"Mulai sekarang kamu harus putus sekolah."
"Apa, Yah?"Rachel langsung berdiri dari tempat duduk nya setelah mendapat keputusan sepihak dari ayahnya.
"Keluarga kita tiba-tiba terjerat hutang Dan ayah sama sekali nggak bisa membayarnya. Jadi ayah dan ibu kamu sudah sepakat kalau kita berdua akan menjodohkan kamu dengan anak Presdir keluarga Reynard agar kami mendapatkan uang. Ayah dengar kalau keluarga Reynard akan bayar wanita yang mau menikahi anaknya karena anaknya cacat"
Rachel menggertakkan giginya marah.
"Ayah gak bisa main sepihak gitu dong! Masalahnya Rachel tinggal 2 bulan lagi bakalan lulus sekolah! 2 bulan lagi lho, yah! 2 bulan! Terus tega-teganya ayah mau jadiin Rachel istri orang gitu? Mana yang cacat lagi!" Protes Rachel.
"Dengerin ayah dulu. Ini semua demi keluarga kita. Kamu mau kalau rumah kita tiba-tiba disita?" Sahut Ridwan, Ayah Rachel.
"Tapi kenapa harus Rachel, pa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Lanjut Eliza dengan lembut. "Dan kami juga mengerti betapa sulitnya situasi ini buat kamu.?
Rachel mengangguk, tetapi diam.
William melanjutkan, "kami ingin memastikan bahwa kamu merasa aman dan nyaman dalam pernikahan ini. Kami ingin memberikan dukungan sepenuhnya untukmu, baik dalam hal finansial maupun emosional."
Rachel merasa lega mendengar kata-kata mereka. Namun, dia masih merasa was-was tentang apa yang akan diungkapkan selanjutnya.
"Kami ingin kamu tahu bahwa Reagan memiliki kekurangan yang tidak bisa di hindari," lanjut William dengan serius. "Dan kami berharap kamu bisa menerima hal tersebut dan tetap bertahan di sampingnya."
Rachel menelan ludah, mengerti bahwa Wiliam sedang berbicara tentang kondisi fisik Reagan.
Eliza melanjutkan, "Reagan adalah anak kami, dan kami mencintainya. Kami ingin dia bahagia, dan jika itu berarti memiliki kamu disisinya, kami akan mendukung penuh."
"Em iya, saya akan menurutinya. Tapi..."
Rachel tersenyum bingung.mau bertanya tapi takut tidak sopan.
"Tanyakan saja. Kamu berhak bertanya soal kondisi tentang suami kamu," kata William.
William dan Eliza tampak menunggu Rachel melanjutkan kalimatnya dengan penuh perhatian.
"Kenapa dia... Maaf, lumpuhnya kalau boleh saya tahu?" Tanya Rachel.
Iya, setahunya mereka sangat kaya raya.
William dan Eliza saling pandang sebelum William menjawab dengan suara yang tenang.
"Reagan menderita kelumpuhan karena kecelakaan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Meskipun kami telah mencoba berbagi perawatan dan terapi, namun sayangnya belum ada yang berhasil sepenuhnya."
Eliza menambahkan, "kami terus mencari solusi untuk kondisi Reagan, termasuk dengan menggunakan sumber daya keluarga kami. Namun, sampai sekarang belum ada yang berhasil membantu Reagan pulih sepenuhnya."
"Bahkan dokter paling terbaik di dunia saja tidak bisa menyembuhkannya," sambung William
Rachel menutup mulutnya merasa kasihan. Sayang sekali Reagan harus menderita penyakit seperti itu, padahal usianya masih muda. Dia juga tampan dan kaya.
Kalau seandainya dia tidak lumpuh, pasti banyak wanita cantik diluaran sana yang merebutinya.
"Jadi hanya kamu harapan kami satu-satunya yang bisa merawat Reagan. Dulu kami pernah hampir menjodohkannya, tetapi setelah satu Minggu, dia kecelakaan pesawat."
Eliza menghirup napasnya perlahan.
"Dan pada akhirnya tidak ada yang mau menikahinya karena menurut mereka merepotkan punya suami yang lumpuh," sambung Eliza.
Rachel merasa berat mendengar cerita tentang rencana pernikahan yang hampir terjadi dan nasib Reagan setelah itu.
Perasaan bersalah mulai menghimpitnya, mengingat awalnya dia hanya setuju karena tekanan keuangan keluarganya.
Namun, dengan suara mantap, Rachel menjawab "Saya paham, ma. Saya akan melakukan yang terbaik untuk merawat Reagan dan membuatnya bahagia. Meskipun awalnya pernikahan ini terjadi karena kebutuhan finansial, saya akan berusaha keras untuk menciptakan hubungan yang bahagia dan saling mendukung antara kami."
William dan Eliza tersenyum lega, merasa lega melihat tekad Rachel yang kuat untuk tetap berada di samping Reaha.
"Terimakasih, Rachel. Kami berdua sangat menghargai keberanian dan komitmen kamu," ucap William dengan tulus.
"Sesuai tugas saya menjadi istri, pak."
William tertawa. "Jangan terlalu formal begitu! Anggap aja saya keluarga kamu mulai sekarang."
Keluarga?
"Baik, pa," kata Rachel. "Kalau begitu saya permisi."
Rachel kemudian berpamitan dan meninggalkan ruangan dengan perasaan campuran antara tanggung jawab dan kelegaan.
Perjalanan menuju kamar Reagan, Rachel mulai menyadari betapa mewah nya rumah ini. Sudah terasa dari luar bahwa rumah ini bukanlah rumah biasa.
Saat melewati ruangan-ruangan yang dipenuhi dengan barang-barang mahal dan dekorasi elegan, Rachel semakin menyadari betapa besar dan megahnya