Judul : Jantung kita yang ajaib
Kisah perjalanan hidup sepasang insan yang kehilangan keluarganya. Sang pria memiliki jantung lemah, sementara sang wanita mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa nya di tambah dia tidak memiliki kaki sejak lahir.
Keduanya menjalani operasi transplantasi jantung. Pendonor jantung mereka adalah sepasang suami istri yang misterius dan meninggalkan memori penyesalan suami istri itu di dalam nya, jantung mereka mendorong mereka untuk mencari satu sama lain kemudian menyatukan mereka.
Inilah kisah perjuangan dua insan yang menjadi yatim piatu karena keadaan, mereka hanya saling memiliki satu sama lain dan keajaiban jantung mereka yang terus menolong hidup mereka melewati suka dan duka bersama sama. Baik di dunia nyata maupun di dunia lain
Remake total dari karya teman saya code name the heart
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Setelah menaruh foto di dalam album, Adrian menyadari kalau apartemen itu bukan di beli oleh kedua orang tuanya, dia melepaskan jam tangannya dan menaruhnya kembali seperti semula, kemudian dia cepat cepat keluar dari ruangan itu dan menekan tombol di dasar lemari untuk menutup kembali ruangan itu. Setelah itu, dia keluar dan duduk di sofa,
“Ok, jadi sekarang situasinya, aku tinggal di rumah orang lain, walau apartemen ini atas nama ku tapi tetap saja ini milik orang lain, sekarang harus bagaimana,” ujar Adrian dalam hati.
Selagi berpikir keras, tiba tiba “tok...tok...tok,” pintu unit apartemen nya di ketuk, Adrian beridiri dan membukakan pintu, di balik pintu ada seorang pria bertubuh pendek, berkemeja rapi dan memakai tanda pengenal bertuliskan “building management,”
“Maaf, apa anda mas Adrian ?” tanya sang pria.
“Iya betul pak, ada apa ya ?” tanya Adrian.
“Saya mau menyerahkan akta hibah yang sudah selesai dari notaris kita, silahkan,” ujar sang pria sambil memberikan sebuah buku kepada Adrian.
“Oh iya, makasih ya pak,” balas Adrian.
Sang pria pamit kemudian pergi berjalan menuju lift, Adrian menutup pintunya dan berjalan kembali ke sofa, setelah duduk dia membuka akta yang baru di dapatnya untuk membacanya, ternyata akta itu berisi hibah dari bapak Jimmy Cahyadi kepada Adrian Miller berdasarkan wasiat. Adrian membuka halaman belakangnya, selain melihat tanda tangan notaris, dia juga melihat tanda tangan dua orang saksi.
“Hmm....kalau bertanya pada notaris, tidak mungkin, dia ga akan jawab, begitu menurut yang ku baca, tapi dua saksi ini,” ujar Adrian.
Adrian membaca nama yang di tulis dengan huruf kecil di bawah tanda tangan, nama saksi pertama adalah Davin Kristianto dan nama saksi kedua adalah Grace Kristianto. Adrian ingat dia pernah membaca nama Grace Kristianto, dia langsung berdiri dan berjalan ke dalam kamar, dia membuka lacinya tempat dia menaruh seluruh berkasnya. Dia mengambil amplop putih berisi rekap pendaftaran dan kuitansi di sekolah baru nya.
Di dalam amplop juga ada sebuah brosur sekolahnya yang dia abaikan sebelumnya, dia membuka brosurnya dan ada kata pengantar beberapa dari ketua yayasan, tanda tangan di bawah kata pengantar itu bernama Grace Kristianto. Adrian langsung menutup lacinya dan membawa brosur sekolahnya, dia mengganti pakaiannya dan keluar kamar menyambar akte hibahnya yang kemudian di masukkan ke tas punggungnya.
“Emang sih sekolah masih dua hari lagi, tapi bisa dong kalau dateng sekarang ketemu ama ketua yayasan, aku harus tanya soal apartemen ini,” ujar Adrian dalam hati sambil memakai sepatu.
Setelah keluar dan mengunci pintunya, Adrian segera berlari ke lift untuk turun ke bawah dan memesan ojek online untuk ke sekolahnya.
******
Sementara itu, di sebelah, Elsa yang baru bangun duduk di ranjangnya, kepalanya masih bergoyang goyang dan matanya masih terpejam,
“Apa sih sebelah, pagi pagi udah ribut, kedengeran jelas tau,” ujar Elsa.
Dia membuka matanya dan mengucek matanya, kemudian dia mengambil smartphone nya dan bersandar di dinding dengan jarinya yang menari lincah di atas layar smartphone. “Blak,” terdengar pintu sebelah di tutup, Elsa menjadi sedikit kaget karena baginya suara itu keras sekali, “duak,” Elsa memukul dinding di belakang ranjangnya.
“Dasar ngagetin aja,” ujar Elsa.
Tiba tiba, “greek,” dia merasakan dirinya berputar, dia menoleh melihat dindingnya berputar kemudian “jegleg,” mata Elsa mendadak membulat karena dia ada di ruang tengah Adrian bersama ranjangnya.
“Hah...apa nih ?” tanya Elsa yang masih mengenakan baju tidur karena panik.
Elsa langsung menaruh smartphonenya dan berbalik, dia meraba raba dinding di depannya dan mencari cara bagaimana dia bisa kembali ke kamarnya,
“Aduh...aduh...kenapa ini, kok bisa sih, aku ada di sebelah nih...bagaimana nih,” ujar Elsa panik.
