Ketika hidupnya terguncang oleh krisis keuangan dan beban tanggung jawab yang semakin menekan, Arya Saputra, seorang mahasiswa semester akhir, memutuskan memasuki dunia virtual Etheria Realms dengan satu tujuan: menghasilkan uang.
Namun, dunia Etheria Realms bukan sekadar game biasa. Di dalamnya, Arya menghadapi medan pertempuran yang mematikan, sekutu misterius, dan konflik yang mengancam kehidupan virtualnya—serta reputasi dunia nyata yang ia pertaruhkan. Menjadi seorang Alchemist, Arya menemukan cara baru bertarung dengan kombinasi berbagai potion, senjata dan sekutu, yang memberinya keunggulan taktis di medan laga.
Di tengah pencarian harta dan perjuangan bertahan hidup, Arya menemukan bahwa Main Quest dari game ini telah membawanya ke sisi lain dari game ini, mengubah tujuan serta motivasi Arya tuk bermain game.
Saksikan perjuangan Arya, tempat persahabatan, pengkhianatan, dan rahasia kuno yang perlahan terungkap dalam dunia virtual penuh tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miruのだ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba di Desa Ashe
Paginya Ferran bersama dengan Kira bertemu kembali dengan Lucian, yang saat ini tengah bersiap tuk kembali melanjutkan perjalanan.
"Selamat pagi Tuan Lucian! Oh ya, dia adalah Kira, adikku..." Ferran menyapa Lucian yang tengah mengecek kelengkapan barang-barangnya, sebelum berangkat menuju tujuan berikutnya.
"Hm..." Lucian menoleh kearah Ferran dan Kira, disaat yang sama Kira juga menundukkan kepalanya saat Ferran memperkenalkan dirinya.
Lucian menurunkan kacamatanya sedikit, "Heh... Jadi dia adikmu... Yah... Wajah kalian memang memiliki kemiripan sih, ah Ferran bagaimana jika kau mencoba berdandan seperti seorang wanita, aku yakin kalian akan menjadi lebih mirip!..."
"Aku tidak akan melakukannya walau kau membayar ku sekalipun!" Tegas Ferran dengan nada malas, diikuti tawa dari Lucian dan Kira.
"Ahahaha... Kalau begitu, selamat datang nona muda, dan semoga perjalanan mu menyenangkan!"
"Baiklah... Terimakasih Tuan Lucian!"
Tujuan berikutnya dari karavan Lucian adalah Desa Ashe, itu adalah sebuah desa besar yang letaknya tidak terlalu jauh dari Chernora City. Bahkan Lucian mengatakan, jika perjalanan mereka mulus, maka mereka harusnya bisa sampai di desa Ashe saat sore hari.
Kira duduk di sebelah kakaknya, Karavan Lucian mulai berjalan saat matahari mulai terbit. Jumlah Karavan pedagang yang mengikuti Lucian juga berkurang kembali, entah itu mereka menetap lebih lama di Chernora City, atau memiliki tujuan yang berbeda dengan Lucian.
Seperti biasa saat tidak ada yang memperhatikan dirinya, Ferran akan mulai membuat Pill kembali dengan Venom Ember miliknya. Kira sempat terkejut saat melihat kakaknya tiba-tiba dapat mengeluarkan api dari tangannya, dan lagi itu bukanlah api biasa, melainkan api aneh berwarna hijau.
"Ka-kakak... Sebenarnya... Berapa banyak rahasia yang kau simpan?" Kira bertanya ragu, melihat Ferran dengan santainya mengubah Herba menjadi pill memakai api hijau ditangannya.
"Cukup banyak rahasia dari Etheria Realms yang tidak kau tau! Jadi jangan pernah berpikir bahwa kau telah mengetahui banyak hal mengenai game ini!..." Jawab Ferran santai masih sembari membuat Pill.
Kira terdiam mendengar ucapan kakaknya itu, yang bagaimanapun benar adanya. Dia dulu memang pernah memainkan game ini, jauh lebih awal dari pada Ferran.
Namun, pada saat itu, Kira belum sampai pada tahap mampu mengungkap segala rahasia game ini. Ironisnya, keyakinannya bahwa ia selalu paling tahu tentang game ini justru menjadi cermin bagi dirinya sendiri—membuka mata akan betapa dangkalnya pemahaman yang ia anggap mendalam.
Kesadaran ini datang perlahan, menghancurkan delusi kepercayaan dirinya yang berlebihan, seolah game ini sendiri sedang mengajarinya sebuah pelajaran pahit tentang kerendahan hati.
Saat Kira tengah larut dalam pikirannya sendiri, tiba-tiba sebuah telapak tangan secara lembut mengusap kepalanya. Kira tersadar dari lamunannya, dan mendongak menatap Ferran yang mengusap kepalanya.
