Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.
Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.
Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Halim berdecih. Baru kali ini ada orang yang kurang ajar mengirim chat aneh seperti ini.
Halim klik akunnya, tidak ada foto profil. Namanya juga Cuma simbol garis.
Halim tidak mau ambil pusing. Dia tidak mau merusak mood bahagianya bersama Medina. Halim langsung memblokir nomor itu.
Belakangan ini, memang sering masuk chat-chat dari perempuan ke WhatsApp-nya.
Halim blokir satu persatu. Selain mengganggu, Halim juga sakit kepala dengerin getaran hp-nya terus-terusan.
Kalau memang itu dari Murid-muridnya, ‘kan bisa bertanya saat di sekolah. Bukan mengirim chat pribadi begitu.
Halim menghela nafas. Dia memasukkan hp-nya kembali ke kantung jaket.
Halim menoleh ke arah Istrinya. Ternyata Istrinya masih setia berdiri di dekatnya. Menunggunya dengan sabar.
‘Ck! Istri aku mikirin apa, ya?’
Halim ambil tangan Medina dan menggenggamnya. “Adek, kok masih di sini?” Halim begitu lembut bicaranya.
Halim kalau ngomong sama Medina, memang begitu lembut. Saking sayangnya. Karena dapatkannya susah.
“Adek nungguin Abang. Egh, maaf, Bang. Memang tadi siapa yang nelpon?”
Halim menghela nafas ringan. Dia ambil kembali hp dari kantung jaketnya. Membuka layar kunci, langsung menuju aplikasi WhatsApp. Halim tunjukkan isi chat itu sama Medina.
“Maaf, ya? Bukan Abang gak mau kasih tahu. Cuma ini betul-betul gak penting, Dek.” Halim menatap Istrinya yang menatap layar hp-nya.
Medina mendesah. Rasa cemburu entah kenapa mulai menyala apinya.
“Chat-chat gak penting, langsung Abang blokir, Dek. Yang nelpon tadi, juga udah Abang blokir,” ucap Halim lagi. Takut-takut kalau Medina salah paham sama dia.
Medina mencoba menegarkan hatinya. Resiko pria ganteng bin tampan seperti Suaminya ini, ya begini.
Lagi pula, Halim sebagai Guru dan Mahasiswa, nomornya pasti banyak yang tahu.
‘Insya Allah, gue percaya sama Suami gue.’
Medina mengalihkan tatapan matanya pada Halim. Dia tersenyum, ditandai dengan matanya yang menyipit. Medina letakkan tangannya di atas tangan Halim.
“Insya Allah, Adek percaya sama Abang.”
Halim menghela nafas lega. Sambil senyum-senyum, tanpa ragu dan malu-malu, Halim bawa tangan Medina ke bibirnya. Dia kecup tangan Medina, dengan tatapan terpaku pada netra Medina.
Medina terkesiap. Dia langsung menunduk malu-malu.
Halim segera mengajak Medina memilih baju.
Halim memilih baju muslimah lengkap dengan hijab syar’i dan cadarnya. Sekitar 5 pcs dia ambil. Gamis polos, hanya berbeda warna saja.
Karena Halim tidak mau Istrinya jadi bahan perhatian orang, karena bajunya yang mencolok dan banyak model. Jadi dia pilihkan saja yang polos.
Halim tersenyum tipis. Istrinya itu cantik. Halim tidak rela kalau wajah Istrinya itu dipandang sama orang.
Tapi semua itu kembali lagi sama Istrinya. Kalau memang sudah siap, insya Allah dia ridhoi Medina pakai cadar.
Cuma kalau sekolah, mungkin tidak masalah kalau Medina tidak pakai masker ataupun cadar. Semoga saja, tidak ada mata-mata gatal yang memandanginya.
Setelah membayar, Halim menarik Medina pergi ke toko baju tidur. Di sana, Halim kembali memilih model baju apa yang dia rasa pas pada Istrinya. Semuanya model tali satu. Tipis lagi kainnya.
Alasan Halim, supaya Medina tidurnya tidak kepanasan. Dah, lah! Apa gak bersemu merah lah pipi si Medina.
Terakhir kali, baru lah mereka membeli kaos Halim. Halim malah Cuma membeli 2 pcs saja.
Saat pulang juga bingung cara bawa belanjaannya.
Plastik besar berisi baju itu, terpaksa ditaruh tengah.
Halim lagi-lagi memastikan tangan Istrinya memeluk perutnya. Dia ‘kan gak mau ya Istrinya terjengkang, jatuh dari motor? Hiii, na’udzubillah.
“Adek, peluk Abang, ya? Abang pelan-pelan ‘kok bawa motornya.”
Medina terkekeh. “Hehe, iya, Bang.” Dia terkekeh begitu, karena sudah 10 kali Halim mengingatkan.
Medina mengernyit ketika Halim membelok ke arah kanan jalan. Sekitar 500 meter dari mal tadi.
‘Eh, ke kafe ? Apa mau makan di sini?’
Halim memarkirkan motornya. Dia membantu Istrinya untuk turun, dan membuka helm-nya.
“Abang, kita mau makan di sini, ya?” Medina bertanya sambil celingak-celinguk menatap sekitar.
Hem, Bangunan kafenya bagus dan besar. Tempat parkirnya juga luas.
Halim nyengir kuda. “Hehe, iya, Dek. Yok, masuk.”
Halim kembali menggenggam tangan Medina.