Dia menarik nafas dan berusaha tenang, namun karena pemandangan di depannya berbeda dan merasa kalau unit apartemen itu adalah milik orang lain, Elsa tidak bisa tenang, dia kembali berbalik dan memeriksa dindingnya.
“Inget inget tadi aku ngapain sampai ini berbalik (berpikir) oh iya,” ujar Elsa.
“Duk...duk...druk duk,” dia mulai memukuli dinding namun tidak terjadi apa apa, Elsa semakin panik, dia terus memukuli dinding sampai akhirnya dia lelah sendiri.
“Ok, berarti tunggu dia pulang trus minta maaf, tapi aku malu....aku pakai pakaian tidur dan tidak pakai pakaian dalam...gimana nih,” ujar Elsa.
Dia mencoba mencari jalan lain, dia turun dari ranjang dan merangkak menuju pintu, kemudian dia membuka pintunya namun “klek,” pintu terkunci dari luar, Elsa kembali duduk dan merangkak masuk, dia menoleh melihat kamar mandi yang agak maju sedikit dari semestinya. Elsa berhenti dan merenung,
“Kok aneh ya ? ga kayak unit ku, tapi unit ku kamar sebelah yang di deket jendela yang maju ke depan...aduh, cari cara dulu nih buat pulang, ini rumah orang,” ujar Elsa dalam hati.
Dia kembali merayap menuju ke ranjangnya, dia memeriksa kolong ranjang dan membuka sprei nya ketika sudah naik di atasnya, akhirnya Elsa turun lagi dan dia merangkak ke pintu kamar Adrian.
“Sori ya, beneran sori,” ujar Elsa.
Dia menjulurkan tangannya ke atas dan menarik gagang pintunya, “kreek,” pintu terbuka dan Elsa masuk ke dalam, dia melihat posisi perabotan di kamar Adrian yang sama seperti kamarnya, dia merangkak ke arah meja dan naik ke kursinya.
“Aduh ngapain sih aku ini, kenapa malah masuk ke kamarnya sih,” ujar Elsa.
Selagi kebingungan, Elsa menyadari sesuatu, dia melihat sebuah lemari yang berbeda dengan miliknya di kamar, dia turun dari kursi dan membuka lemari, dia melihat ada seragam sma tergantung di bagian dalam daun pintu.
“Oh...dia sma juga ya,” ujar Elsa.
Setelah itu, tangannya mencoba menggapai rak di atasnya, tiba tiba “klik,” “greeeg,” lemari langsung bergeser, Elsa langsung merangkak mundur karena kaget, “blar,” ketika lampu di dalam ruangan menyala, Elsa langsung menutup mulut dengan dua tangannya agar dia tidak berteriak, matanya membulat melihat banyak senjata tergantung di dinding, dia juga melihat rak di sebelah kiri yang berisi banyak manequin ber wig.
“Ini orang kerjanya apa ? jangan jangan penjahat lagi,” ujar Elsa mulai ketakutan.
Namun rasa penasaran dan keinginan tahunya yang besar mengalahkan rasa takutnya, dia merangkak masuk ke dalam ruangan dan melihat macam macam di dalam, dia melihat sebuah jam tangan di dalam kotak, namun karena tidak tertarik, dia tidak mengambilnya, dia naik ke atas kursi di depan meja dan melihat sebuah album foto tergeletak di meja.
Elsa membuka album nya dan melihat foto foto di dalam nya, dia menemukan keanehan di foto foto yang pertama kali dia lihat,
“Ini kan....bukan foto...ini lukisan kecil, tapi hebat ya, kayak foto, trus gaya eropa abad pertengahan gini (menatap sebuah foto yang memperlihatkan pasangan pahlawan dan putri kerajaan) tunggu dulu, di sudut atas ini...bukan burung tapi naga ? eh...latar belakang lukisan lukisan ini bukan di bumi ?” tanya Elsa dalam hati yang mulai tertarik.
Elsa kembali melihat lihat foto foto berikutnya, dia mulai mengikuti foto sepasang anak kecil sampai beranjak dewasa dan menikah. Ketika membuka halaman terakhir, dia melihat foto pemakaman seorang wanita yang sudah di dalam peti dengan suaminya yang duduk di sebelahnya sambil menunduk. Elsa memicingkan matanya memperhatikan wajah wanita yang terbaring di peti.
“Huaaah,”
Elsa melempar albumnya ke meja karena menyadari kalau yang berada di peti adalah Irene, wajahnya langsung ketakutan,
“Itu...itu kan...tante...tante Irene,” ujar Elsa.
Setelah itu, Elsa mengambil albumnya kembali dan turun dari kursi, “gedubrak,” karena terburu buru Elsa terjatuh terlungkup di lantai, sebuah foto melayang turun tepat di depan wajahnya, dia langsung mengambilnya dan melihat foto pasangan suami istri paruh baya berpakaian adat jawa. Dia langsung tahu kalau sang istri yang duduk di kursi singgasana adalah Irene. Matanya langsung melirik ke arah pria paruh baya yang berdiri di sebelahnya.
Tanpa sadar air matanya mengalir, dia menghapus air matanya menggunakan lengannya kemudian tersenyum menatap foto yang di pegangnya,
“Jadi ini suami tante Irene, halo om, jantung tante ada sama aku, om ada dimana,” ujar Elsa.