"Jangan merendahkan dirimu sendiri, Kau tidak salah, Yah... Paling tidak kau juga tau bahwa kau salah. Mengetahui dirimu salah itu baik, tapi jangan terlarut dan menyalahkan dirimu sendiri, seolah kau lah yang paling bersalah!..." Ferran menarik tangannya dan tersenyum lembut.
Kira melihat hal itu tidak bisa menahan diri, dan ikut tersenyum, "Yah... Kakak ada benarnya juga sih..."
Perjalanan menuju Desa Ashe ternyata jauh lebih mulus dari dugaan Lucian, selain beberapa monster yang menghalangi jalan, tidak ada sedikitpun kejadian lain yang memerlukan perhatian lebih dari para penjaga sewaan.
Saat matahari sudah mau terbenam, Desa Ashe telah nampak di kejauhan, yang seperti perkataan Lucian. Desa ini sudah hampir sebesar sebuah kota secara perhitungan umum dunia tersebut.
Ferran dan Kira bahkan sampai bertanya bagaimana bisa desa seluas itu, belum dapat disebut sebagai sebuah kota.
"Di Vaeloria Utara... Persyaratan sebuah desa untuk dapat secara resmi disebut sebagai kota, jauh lebih rumit ketimbang wilayah lain..." Jawab singkat Lucian setelah mereka memasuki desa Ashe.
Berbeda dari kota-kota sebelumnya, Lucian tidak perlu melakukan administrasi yang merepotkan untuk memasuki desa Ashe.
"... Sekitar sepuluh tahun yang lalu... Saat aku masih seorang pedagang muda yang baru memulai Bisnisku. Desa ini hanyalah desa kecil biasa, yang sering mengalami kesulitan panen serta krisis ekonomi." Lucian melihat ke sekelilingnya.
Hal itu diikuti oleh Ferran dan Kira disampingnya, Desa Ashe, yang dulunya hanya terdiri dari rumah-rumah sederhana, kini memamerkan tata kota yang lengkap dengan bangunan elegan, jalan berbatu, dan pusat keramaian, menghapus kesan desa kecil dari ingatan siapa pun.
"Aku sempat mendengar kabar bahwa desa ini tiba-tiba mendapatkan panen yang berlimpah, serta mereka jadi sering menjual batuan mulia, yang entah mereka dapatkan dari mana..." Lucian berhenti sejenak, diikuti tidak hanya oleh Ferran dan Kira, melainkan semua orang disekitarnya.
Sebuah arak-arakan tidak jauh dari mereka hendak melintas, membuat para kereta karavan harus menepi kan sedikit karavan mereka ke pinggir jalan.
Arak-arakan itu melintas dihadapan mereka, Ferran dan Kira sempat melihat seorang gadis muda. Gadis itu mengenakan gaun putih panjang dengan hiasan renda di tepinya, seperti pakaian suci yang dirancang khusus untuk ritual.
Sebuah cadar menutupi wajahnya, membuat raut wajahnya sulit dilihat oleh orang-orang disekitar. Namun Ferran cukup yakin, dirinya sempat melihat bibir gadis itu yang bergetar entah karena rasa takut atau hal lainnya.
Gadis itu ditandu dalam sebuah tandu yang sudah seperti singgasana bergerak, dengan bantal empuk berlapis sutra dan tirai brokat yang menggantung lembut di setiap sisinya, memberikan privasi sekaligus memamerkan kemewahan.
Ferran tidak memperlihatkan ekspresi apapun diwajahnya saat melihat tandu itu lewat, sedang disisi lain Kira terlihat sangat penasaran dengan upacara macam apa yang tengah dilakukan oleh penduduk desa tersebut.
"Tuan Lucian, apa yang sedang dilakukan oleh penduduk desa ini?..." Kira yang tidak bisa menahan rasa penasarannya, akhirnya bertanya pada NPC disebelahnya itu setelah arak-arakan sebelumnya melintasi mereka.
Lucian menghela nafas panjang mendengar pertanyaan Kira, situasi jalanan kembali normal. Dan kereta kuda Karavan kembali berjalan menuju pasar desa tersebut, diikuti oleh Lucian, Ferran dan Kira.
"Hah... Itu adalah upacara persembahan untuk sang dewa gunung!..." Lucian mendongak dan menghela nafas pelan, sebelum melirik arak-arakan yang telah menjauh dari mereka.
"Beberapa tahun yang lalu, desa ini dikabarkan tiba-tiba mendapatkan panen melimpah... Dan dari yang kudengar hal itu berkaitan dengan upacara yang tengah mereka lakukan saat ini!" Lucian memegangi dagunya, terlihat seperti tengah memikirkan kalimat yang cocok.
