Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Bismillahirrohmanirrohim.
"Huaaa.....Mbak Lia kemana daddy! Cemua calah daddy, mbak Lia cekarang pergi tinggalin Aditya! Hauaa...Aditya mau cama mbak Lia, titik!"
Hans terlonjak kaget melihat Aditya yang sudah menangis kejer tadinya dia merasa paling sedih telah kehilangan seorang perempaun akhir-akhir ini mampu mengusik hatinya padahal perempaun yang dimaksud tidak pernah melakukan apapun.
Langsung saja Hans mulai menenagkan Aditya. Dia mensejajarkan tubuhnya dengan sang putra, Hans usap secara lembut pipi Aditya. Sambil menghapus air mata yang sudah membahasih pipi.
"Kita cari mbak Lia mau? Mungkin mbak Lia pulang ke rumahnya."
"Tapi kenapa? Huhuff!" tanya Aditya sambil menghisap kembali carian bening yang keluar dari mulutnya.
"Daddy belum tau boy, apa permasalahannya nanti kalau sudah ketemu langsung sama mbak Lia, kita tanya sama mbak Lia. Kenapa dia pergi ninggalin kita."
"Kita? Mbak Lia kan punya Aditya, lagipula cemua ini calah daddy! Mbak Lia pergi gara-gara daddy! Huaaa....daddy jahat cudah picahin mbak Lia dari Aditya!" Lagi-lagi Aditya kembali mengisap ingusnya sambil menatap tak bersahabat pada daddy sendiri.
'Hihihih! maafkan Aditya, daddy. Karena Aditya haruc pura-pura marah cama daddy dicuruh grandma, ulah mbak Lia cudah tidak tinggal dicini lagi. Tapi kata grandma cemua ini memang calah daddy!'
Tanpa Hans sadari anaknya itu sedang tertawa puas di dalam benaknya. Walaupun Aditya sudah tahu jika mbak Lia telah pulang ke rumah tetap saja dia merasa sedih, merasa sudah kehilangan sosok Ulya yang selalu ada untuk dirinya.
Kedua tangan Hans masih sibuk mengusap pipi Aditya. "Kalau mbak Lia pergi memang karena daddy, daddy minta maaf. Tapi daddy janji bakal bawa mbak Lia kembali ke rumah ini."
Sungguh Aditya tak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut daddynya. Kedua bola mata bocah itu langsung membuat sempurna. Mendegar ucapan papanya.
"Benar, daddy tidak bohong cama Aditya?"
"Nggak boy, daddy janji akan segera membawa mbak Lia kembali bersama kita di rumah ini."
"Siapa yang kembali bersama?" tanya pak Leka yang entah datang dari mana tiba-tiba saja sudah ada di depan Hans berdiri tepat di belakang cucunya.
Aditya memutar tubuhnya mendengar suara sang kakek. Di tangan pak Leka ada secangkir air panas entah itu kopi atau teh.
"Mbak Lia!"
"Ada apa dengan, mbak Lia?"
Tuan Leka pura-pura tidak tahu, beliau menatap Hans dan Aditya bergantian sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Papa tau Ulya pulang ke rumahnya?" bukannya menjawab pertanyaan papanya Hans malah ikut bertanya.
"Tahu." Jawab Laka dengan santainya, beliau bahkan berlalu dari hadapan Hans menuju sofa.
"Tapi pa, kok Ulya maupun papa atau siapa saja penghuni rumah ini nggak bilang-bilang sama Hans, kalau Ulya pulang ke rumah bawa koper lagi. Kayak ginikan kasihan Aditya merasa kehilangan."
Leka yang telah duduk di sofa memutar kepalanya kembali menghadap Hans.
"Lah, salahin diri kamu sendiri Hans yang udah buat kekacauan makanya Ulya nggak tinggal disini lagi. Lagipula yang ngerasa kehilangan kamu atau Aditya?"
Nyes!
Sekarang Hans paham kearah mana pembicaraan bersama papanya saat ini, pasti masalah dirinya yang mengakui Ulya sebagai calon istrinya. Dia juga merasa tersentil akan kata-kata sang papa, benarkah dia juga merasa sangat kehilangan Ulya.
"Papa kasih tau kamu ya Hans, Ulya tidak akan bisa tinggal disini sebelum masalah yang kamu buat selesai. Kalau tidak, walaupun masalahnya sudah selesai papa kurang yakin sama keluarga Ulya untuk mengizinkan gadis itu kembali tinggal disini sementara ada laki-laki yang mereka kira menyukai Ulya tapi tidak datang secara langsung pada keluarganya gadis itu."
