NovelToon NovelToon
Lezatnya Dunia Ini

Lezatnya Dunia Ini

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Spiritual / Keluarga / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Moment Haru Bersama Pemulung Tua

Setelah menikmati makan siang yang hangat dan penuh tawa bersama Pak Mamat, keluarga Pak Jengkok akhirnya berpamitan untuk pulang. Mereka meninggalkan rumah Pak Mamat dengan perasaan ringan dan senyum yang lebar. Mobil Fortuner mereka melaju pelan di jalanan desa yang asri, suasana sore yang tenang semakin menambah kenyamanan perjalanan mereka. Di dalam mobil, mereka masih tenggelam dalam pembicaraan seru mengenai rencana besar restoran rendang yang akan mereka bangun.

Namun, ketika mereka hampir sampai di tikungan jalan, sesuatu yang tak biasa menarik perhatian mereka. Di kejauhan, mereka melihat sosok seorang pemulung tua, berjalan tertatih-tatih di tepi jalan sambil memikul barang-barang bekas di punggungnya. Lelaki tua itu tampak sangat lelah, langkahnya berat seolah setiap tapak adalah perjuangan tersendiri.

Pak Jengkok memperlambat laju mobilnya, hatinya tergugah melihat pemandangan tersebut. Bu Slumbat yang duduk di sampingnya juga langsung memperhatikan, matanya menyipit seakan memastikan apa yang dilihatnya. Gobed yang duduk di kursi belakang ikut melihat ke luar jendela, dan tanpa perlu banyak kata, mereka bertiga langsung sepakat untuk menghampiri pemulung tua itu.

Pak Jengkok menepikan mobil di dekat lelaki tua itu, membuka jendela, dan menyapa dengan ramah. "Pak, permisi. Bapak dari mana dan mau ke mana?" tanyanya dengan nada lembut.

Lelaki tua itu menoleh, tampak terkejut dan ragu-ragu ketika melihat mobil mewah berhenti di dekatnya. "Saya cuma cari barang bekas, Pak, Bu," jawabnya dengan suara parau dan sedikit terengah-engah.

Bu Slumbat merasakan ada yang menyesakkan di dadanya melihat kondisi lelaki tua itu. Pakaiannya lusuh, wajahnya kusut oleh kelelahan dan terik matahari. Gobed yang biasanya suka bercanda, kali ini terdiam, hatinya tersentuh oleh pemandangan yang tak biasa ini.

"Pak, maukah Bapak istirahat sebentar di sini? Kami bisa antar Bapak ke tempat tujuan," tawar Pak Jengkok dengan penuh perhatian.

Pemulung itu tampak ragu, tapi setelah melihat senyum ramah dari keluarga itu, dia akhirnya mengangguk pelan. Dengan bantuan dari Gobed, lelaki tua itu melepas beban di punggungnya dan duduk di pinggir jalan. Mereka berbincang-bincang sejenak, dan dari cerita yang disampaikan, ternyata lelaki tua itu sudah lama hidup sebatang kara, tanpa keluarga, dan bertahan hidup dari hasil mengumpulkan barang-barang bekas.

Bu Slumbat tak kuasa menahan air mata ketika mendengar kisah pilu lelaki tua itu. "Pak, maaf kalau saya lancang. Tapi Bapak sudah makan belum hari ini?" tanya Bu Slumbat, suaranya sedikit bergetar.

Lelaki tua itu tersenyum pahit, "Belum, Bu. Tapi nggak apa-apa. Saya sudah biasa seperti ini."

Mendengar itu, Pak Jengkok terdiam sejenak. Ada perasaan yang sangat dalam di hatinya. Dia teringat masa-masa ketika dirinya sendiri pernah berada di posisi seperti lelaki tua ini—miskin, tanpa harapan, dan hanya bisa bergantung pada belas kasih orang lain. Betapa hidup telah berubah bagi mereka, dan betapa besar keberuntungan yang kini mereka rasakan.

Tanpa banyak bicara lagi, Pak Jengkok mengeluarkan sebuah amplop tebal dari kantongnya. Amplop itu penuh dengan uang tunai, jumlah yang tidak sedikit. Dengan tangan yang sedikit bergetar, dia menyerahkannya kepada lelaki tua itu.

"Pak, ini ada sedikit bantuan dari kami. Tolong diterima, ya. Gunakan untuk keperluan Bapak. Jangan khawatir, ini ikhlas dari kami," kata Pak Jengkok dengan suara yang penuh kehangatan.

Lelaki tua itu terdiam, matanya berkaca-kaca, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja diterimanya. "Ini... ini terlalu banyak, Pak, Bu... Saya tidak bisa menerima ini..."

