya, mencoba tersenyum. “Tidak ada, hanya sedikit lelah,” jawabnya, meski suaranya terdengar tidak meyakinkan.
“Tan, kita bisa berbicara jujur satu sama lain, kau tahu itu. Jika ada sesuatu yang mengganggumu, katakan saja,” pinta Lieka, khawatir dengan keadaan Tanier.
Akhirnya, Tanier mengambil napas dalam-dalam. “Sundari, mantan pacarku, kembali ke kota. Dia mengirimiku pesan dan…” kata-katanya terhenti, menunggu reaksi Lieka.
Mendengar nama Sundari membuat hati Lieka bergetar. “Apa yang dia inginkan?” tanyanya, berusaha tetap tenang.
“Dia hanya ingin berbicara. Dia mengingatkan kami tentang masa lalu, dan jujur, itu membuatku bingung,” jelas Tanier, melihat mata Lieka yang mulai bersinar dengan kekecewaan.
Lieka merasakan kepedihan di dalam hatinya. “Jadi, kau ingin bertemu dengannya?” tanyanya, nada suaranya bergetar.
“Tidak, aku tidak ingin. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku,” jawab Tanier, jujur. “Ini membuatku merasa bingung antara perasaan lama dan apa yang kita miliki sekarang.”
Lieka berusaha menahan air mata. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul membuatnya merasa rentan. Dia tidak ingin Tanier melihatnya lemah, tetapi perasaannya begitu kuat. “Tan, aku… aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku tidak ingin menjadi orang yang menghalangimu dari kebahagiaanmu. Jika kau merasa ada yang belum selesai, aku akan mengerti.”
Tanier meraih tangan Lieka. “Jangan bicara seperti itu. Apa yang kita miliki adalah sesuatu yang istimewa. Aku hanya butuh waktu untuk memikirkan semuanya,” ungkapnya, matanya menunjukkan kebingungan dan kesedihan.
Dengan perasaan yang campur aduk, Lieka berdiri dan pergi ke jendela, menatap keluar. Dia merasa terjebak di antara cinta dan ketakutan kehilangan. Saat itu, dia tahu bahwa hubungan mereka sedang diuji. “Aku tidak ingin menahanmu, Tan. Jika kau merasa perlu untuk bertemu dengannya, aku tidak bisa menghalangimu,” ucapnya, suaranya bergetar.
“Lieka, bukan itu yang ingin kukatakan. Aku mencintaimu, dan aku ingin berjuang untuk kita. Aku hanya… bingung,” jawab Tanier, meraih lengan Lieka dan menariknya kembali.
Saat Tanier menariknya mendekat, Lieka bisa merasakan kehangatan tubuhnya, tetapi perasaan pahit di dalam hatinya tidak bisa diabaikan. “Aku takut, Tan. Takut akan kehilanganmu,” ucapnya, air matanya akhirnya mengalir.
Tanier mengelus wajah Lieka dengan lembut. “Kau tidak akan kehilangan aku. Aku berjanji, aku akan selalu ada untukmu. Mari kita hadapi ini bersama,” katanya, berusaha menguatkan Lieka.
Namun, saat mereka berpelukan, perasaan Lieka tetap hancur. Dia merasa seolah dunia di sekelilingnya runtuh, dan dia tidak tahu apakah dia bisa mempercayai janji Tanier sepenuhnya.
Di malam yang sunyi itu, Lieka dan Tanier berjuang dengan perasaan masing-masing. Meskipun mereka saling mencintai, bayang-bayang masa lalu dan ketidakpastian masa depan menghantui hubungan mereka. Tanpa mereka sadari, ketegangan yang terpendam akan segera meledak menjadi masalah yang lebih besar.
Setelah Tanier pergi, Lieka duduk sendirian di apartemennya. Dia merasa kesepian, meski di sekelilingnya ada segalanya. Pikirannya terus berputar pada kata-kata Tanier dan bayangan Sundari. Dia tahu bahwa hubungan mereka harus lebih kuat dari sekadar cinta; mereka harus bisa saling percaya dan berkomunikasi dengan jujur.
Namun, perasaan patah hati itu terus menghantuinya. Mungkinkah hubungan ini akan bertahan? Apakah dia cukup kuat untuk menghadapi ancaman dari masa lalu dan menantang ketidakpastian yang datang? Dia tidak tahu jawabannya.
Keesokan harinya, Lieka bangun dengan rasa berat di dadanya. Setiap kali dia mengingat percakapan semalam dengan Tanier, hatinya terasa perih. Dia merasakan kerinduan yang mendalam akan kehadiran Tanier, tetapi juga ketakutan yang tak terhindarkan terhadap masa lalu yang mengintai.
Sepanjang hari, Lieka berusaha fokus pada pekerjaannya. Dia memimpin rapat dengan tim manajemennya, tetapi pikirannya terus melayang. Saat dia menjelaskan strategi pemasaran baru, wajah Tanier muncul dalam benaknya—senyumnya, tawanya, dan bagaimana dia selalu bisa membuatnya merasa lebih baik, bahkan di tengah tekanan.
