Apa yang diharapkan Oryza pada pernikahan yang berawal dari kesalahan? Kecelakaan malam itu membuatnya terikat dengan Orion sang pebisnis terkenal sekaligus calon tunangan adiknya, bukankah sudah cocok disebut menjadi antagonis?
Ia dibenci keluarganya bahkan suaminya, sesuai kesepakatan dari awal, mereka akan berpisah setelah anak mereka berusia tiga tahun dengan hak asuh anak yang akan jatuh pada Oryza. Tapi 99 hari sebelum cerai, berbagai upaya dilakukan Oryza mendekatkan putranya dengan sang suami juga adiknya yang akan menjadi istri selanjutnya. Surat cerai tertanda tangani lebih cepat dari kesepakatan, karena Oryza tau ia mungkin sudah tiada sebelum hari itu tiba
Jangan lupa like, vote dan komen ya🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adil... tapi tidak
"Tunggu sebentar, mungkin hanya tiga minggu lagi" ucapan Oryza terus terngiang dalam telinga wanita paruh baya itu, tiga minggu? Kanker hati? Putrinya akan pergi?. Apa ini? Berita seperti apa ini? Kenapa ia tak tau? Kenapa Oryza tak memberitaunya lebih dulu. Apa yang ia katakan pada putrinya sendiri? Menyuruh putrinya bercerai untuk Alice yang menjadi keponakannya?. Benar, ia pikir sikapnya sudah benar dengan selalu mengutamakan Alice hanya karena takut gadis itu mengalami traumanya lagi. Tapi kenapa ia juga melupakan putrinya?. Pantas saja pelukan itu perlahan terasa sudah sangat lama tak mereka lakukan, mungkin sudah beberapa tahun yang lalu. Ternyata temboknya dengan sang putri sudah setinggi itu sampai Oryza memilih menyembunyikan semuanya sendiri dan dengan teganya ia malah menambah luka dengan menyuruh anaknya bercerai? Apa ia pantas disebut seorang ibu?
Ia hanya terdiam duduk diruang tamu setelah beberapa saat lalu putrinya pulang dengan membawa teleskop yang ada didalam kamarnya. Ia tak bicara, tak tau harus mengatakan apa, ia menangis, sekarang hanya bisa menangis. Ia lupa putrinya masih kecil dulu ketika butuh bimbingan, hanya karena usianya lebih tua dua tahun dari Alice, ia berpikir kalau putrinya pasti mengerti. Ia bangga dengan Oryza yang mendapat juara, tapi ia tak tau putrinya sering menangis sendiri di kamar ketika mereka tak pernah datang untuk melihatnya
Perubahan Oryza nampak ketika masuk masa putih abu, putrinya masih mempertahankan prestasi tapi kenakalannya juga semakin meningkat. Pertama kali mereka mendapat surat dari sekolah, tapi tak pernah sekalipun mereka datang agar Oryza berpikir mereka kecewa dengan kenakalannya dan tak mengulanginya lagi. Namun bukannya mereda, justru semakin parah sampai melibatkan pihak kepolisian. Lagi-lagi mereka tak mau datang agar putrinya mengerti kalau mereka tak mau Oryza seperti itu. Padahal tujuan Oryza saat itu hanya satu, untuk diperhatikan.
Semakin beranjak dewasa, saat Oryza duduk di bangku perkuliahan, sikapnya mulai berubah karena ia dengar juga salah satu teman yang menjadi ketua geng itu meninggal. Ia merasa sedikit bersyukur karena putrinya tak lagi membuat ulah. Namun, ia mulai menyadari perlahan kalau putrinya semakin jauh. Ada jarak tak kasat mata diantara mereka. Ia berpikir mungkin karena Oryza sudah dewasa dan butuh waktu sendiri ia bisa mengerti, tidak seperti Alice yang akan bercerita apapun kepadanya. Oryza menutup diri, sampai keberangkatan putrinya ke Amerika juga mereka tau saat Oryza tiba-tiba mengatakan akan ke bandara. Ia tak tau putrinya melanjutkan gelar magister di universitas ternama, ia tak tau putrinya mendaftar beasiswa untuk masuk kesana. Sayangnya, ia tak bisa mengantar, lagi-lagi karena Alice saat itu yang akan mengadakan acara ulang tahunnya sampai ia kerepotan mengurus ini dan itu demi melihat senyum di wajah itu
Pulang dari Amerika, baru ia bisa melihat putrinya yang semakin besar, sudah berapa tahun mereka tak berbincang hangat di taman seperti dulu?. Saat Oryza duduk dipangkuannya menceritakan kenakalan temannya, sedangkan ia hanya tertawa sambil mengepang rambut lembut putrinya. Hingga malam tragedi yang membuat Saga hadir, membuat mereka begitu kecewa dengannya. Ia menjauh dari putrinya sendiri yang berusaha menjelaskan ketidak bersalahannya. Ia memilih menenangkan Alice yang lagi-lagi merasa kehilangan tanpa sadar putrinya merasakan hal yang sama padanya. Orang tuanya ada, namun tidak dengan perannya
"Bunda?" Gabril yang baru pulang dari kampusnya memperhatikan wanita paruh baya itu menangis. Pertama kalinya dalam hidup ia melihat ibunya menangis. Gabril jadi was-was sendiri, apa yang sudah terjadi? Apakah ia bertengkar dengan ayahnya?