"Masalahnya bu-"
"Assalamualaikum." Hans terpaksa tak melanjutkan perkataannya karena ada yang mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam." Sahut mereka bertiga.
"Grandma!" Aditya langsung berlari menuju neneknya, dia sempat menepis pelan tangan Hans yang masih memegang tangannya.
Arion dan nyonya Milda baru saja pulang dari rumah orang tua Ulya, sampai di rumah malah Milda mendengar sang suami sedang memberi wewejang pada putra mereka. Sebenarnya Arion dan sang mama sudah tiba sejak pak Leka mulai memberi wewejang pada Hans, tapi Milda dengan sengaja masuk disaat Hans akan mulai bicara.
"Cucu grandma, kamu kenapa nangis sayang?"
"Mbak Lia, daddy!"
"Hans, kamu apakan putramu ini."
Hans tak langsung menjawab dia menatap mamanya dan adik bungsunya itu secara bergantian.
"Harusnya Hans yang nanya sama mama, kalian darimana? Terus Ulya pergi kemana kok nggak ada di rumah."
'Kerjain lah, sabinih kayaknya.' Arion tertawa jahat di dalam benaknya.
"Menurut Mas kita dari mana?"
"Jawab Arion, bukan malah nanya balik!" Ya Allah, rasanya Hans saat ini sudah tidak tahu harus bagaimana. Ingin marah pada siapa, akar permasalahan ada pada dirinya. Niat membantu orang malah semakin rumit ulahnya sendiri.
"Abis dari rumah mbak Lia, gilah sih abangnya mbak Lia galak bener. Apalagi pas tahu ada yang ngaku-ngakuin adeknya calon istri, hampir kemana batunya aku sebagai adik orang itu." Ucap Arion dengan begitu santainya.
'Ya Allah, maaf ya bang Fahri bawa-bawa nama Lo. Biar kakak gue yang satu ini sadar sama kelakuannya.' Batin Arion.
Gleg! Hans menelan ludahnya kasar mendengar cerita adiknya yang sedikit mengerikan tentang abang dari Ulya. Dia memang sempat bertemu Fahri tapi hanya satu kali saat di rumah sakit.
Mendengar perkataan Arion, pak Leka langsung bertanya dengan bahasa isyarat pada istrinya yang dijawab gelengan kepala oleh nyonya Milda.
"Mama sama Arion kok nggak bilang sama Hans kalau mau bawa pulang Ulya!" ucapnya merasa tidak terima.
"Buat apa juga?" Milda merasa heran.
"Kasihan Aditya, Ma."
"Kamu atau Aditya yang kasihan? Kalau kasihan sama Aditya kenapa harus bilang Ulya calon istrimu! bukannya dia cuman pengasuh Aditya pada awalnya di rumah ini. Kalau suka itu bilang Hans, datang ke rumahnya bicara baik-baik sama orang tuanya bukan malah ngejebak Ulya seakan-akan disuruh jadi pengasuh Aditya, biar situ bisa ngeliat dia terus begitu."
"Teresah mama mau ngomong apa!" rasanya Hans sudah lelah terus dipojokan sebagai orang yang paling bersalah. Dia berlalu pergi meninggalkan ruang keluarga.
"Kasihan juga mas Hans." Baik Milda, Leka dan Aditya setuju akan perkataan Arion, tapi ini cara mereka agar Hans cepat membuat keputusan untuk melamar Ulya.
Di sebuah ruang yang tidak terlalu sempit. Namun, terlihat bersih dan sangat rapih seorang gadis mulai kembali membuka ponselnya untuk melihat vidoe yang dikirim oleh sang sahabat.
"Ya Allah, kok deg-degan cuman mau buka vidoe doang, bismillah."
Di dalam kamarnya Ulya mulai melihat video yang dikirim oleh Cia tadi pagi. Ulya memperhatikan dengan saksama vidoe dari Cia melihat Hans ada di dalam video waktu itu di kampusnya.
"Saya beritahu pada kalian semua, gadis yang kalian hina itu adalah calon istri saya!" Ulya mendengar dengan sangat jelas Hans bicara lantang mengakui dirinya sebagai calon istri.
Deg!
Seketika Ulya mematung belum bisa mencerna maksud dari perkataan Hans diari dalam video itu, sampai suara seorang membuat kembali Ulya kealam sadarnya.
"Ulya!" suara Fahri memanggil adiknya dengan cara berteriak kencang.
"Astagfirullah, iya!"