Raline dijodohkan dengan pria pilihan ayahnya demi baktinya pada orang tua. Konflik muncul setelah Raline bisa menerima dan mulai mencintai suaminya. Perselisihan dengan mertua dan ipar serta mantan Raline pun hadir.
Akankah pernikahan mereka yang diawali dengan perjodohan dapat berjalan dan berakhir bahagia?
.....
Season 2...
Ini menceritakan kisah Halin, putra dari Raline dan Devan. Diselingkuhi saat ingin merayakan anniversary. Mana yang lebih sakit lagi?
Halin pun dikirim untuk melanjutkan sekolah bisnis ke negara Belanda. Lima tahun kemudian dia pulang ke tanah air dan menjadi sosok yang semakin dewasa juga berkharisma.
Setelah sukses, apakah sang mantan akan menyesal? Dapatkah Halin menemukan kebahagiaannya?
.....
Hai kak, ini karya pertama saya. Mohon dukungannya ya kakak2 semua. Salam hangat
Salam dari Ponorogo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KENZIE 7 store PONOROGO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Tiga
Sudah tiga hari Raline hanya berdiam diri di atas ranjang. Devan benar-benar tidak mengijinkannya untuk turun dari ranjang bahkan ke kamar mandi pun tidak boleh. "Aku sudah seperti orang yang sakit parah saja. Yang kerjaannya hanya berbaring sepanjang hari." Gerutu Raline kesal.
"Dari luar aku mendengar ada yang sedang mengomel. Ku pikir siapa ternyata istriku tersayang. Kamu ingin apa sayang?" Jelas-jelas Devan tahu kalau Raline sedang kesal padanya, tapi dengan sengaja Devan malah menggoda Raline dengan bercanda.
"Hei Tuan Pemaksa. Aku ini bukannya sakit parah. Sudah tiga hari kerjaanku cuma berbaring terus. Apa kau pikir aku tidak merasa jenuh?" Maki Raline dengan sedikit keras.
"Lalu apa maumu heum?" Tanya Devan sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Aku kan juga ingin keluar meski sekedar nonton TV ataupun ke taman belakang rumah." Cicit Raline pelan.
"Baiklah aku akan menggendong mu. Katakan kamu ingin kemana dulu?" Ucap Devan sambil menggendong Raline ala bridal style.
"Hei turunkan aku. Aku masih bisa jalan Dev."
Devan seolah-olah tidak mendengar ocehan Raline. Dia terus berjalan menuju tempat yang Raline sebutkan tadi yaitu taman belakang.
Devan mendudukkan Raline dengan pelan pada bangku yang ada di taman.
"Istirahat total tapi nggak gini juga Sayang. Aku malah mirip seperti orang lumpuh saja." Ucap Raline frustasi dengan sikap Devan.
"Sstt~ Jangan pernah bicara yang jelek-jelek. Karena setiap apa yang kita ucapkan itu akan menjadi doa yang bisa saja terjadi dikemudian hari." Ucap Devan lemah lembut memberi wejangan.
"Oh maafkan aku. Habisnya aku nggak boleh ngapa-ngapain. Apa coba namanya kalau nggak lumpuh?" Raline masih terus saja protes.
"Bersabar sebentar lagi. Lusa kan sudah jadwalnya periksa lagi. Setelah itu kamu boleh ngapa-ngapain lagi kok." Ucap Devan sambil memainkan rambut Raline.
Mata Raline pun berbinar senang. "Ah iya kenapa aku bisa lupa ya?"
"Kamu kan memang pelupa Sayang." Ledek Devan membuat Raline melotot tak terima.
"Hei, aku belum setua itu ya untuk pelupa." Raline tak terima dikatakan pelupa. Sebab, pelupa itu identik dengan orang yang sudah berusia lanjut. "Ya itu karena hampir seminggu ini kan kerjaanku cuma berbaring terus. Jadi yang kupikirkan hanya pengen bisa bergerak bebas lagi." Cicitnya pelan.
Devan mengusap kepala Raline pelan. "Iya iya kamu benar Sayang." Lebih baik mengalah. Kalau terus diladeni bisa gawat. Devan menggendong Raline kembali membuat empunya teriak kaget.
"Yaaa !!! Apa yang kamu lakukan Dev?" Teriak Raline.
"Diamlah Sayang atau kamu nanti akan terjatuh." Ancam Devan membuat Raline langsung terdiam.
Devan membawa Raline ke ruang keluarga. Dia akan menemani Raline nonton film favoritnya. Hari ini seharian Devan gunakan untuk memanjakan istrinya.
"Kamu kenapa sih?" Tanya Raline dibuat penasaran dengan sikap Devan. Devan tampak romantis dan memperlakukan Raline seperti seorang ratu.
"Nggak ada apa-apa. Seharian ini aku hanya ingin memanjakan istriku tercinta." Ucap Devan tanpa ada kebohongan di matanya.
"Gombal~ " Ledek Raline.
"Aku tidak pandai berkata manis maupun bersikap romantis. Aku hanya melakukan apa yang sesuai kata hatiku Sayang." Ucap Devan serius.
