S 2
"Aku Punya Papa." Tiga kata yang selalu diucapkan Farzan bocah berusia 6 tahun itu, ketika teman-teman seusianya mengolok dirinya tidak punya papa.
Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putranya yang selalu diolok, namun Zana hanya bisa diam karena dia tidak bisa menunjukkan siapa ayah dari anaknya.
Hingga ketika Farzan dinyatakan mengidap Pneumonia, penyakit yang bisa mengancam nyawanya, membuat dunia Zana seakan runtuh. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk pengobatan putranya, namun hasilnya selalu nihil bahkan semua yang ia punya telah habis terjual. Dan pada akhirnya, dengan terpaksa Zana kembali ke kota kelahirannya untuk mencari sosok ayah biologis putranya, yaitu laki-laki yang telah menghancurkan masa depannya 7 tahun lalu, dengan harapan laki-laki itu bisa menolong putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. SAH
"Farhan Adinata bin Aditya Adinata, saya nikahkan dan kawinkan engkau kepada wanita yang bernama Zana Aulia binti Wiliam Pratama dengan mas kawin seperangkat emas dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawin nya Zana Aulia binti Wiliam Pratama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi?"
"Sah!" Jawab saksi beserta para tamu undangan dengan serentak.
Zana mengusap wajahnya seraya mengucap hamdalah setelah Farhan mengucap ijab Kabul dengan lantang dan dalam satu kali tarikan nafas.
Lega... Itulah yang di rasakan oleh Zana dan juga Farhan, begitupun dengan yang lainnya. Terlebih Farzan yang sangat bahagia, akhirnya keinginannya selama ini telah tercapai. Kini papa dan mamanya telah bersatu dalam ikatan pernikahan.
Usai penghulu membacakan doa pernikahan, Zana mencium punggung tangan Farhan dengan takzim dan Farhan pun mengusap pucuk kepala Zana dengan lembut. Setelah itu giliran Farhan yang mencium kening Zana.
Lama...
Dalam...
Hangat...
Dan begitu terlihat mesra. Zana memejamkan matanya kala merasakan bibir Farhan menempel di keningnya.
Usai mencium kening istrinya, Farhan menarik tubuh Zana kedalam pelukannya. Memeluk dengan erat sembari mengucap kata maaf berulang kali, seakan di ruangan itu hanya ada mereka berdua saja.
Semua yang ada di ruangan itu ikut terharu menyaksikan sepasang suami istri yang telah menyatu dalam ikatan pernikahan yang sakral.
Perlahan Farhan pun mengurai pelukan nya, dan langsung mengusap cairan bening di sudut mata Zana.
"Aku harap ini adalah air mata bahagia." Ujar Farhan sembari tersenyum, padahal ia juga ingin menangis.
Zana hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya, dan mencoba untuk tersenyum.
Mama dan papa pun mendekati putra dan menantu mereka, memberi selamat kemudian memeluk sepasang pengantin baru itu secara bergantian.
"Selamat ya, Nak. Sekarang Kamu sudah menjadi seorang Suami, dan tanggung jawab mu bukan lagi hanya kepada Papa dan Mama, tetapi tanggung jawab mu akan lebih besar kepada istrimu." Mama mengusap puncak kepala putranya dengan lembut.
"Bertutur kata lah yang lembut pada istrimu. Tegur lah dengan penuh kelembutan jika dia berbuat salah. Jangan terlalu sering mempersoalkan kesalahannya, dan maafkan lah jika dia berbuat salah. Tunjukkan cinta dan kasihmu padanya, buatlah hatinya merasa nyaman. Karena seorang istri adalah jantung rumah, jika istri tidak bahagia makan seisi rumah juga tidak akan bahagia." Tutur mama lagi menasehati.
Farhan hanya mampu menganggukkan kepalanya, kedua matanya pun sudah berkaca-kaca.
Mama tersenyum, sekali lagi ia mengusap kepala putra sulungnya itu. Netranya tak lepas menatap wajah putranya yang terlihat semakin tampan dengan pakaian pengantin yang melekat ditubuhnya.
Rasanya baru kemarin ia menimang-nimang tubuh mungil Farhan, dan hari ini putranya itu telah menjadi seorang suami.
Mama pun akhirnya menitihkan air matanya, rasa bahagia tak mampu ia sembunyikan. Kini putra sulungnya telah memiliki pendamping hidup.
Setelah mama berpindah memeluk menantunya, papa pun mendekati Farzan dan juga memberikan sedikit petuah pada putranya itu.
"Nak, setiap pernikahan, setiap yang berumah tangga pasti memiliki ujiannya masing-masing. Dan Papa ingatkan, apapun ujian yang Tuhan berikan dalam rumah tanggamu nanti. Kamu jangan goyah, kamu harus kuat, kuatkan hatimu, tabah menerima semua cobaan-Nya. Karena Tuhan tidak akan pernah menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya."
Dan kali ini Farhan pun menitihkan air matanya. Yah ia sendiri tahu akan hal itu. Dan untuk itu ia benar-benar sudah mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang akan terjadi.
Dan lagi-lagi Farhan hanya mampu menganggukkan kepalanya tanpa bisa berkata-kata.
Seluruh keluarga satu persatu menghampiri kedua mempelai untuk memberikan selamat. Dan orang yang paling antusias dalam hal ini adalah Farzan. Bocah itu merasa sangat bahagia kini papa dan mamanya telah bersatu dan tak akan terpisahkan lagi.
Beberapa saat kemudian...
Para tamu undangan satu persatu mulai meninggalkan ruangan tempat ijab kabul berlangsung, menuju ruangan lain yang telah tersedia berbagai macam menu hidangan. Acara akan berlangsung hingga malam hari.
Disaat yang lainnya terlihat berbahagia, Wiliam justru sebaliknya. Bagaimana tidak, sejak tadi Zana mengacuhkan dirinya. Bahkan ketika ia menghampiri memberi selamat, putrinya itu sedikitpun tak menunjukkan senyuman padanya seperti pada yang lainnya. Hatinya benar-benar sakit, dadanya terasa sesak diacuhkan oleh putri kandungnya sendiri.
Merasa tak tahan, Wiliam pun memilih untuk meninggalkan tempat itu. Ada baiknya mungkin ia harus memberi ruang bagi Zana untuk lebih bisa menerima keadaan.
Di saat ia akan masuk kedalam mobil, gerakan tangan Wiliam yang hendak membuka pintu mobil terhenti ketika mendengar sebuah suara memanggilnya dengan sebutan yang membuat hatinya merasa tersentuh.
"Kakek Wiliam...
.
.
.
TBC.......✨✨✨