Namun, Bu Slumbat segera memotong, "Pak, jangan pikirkan itu. Kami hanya ingin membantu. Kami pernah ada di posisi seperti Bapak, dan kami tahu betapa sulitnya hidup seperti ini."

Gobed yang biasanya suka bergurau kali ini juga ikut berkata dengan tulus, "Iya, Pak. Terima saja, ya. Kami senang bisa membantu."

Dengan tangan yang bergetar, lelaki tua itu menerima amplop tersebut. Air matanya jatuh tak tertahankan. Dia sujud di depan keluarga Pak Jengkok, memanjatkan doa syukur yang tulus dari lubuk hatinya. Pak Jengkok, Bu Slumbat, dan Gobed hanya bisa berdiri diam, merasa haru dan terenyuh oleh momen yang sangat menggetarkan hati ini.

Mereka pun kembali ke dalam mobil dengan hati yang sedikit lebih berat, namun penuh dengan kebahagiaan. Selama perjalanan pulang, mereka terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Mereka baru saja menyadari betapa besar perbedaan yang bisa mereka buat dalam hidup seseorang, dan betapa banyak yang bisa mereka syukuri.

Ketika mobil Fortuner mereka melaju menjauh, lelaki tua itu masih berdiri di tempat yang sama, memandangi amplop di tangannya. Dia tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan rasa terima kasihnya, tapi dia tahu bahwa hari ini adalah hari yang tidak akan pernah dilupakan selama sisa hidupnya. Amplop itu bukan hanya berisi uang, tapi juga harapan, kehangatan, dan kebaikan yang tulus dari sesama manusia.

Bagi keluarga Pak Jengkok, hari itu adalah pengingat betapa berharganya memberi dan berbagi. Mereka pulang dengan perasaan yang berbeda—lebih penuh makna, lebih penuh syukur. Hidup memang telah berubah drastis bagi mereka, tapi di balik semua keberuntungan itu, mereka tahu bahwa hati yang tulus dan tangan yang terbuka adalah kunci dari kebahagiaan yang sejati.

Malam itu, setelah pemulung tua itu tiba di rumahnya yang sederhana dan reyot, tubuhnya terasa lelah namun hatinya terasa hangat. Rumah kecil yang selama ini menjadi saksi bisu kehidupan kerasnya, kini seakan-akan menyambutnya dengan pelukan hangat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Langit malam terlihat cerah, bintang-bintang bertaburan seolah turut merayakan sesuatu yang besar dalam hidupnya.

Sesampainya di depan pintu rumah, pemulung itu berhenti sejenak. Ia menatap rumahnya yang sudah bertahun-tahun berdiri tanpa perbaikan, dinding yang sudah mulai rapuh dan atap yang bocor setiap kali hujan turun. Namun, hari ini ada yang berbeda. Ada perasaan aneh yang menggelitik hatinya, perasaan yang membuatnya ingin menangis tapi bukan karena kesedihan, melainkan karena haru yang mendalam.

Ia menghela napas panjang, lalu dengan tangan yang masih bergetar, membuka pintu kayu yang sudah lapuk itu. Ruang dalam rumahnya gelap, hanya diterangi oleh sinar bulan yang masuk melalui celah-celah dinding bambu yang sudah tua. Ia menyalakan lampu minyak yang tergantung di salah satu sudut ruangan, memberikan sedikit cahaya yang cukup untuk melihat sekeliling.

Pemulung itu berjalan perlahan menuju sebuah bangku tua di dekat meja kecil. Di atas meja itu, ia letakkan amplop tebal yang diterimanya sore tadi dari keluarga Pak Jengkok. Ia duduk dengan perlahan, seolah-olah tubuhnya masih merasa tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop itu dan melihat uang yang begitu banyak di dalamnya. Matanya membesar, tak mampu berkata-kata. Uang itu jauh lebih banyak dari yang pernah ia bayangkan, apalagi untuk seorang pemulung sepertinya.

Air matanya mulai mengalir tanpa bisa ditahan. Setetes demi setetes jatuh ke atas amplop, mengaburkan pandangannya. Ia menangis, bukan hanya karena uang yang begitu banyak, tetapi karena rasa syukur yang meluap-luap dalam hatinya. Selama bertahun-tahun, hidupnya adalah perjuangan yang tanpa henti. Setiap hari ia berkeliling mencari barang-barang bekas yang bisa dijual, berjuang untuk sekadar mendapatkan sesuap nasi. Tetapi sore ini, ia merasakan sebuah kebaikan yang begitu besar, yang datang begitu tiba-tiba seperti angin segar yang membawa harapan baru.