Di tengah rapat, ponselnya bergetar. Dengan hati-hati, dia melihat layar ponselnya dan melihat pesan dari Tanier. “Lieka, aku minta maaf atas kemarin. Aku ingin bicara lebih lanjut tentang kita. Bisakah kita bertemu malam ini?”
Lieka merasa sedikit lega membaca pesan itu, tetapi ketakutan mulai menyelimuti pikirannya lagi. Dia tahu pertemuan itu akan menjadi sangat penting, dan dia harus mempersiapkan dirinya untuk apapun yang mungkin terjadi.
Setelah rapat selesai, Lieka kembali ke kantornya dan mencoba menenangkan diri. Dia memilih untuk mengambil langkah proaktif; jika Tanier ingin berbicara, dia juga perlu menyampaikan perasaannya yang sebenarnya. Dia tidak ingin menyembunyikan apapun.
Malam tiba, dan mereka sepakat untuk bertemu di restoran kecil yang menjadi favorit mereka. Saat Lieka memasuki restoran, dia melihat Tanier sudah duduk di sudut, tampak gelisah. Dia mengenakan kemeja yang membuatnya terlihat lebih tampan dari biasanya, tetapi ada bayangan ketegangan di wajahnya.
“Lieka,” sapa Tanier dengan suara lembut saat dia mendekat.
“Tan, terima kasih sudah mau bertemu. Aku… aku merasa kita perlu membahas semuanya,” jawab Lieka, mencoba terlihat tenang meski jantungnya berdegup kencang.
Mereka duduk, dan suasana menjadi canggung sejenak. Setelah pelayan mengambil pesanan, Tanier membuka pembicaraan. “Aku tidak ingin ada yang mengganggu hubungan kita. Aku berjuang untuk memisahkan masa lalu dari masa kini, dan aku tahu itu sulit bagi kita berdua.”
Lieka mengangguk, merasakan kesedihan di dalam hatinya. “Aku tahu. Aku tidak ingin terjebak dalam rasa sakit ini. Aku ingin kita bisa menghadapi semuanya bersama.”
“Bisakah kau percaya padaku?” Tanier bertanya, menatap matanya dengan serius. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Sundari adalah bagian dari masa laluku, dan aku ingin fokus pada masa depan kita.”
Kata-kata Tanier memberikan Lieka harapan, tetapi dia masih meragukan dirinya sendiri. “Aku ingin percaya, Tan, tetapi hatiku terluka. Setiap kali aku memikirkan Sundari, aku merasa terancam. Aku takut kehilanganmu,” ucapnya, suaranya bergetar.
“Kalau begitu, kita harus melawan ketakutan itu bersama. Aku mencintaimu, Lieka. Itu yang terpenting,” Tanier menjawab, mengambil tangan Lieka dengan lembut. “Mari kita buat komitmen untuk saling jujur, tidak peduli apa pun yang terjadi.”
Mereka berbicara lebih dalam, membahas keraguan dan ketakutan masing-masing. Tanier berbagi tentang bagaimana Sundari mencoba menghubunginya dan bagaimana dia berjuang untuk tidak terpengaruh oleh kenangan masa lalu. Lieka juga berbicara tentang rasa tidak amannya dan ketakutannya akan kehilangan. Meskipun masih ada keraguan, perbincangan ini membuat mereka lebih dekat.
Saat malam semakin larut, Tanier mengajak Lieka untuk berjalan-jalan di taman terdekat. Dengan suasana yang lebih tenang, mereka melanjutkan percakapan, dan Tanier akhirnya memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya.
“Lieka, aku ingin tahu apakah kita bisa mengatasi ini bersama-sama. Aku tidak ingin berpisah darimu,” katanya, menatap mata Lieka dengan intens.
Dalam momen itu, Lieka merasakan kedekatan yang mendalam. Dia ingin menjawab bahwa dia juga tidak ingin berpisah, tetapi rasa takut masih menghantuinya. Namun, saat Tanier merangkulnya dengan lembut, dia merasa seolah semua keraguan menghilang. Dia merasakan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh cinta yang tulus.
Tanier perlahan mendekat dan mengecup bibir Lieka, menciptakan momen intim yang membuat hati mereka berdebar. Ketika bibir mereka bersentuhan, Lieka merasakan kehangatan dan cinta yang kuat mengalir di antara mereka. Semua perasaan cemas dan patah hati terasa sirna sejenak, tergantikan oleh keindahan momen tersebut.
Mereka berpisah sejenak, saling menatap dengan mata penuh cinta. “Aku akan berjuang untuk kita,” kata Tanier dengan keyakinan.
“Begitu juga aku, Tan. Aku tidak ingin kehilanganmu,” jawab Lieka, suara penuh tekad.
Kembali ke apartemen, Lieka merasa lebih tenang. Dia tahu bahwa meskipun perjalanan mereka tidak akan mudah, mereka berdua berkomitmen untuk menghadapinya bersama. Malam itu, setelah melewati momen intim yang membangkitkan semangat, dia berharap hubungan mereka akan semakin kuat, meskipun bayangan masa lalu masih mengintai di sudut-sudut kehidupan mereka.