Raline merasa terharu dan bersyukur memiliki Devan di sisinya. Suaminya termasuk orang yang setia. "Terima kasih untuk semuanya." Ucap Raline dengan suara yang sedikit serak.
"Sudah sering kukatakan bukan. Tidak perlu berterima kasih karena itu sudah menjadi tanggung jawabku." Ucap Devan sambil menoel hidung Raline gemas. "Sudah, sekarang kita nonton film saja ya." Ucap Devan lagi mengalihkan pembicaraan.
"Eum baiklah kita nonton Drakor saja ya." Ucap Raline ceria.
"Baiklah. Apapun keinginan ratuku hamba siap laksanakan."
Begitulah sosok Devan. Mampu membuat Raline berpaling dari Alan dengan caranya yang sederhana.
.
.
.
Di rumah Alan, Iswara sedang rundingan dengan Alan mengenai kapan pelaksanaan pestanya itu. Lebih cepat lebih baik. Begitu pikir Iswara.
"Bagaimana kalau Sabtu depan saja Hen?" Tanya Iswara meminta pendapat Alan.
"Kenapa Sabtu?" Tanya Alan.
"Ck~ Kau itu bodoh atau gimana sih?" Umpat Iswara kesal.
"Hei kau semakin kurang ajar padaku Is!" Teriak Alan tak terima.
"Ya habisnya punya otak nggak dipake buat mikir." Gerutu Iswara sebal.
"Siapa bilang? Ku pake buat mikiran Raline tau~" Ucap Alan membuat Iswara semakin kesal.
"Ya sudah kalau begitu, aku tak mau membantumu lagi." Iswara pun merajuk dengan Alan.
"Yahh~ Ngambek deh. Ya sudah lanjutkan yang tadi. Aku kan cuma bercanda saja tadi." Ucap Alan membujuk Iswara.
Iswara pun masih diam merajuk. Kali ini bujukan Alan tidak mempan. Membuat Alan kalang kabut. 'Ayo berfikir cepat Alan?' Batin Alan. Kemudian Alan mendapatkan ide untuk membujuk Iswara.
"Oke kita lanjutkan pembicaraan tadi setelah itu kita jalan-jalan dan makan malam di restoran. Bagaimana?" 'Kali ini kau tidak mungkin menolaknya Is.'
"Baiklah tapi janji ya?" 'Gotcha!' Pekik Alan dalam hati. "Iya janji."
"Sabtu itu kan akhir pekan. Pastinya perusahaan juga libur. Kita gunakan kesempatan itu untuk mengundang orang-orang termasuk Raline dan suaminya." Terang Iswara membeberkan idenya.
Alan pun manggut-manggut puas dengan ide Iswara. Seperti biasa, Iswara selalu bisa menyelesaikan semua masalah bahkan masalah yang ditimbulkan oleh Alan sekalipun Iswara bisa mengatasinya.
Itulah yang membuat Alan kagum padanya. Makanya Alan terus mempertahankan Iswara untuk berada disisinya.
"Baiklah kau atur saja. Jangan lupa untuk menghubungi laki-laki itu." Putus Alan akhirnya.
"Siap bos!" Iswara hormat menirukan gaya pasukan khusus pada pimpinannya saat upacara tengah berlangsung.
****
Sesuai janji Alan pada Iswara. Malam ini Alan mengajak Iswara jalan-jalan dilanjutkan dengan makan malam di restoran mewah.
Iswara tampak cantik dengan mengenakan dress selutut tanpa lengan berwarna merah maroon. Dengan riasan yang natural membuat kecantikan Iswara terpancar keluar.
Alan pun dibuat melongo terhipnotis oleh kecantikan Iswara. Bahkan sampai tidak sadar saat Iswara sudah berada di depan Alan.
"Halo Tuan Hendra Mahendra." Iswara melambaikan tangan di wajah Alan. Membuat Alan tampak gelagapan karena merasa bodoh.
"Ah iya kenapa?" Tanya Alan gagap seperti orang bodoh.
"Kita jadi pergi tidak?" Tanya Iswara kesal. Bisa-bisanya tampang dia seperti orang bodoh. Batin Iswara menertawakan Alan.
"I-Iya jadi dong." Kata Alan gugup. 'Shit! Kenapa Iswara bisa cantik begini?' Umpat Alan dalam hati.
Sepanjang perjalanan Alan tampak tidak fokus. Alan diam-diam mencuri pandang ke arah Iswara. Iswara bukannya bodoh. Dia pun tahu kalau Alan berkali-kali melirik ke arahnya.
'Apa aku sudah lebih cantik dari Raline-mu itu Hen? Apa dengan begini kau akan berpaling darinya dan mulai membuka hatimu untukku?' Ucap Iswara dalam hati.
'Shit! Kenapa hanya dengan menatapnya kamu bisa bereaksi sih?' Umpat Alan lagi dalam hati.
Mereka berdua saling diam dengan pemikiran masing-masing dan juga saling mencuri-curi pandang. Iswara memalingkan wajahnya kesamping menatap jendela mobil sambil tersenyum tipis. 'Aku bisa melakukan apapun untukmu Hen. Meski harus menjadi orang lain.'
Bukankah cinta itu sederhana? Yang membuat cinta rumit adalah hubungannya.
Bersambung...
Next.... ???