Tangisannya semakin kencang, suaranya menggema di ruangan kecil itu. Ia memejamkan mata, mengenang kembali setiap momen dalam hidupnya—betapa sulitnya hidup sebatang kara, tanpa keluarga, tanpa teman yang bisa diandalkan. Setiap malam ia tidur dalam keadaan perut lapar, setiap pagi ia bangun dengan tubuh yang letih. Namun hari ini, ada sebuah keajaiban yang terjadi. Sebuah tangan tak dikenal telah meraih hidupnya, memberinya sebuah berkah yang tak pernah ia bayangkan.

Ia teringat kembali wajah keluarga yang baik hati itu—Pak Jengkok dengan senyumnya yang hangat, Bu Slumbat dengan air mata yang tulus, dan Gobed dengan kepolosannya. Mereka bukan hanya memberinya uang, tapi juga memberinya harapan, memberinya rasa kemanusiaan yang hampir ia lupakan dalam hidup yang keras ini.

"Apa ini benar-benar terjadi? Apakah ini mimpi?" gumamnya lirih sambil menatap uang di hadapannya.

Namun, ia tahu ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan, sebuah kenyataan yang begitu indah dan mengharukan. Ia bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatinya. Dalam sujud yang panjang di lantai rumahnya yang dingin, ia mengucapkan doa-doa syukur, memohon agar keluarga yang telah memberinya harapan ini selalu diberi keberkahan yang tak pernah habis.

Pemulung itu menangis, bukan hanya karena terharu, tetapi juga karena rasa syukur yang begitu dalam. Tangisnya adalah tangis kebahagiaan, sebuah perasaan yang mungkin sudah lama ia lupakan. Sore itu telah mengubah hidupnya, bukan hanya karena uang yang ia terima, tetapi karena kebaikan yang ia rasakan. Ia menyadari bahwa di dunia ini masih ada orang-orang baik, masih ada harapan, masih ada cinta yang tulus.

Di tengah tangisannya, pemulung itu teringat pada masa lalunya, saat ia masih memiliki keluarga, saat hidupnya belum seberat sekarang. Namun, semua itu telah hilang. Keluarganya telah tiada, dan ia telah hidup sendirian selama bertahun-tahun. Namun sore ini, ia merasa seperti telah menemukan kembali keluarganya yang hilang—keluarga yang tidak ia kenal sebelumnya, tetapi telah memberinya cinta dan harapan yang tulus.

Ia teringat akan wajah-wajah mereka, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa tidak sendirian lagi. Ada seseorang di luar sana yang peduli padanya, yang memikirkan dirinya. Hatinya terasa hangat, seakan beban hidup yang selama ini ia pikul telah sedikit terangkat.

Dalam sujudnya yang panjang, pemulung tua itu memohon agar Tuhan selalu melindungi keluarga yang baik hati itu. Ia berdoa agar mereka selalu diberi kesehatan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah. Ia memohon agar Tuhan membalas kebaikan mereka dengan berkah yang tak terhingga.

Malam itu, di dalam rumahnya yang sederhana, pemulung tua itu tertidur dengan senyum di wajahnya, sesuatu yang mungkin sudah lama tidak ia rasakan. Di balik kesederhanaan hidupnya, ia telah menemukan sebuah kebahagiaan yang sejati—kebahagiaan yang datang dari rasa syukur dan harapan yang tulus. Di dalam mimpi-mimpinya, ia membayangkan hidup yang lebih baik, hidup yang penuh dengan cinta dan kebaikan, seperti yang ia rasakan sore itu.

Dan di dalam kegelapan malam, rumah kecil itu menjadi saksi sebuah keajaiban—keajaiban yang terjadi ketika kebaikan hati menyentuh kehidupan seseorang, mengubahnya untuk selamanya.

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
dapat inspirasi di mana nama unik begitu wkwk
DJ. Esa Sandi S.: oke gas brow
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯: follow sampeyan di follback gak nih?
total 3 replies
anggita
like👍+☝hadiah iklan. moga novel ini sukses.
DJ. Esa Sandi S.: makasih Anggita,, moga kamu juga sukses ya/Smile/
total 1 replies
anggita
Jengkok, Slumbat, Gobed...🤔
DJ. Esa Sandi S.: hehehe iya, tau gak artinya?
total 1 replies
Princes Family
semangat kak..
DJ. Esa Sandi S.: makasih ya dek , sukses kembali untukmu ya /Drool/
total 1 replies
Maito
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
DJ. Esa Sandi S.: terimakasih suportnya ya 🤗. semoga kamu sukses selalu ya
total 1 replies
Gemma
Terjebak dalam cerita.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe . thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!