“Selamat malam, Bos. Eseh! Bawa siapa itu, Bos?” celetuk Karyawan yang bernama Farid. Terlihat dari name tag yang menempel di bajunya. Dia baru selesai menghidangkan makanan ke meja pelanggan.
Mata Medina membulat. ‘Bos?’ dia spontan menoleh pada Suaminya yang terkekeh dan mengangguk.
Halim membawa Medina masuk ke dalam kafe . Jujurly, kafe ini aesthetic. Ala-ala kafe mahal. Ada panggung kecilnya lagi. Suara merdu Penyanyi pun mulai membahana di dalam kafe ini. Hem, Cocok untuk para anak muda.
Yang menikmati hidangan di indoor maupun outdoor kafe, sama ramainya. Huuu, mantaplah pokoknya.
Di dalam kafe , mereka kembali di sapa. Ada 3 orang laki-laki, salah satunya yang sudah menyapa Halim tadi di luar. Yang namanya Farid. Sisanya 3 orang perempuan yang ikut menyapa.
Medina berpikir, dengan kafe segini gedenya, mana mungkin Karyawannya Cuma segini ya, ‘kan?
Medina perhatikan satu persatu wajah Karyawan perempuan itu. 2 orang tersenyum ramah dan menunduk saat menatap dirinya. Hanya 1 yang memasang wajah masam. Dia juga sibuk melirik tangan Medina yang digenggam Halim.
Medina menaikkan sebelah alisnya. ‘Apa pulak masalah Kakak ini? Bodo amat!’
“Farid, tolong buatkan makanan yang enak, ya? Untuk saya dan Istri saya.”
Semua pada membelalak dan heboh, mendengar ucapan Halim barusan.
“Bos, jadi ini Istri Bos, ya?”
Halim mengangguk. “Iya. Ini Istri saya. Mau tanya apa lagi kamu?”
Farid cengengesan dan geleng-geleng kepala. “Masya Allah. Semoga pernikahan Bos sama Istri, samawa selalu, ya?”
Halim menaikkan alisnya sebelah. “Samawa? Samawa itu apa? Nama orang ‘kan?”
Medina menoleh ke arah Halim dengan tatapan terbodoh. Halim ini hidup di tahun kapan? Kenapa samawa saja dia tidak tahu? Ya amplop.
Medina juga menoleh sekilas pada Karyawan-nya yang juga bengong.
Medina menggoyangkan tangannya yang ada di genggaman Halim.
Halim menoleh dan tersenyum. “Iya, Dek?”
Medina langsung geleng-geleng kepala. Padahal Halim juga tidak tahu apa arti dari geleng-geleng kepala Medina.
“Ah, udah lah. Farid! Jangan lupa, ya? Nanti antar ke ruangan saya.” Halim menarik Medina untuk mengikuti langkahnya.
Farid mengangguk. Dia juga menginstruksikan untuk kembali bekerja pada temannya.
Halim mengunci pintu setelah mereka masuk ke ruangannya. Dia kemudian menarik Medina untuk duduk di sofa, dekat dengannya.
“Abang, Abang serius gak tahu samawa itu apa?”
Halim menatap plafon sekilas, kemudian menatap Medina. “Gak tahu, Dek. Memang apa, ya?”
Medina terkekeh. “Samawa itu, singkatan dari sakinah, mawaddah, warahmah, Bang.”
Halim pasang wajah seperti, oooh gitu.
“Oh, jadi itu, ya? Oke, Abang aminkan sekarang.” Halim menengadah tangan lalu mengusapkannya ke wajah. “Amiiin ya Allah. Mudah-mudahan Farid cepat nikah. Biar Abang doain samawa juga.”
Medina sudah tidak tahan untuk tidak tertawa dengan tingkah Suaminya.
Medina mencubit pelan lengan Halim dengan gemas. “Ya Allah, Abang. Abang lucu kali jadi orang.”
Halim juga ikut tertawa. Tapi tidak lama, karena dia memfokuskan tatapannya pada Medina.
Medina langsung terdiam. Dia meneguk saliva melihat tatapan tajam dan sendu milik Suaminya.
Halim mengulurkan tangannya ke wajah Medina. Dia menurunkan masker itu hingga ke dagu Istrinya.
Setelah itu, Halim belai pipi kanan Medina dengan lembut dan sayang.
Halim tersenyum lembut pada Istrinya yang menatapnya dengan malu-malu itu.
Halim mendekatkan wajahnya, dia ingin mengecup bibir Istrinya.
Tok. Tok. Tok.
“Bos! Bos! Permisi!”
Halim mengerutkan mata dan wajah secara bersamaan. Belum lagi sampai bibirnya ini ke bibir Istrinya. Si Farid sudah heboh mengetuk pintu.
‘Ck! Sialan!’
......***......
Assalamu'alaikum Pembaca aku 🤗.
Semoga masih senang ya ngikutin cerita Halim & Medina.
Jangan lupa like nya ya Pembaca akoh. Biar semangat terus untuk menuangkan ide, melalui tulisan cerita Halim sama Medina.
Makasih banyak2 ya yang udah kasih hadiah bunga, iklan. senang kali aku tau, woi. sampai ada yang kasih pisau juga. Masya Allah. Sehat2 kita semua ya Weh.
Selamat membaca para Pembaca aku yang manis2 melebihi manisnya sirup Kurnia.🤣
Akoh pada kalian, sarang heo love muah muah 💐❤️🤟🏻
jangan jangan selangkah maju dari musuh y lim
Om Ocong Vs Mbak Kunti Ngasih iklan