"Kenapa bunda menangis?" Wanita paruh baya itu menatap wajah putranya. Ia meraih tangan Gabril yang berisi tak sekurus tangan putrinya. Lalu pandangannya beralih pada rambut dikepalanya yang tercukur habis, ia mengingat ucapan Oryza tentang kanker
"Kenapa kamu memotong habis rambutmu Gabril? Apa kamu baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja"
"Gabril, apa menurutmu bunda menyayangimu?"
"Tentu saja, kenapa bunda bertanya seperti itu? Bunda selalu membelikan aku mainan dari kecil, merayakan ulang tahunku dan tak melupakan oleh-oleh untukku saat bunda dan ayah pergi urusan bisnis di luar negri" Bunda Oliv tersendu, semua itu, mungkin tak pernah ia lakukan pada Oryza semenjak anak gadisnya masuk SMP. Padahal ia melakukan itu untuk Gabril dan Jayandra. Benar, ia yang mengganti posisi itu sendiri dengan pelan-pelan
"Apa menurutmu bunda juga melakukan itu pada kakakmu?"
"Tentu saja, bunda juga melakukan itu pada Kak Jaya. Tapi..." Gabril menjeda ucapannya, menatap bundanya sekilas
"Tapi tidak untuk Kak Oryza" lirihnya pelan, matanya mulai memerah
"Bunda mengganti posisinya, bunda melupakannya, bunda tak ingat punya satu putri yang selalu menangis setiap malam hanya untuk mendapat perhatian kalian" dulu Gabril sering mengintip kakaknya menangis setiap malam, ia yang masih SD berpikir itu mungkin hanya sebatas tugas, uang jajan atau bertengkar dengan teman-temannya. Tapi semakin lama, ia semakin sadar kalau itu adalah upaya kakaknya untuk mempertahankan keberadaannya di rumah ini
"Bunda tak pernah bermaksud melakukan itu, bunda berpikir Alice lebih membutuhkan, tapi bukan berarti bunda melupakan Oryza" belanya
"Bunda melupakannya, saat bunda dan ayah ke luar negri kalian membeli oleh-oleh tapi hanya diberikan pada Alice. Bunda lupa kan kalau bunda punya dua putri?. Bunda berjanji akan menggantinya lain hari, tapi pernahkah bunda menepati janji itu sampai sekarang? Bunda justru membuat janji-janji lain sampai Kak Oryza tak lagi berharap dan meminta apapun pada kalian lagi"
"Bunda mungkin berpikir bahwa Kak Oryza akan lupa dengan janji-janji itu dan terus menerus menyuruhnya untuk mengerti. Tapi pernahkah sekali saja bunda mengerti bagaimana posisinya? Dia mungkin tertawa dan baik-baik saja, tapi coba bunda melihat dari sudut pandangnya"
"Dia sudah seperti anak angkat di rumahnya sendiri"
"Dia pergi ke Amerika untuk lari jauh dengan harapan setidaknya sekali saja bunda menelpon untuk menanyakan kabarnya, ketika Alice ke negara yang sama, barulah bunda menelpon Kak Oryza, meminta bantuan mungkin saja Alice kesulitan, padahal dia hanya berlibur kurang dari satu bulan. Sedangkan Kak Oryza pergi hampir dua tahun lamanya"
"Jangan mencari pembenaran untuk kesalahan bunda, aku pernah mendengar tak hanya ada anak durhaka kepada orang tuanya, tapi juga ada orang tua yang durhaka pada anaknya"
"Bunda tau? Kenapa aku memotong rambut sampai seperti ini?" Suara Gabril bergetar, laki-laki itu menyentuh tangan ibunya
"Coba bunda lihat sekarang rambut Kak Oryza, maka bunda akan melihat hal yang sama. Aku melakukan ini untuknya, karena tidak mau dia merasa sendiri dan menyerah secepat itu"
.
Like, komen dan vote, jangan lupa ya🙂
Oryza 😭😭😭😭😭🤧
begitulah versi cerita ni... semua feeling jg ada d situ d uli sebati ole author. huhhh sedih bnget ya
karena Allah lebih tahu bahwasanya kita tidak boleh terlalu terlena & memuja yg ada di dunia ini tanpa mengingat penciptanya... Allah mengambilnya supaya kita selalu mengingat & berdoa kepada sang pencipta