"Hm... Nona Kira, apa kau percaya Dewa?" Tanya Lucian tiba-tiba.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Tanya Kira balik, penasaran dengan motif Lucian menanyakan perihal yang cukup sensitif seperti itu.
"Hahaha... Yah, hanya tuk memastikan saja sih... Bagaimana?"
Kira menunduk dan menopang dagunya, terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Lucian, "Yah... 50 50..."
"Heh... Begitu ya..." Lucian tertawa kecil seolah mengerti maksud dari jawaban Kira.
Tangan kanannya menyentuh tepi kacamatanya, sementara matanya terpejam sedikit, sebelum akhirnya melanjutkan ceritanya.
"Gadis itu... Dia akan dikorbankan untuk dewa gunung yang dipercayai desa ini, hal itu demi kesejahteraan penduduk desa ini..." Lanjut Lucian seraya tersenyum pahit diakhir ceritanya.
------->><<-------
Ferran menyilangkan kedua tangan di dadanya, sorot matanya terlihat sangat kelelahan. "Lalu apa yang akan kau lakukan?"
Tanya pemuda itu pada Kira yang tengah cemberut serta kesal, tidak jauh darinya. Kira menggembungkan pipinya, terlihat masih kesal dengan kakaknya.
Beberapa waktu lalu, Kira terus mengoceh mengenai menyelamatkan gadis yang hendak dikorbankan. Namun Ferran terus-terusan menolak permintaan adiknya itu dengan berbagai alasan logis, ditambah dengan Lucian yang juga malah ikut mendukung pendapat Ferran.
Ferran menghela nafas panjang, sembari mengikut adiknya yang berjalan tanpa arah tujuan tersebut. Jam di dunia Etheria Realms, telah menunjukkan pukul sembilan malam, waktu dimana banyak pemain akan mulai log out dan beristirahat sejenak dari game.
Sedangkan Ferran disisi lain malah terjebak dalam situasi merepotkan dihadapannya, membuat pemuda itu hanya bisa menghela nafas frustasi menanggapi sifat adiknya itu.
Ferran sebenarnya bisa saja meninggalkan adiknya itu, namun dia sadar dengan sifat Kira saat ini, gadis itu bisa saja bertindak bodoh kapan saja.
Disaat keduanya masih berjalan-jalan keliling kota, mereka secara tidak sengaja berpapasan dengan Lucian yang baru saja keluar dari sebuah toko.
Menyadari keberadaan Ferran dan Kira, pria paruh baya itu menyapa keduanya dengan senyum santai. "Yoh! Kira, Ferran kalian belum beristirahat?"
"Inginnya sih begitu... Tapi..." Ferran melirik Kira yang masih diam sejak tadi, sembari tersenyum pahit, Ferran hanya bisa menundukkan kepalanya.
Lucian tertawa kecil dan sedikit menegur Kira, agar seharusnya tidak terlalu merepotkan kakaknya itu. Saat pembicaraan mulai mengalir diantara ketiganya, dari kejauhan arak-arakan untuk pengorbanan dewa gunung, yang berangkat beberapa jam yang lalu telah kembali.
Namun perhatian ketiganya bukan tertarik oleh mereka, melainkan seorang wanita yang mungkin berumur sekitar 30 tahun-an. Dia terlihat dengan histeris mendekati para pengawal, yang mengawal gadis muda sebelumnya sebagai persembahan dewa gunung.
Beberapa orang terlihat dibelakang sang wanita, mengejarnya dan seolah berniat menahannya, dari apapun yang hendak dia lakukan.
Saat wanita itu sampai di hadapan para pengawal desa, dia terlihat mengamuk dan memukuli salah satu diantara mereka yang memiliki badan paling besar. Namun serangan dari wanita itu seolah adalah angin belaka, yang bahkan pengawal yang menerima semua pukulan itu terlihat tidak bergeming sama sekali.
Wanita itu juga terdengar meneriakkan sesuatu mengenai anaknya, yang jika Ferran tidak salah dengar adalah gadis yang sebelumnya dikorbankan untuk dewa gunung.
Ferran melihat pengawal yang diamuk oleh wanita itu, dia tersenyum pahit seolah ini bukanlah pertama kali mendapatkan perlakuan serupa.
Kejadian tersebut sempat menjadi pusat perhatian, baik itu NPC maupun pemain yang masih aktif didalam game. Ferran melirik Kira disampingnya, dan menyadari tangan gadis itu mengepal rapat, disertai dengan mulutnya yang menegang.
Ferran hanya bisa menghela nafas melihat hal itu, dia tentu sadar bahwa ini hanyalah sebuah dunia game. Tapi walaupun begitu, tetap saja dunia ini terlalu nyata untuk sekedar dianggap sebagai dunia game semata.