Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 Kedekatan Yang Tidak Biasa
"Sebenarnya aku baru pulang nge gym, gerah banget. Aku mau berenang deh," ucap Leon.
"Siang-siang gini pasti seger, tadi aku juga sempat mau renang."
"Ya udah bareng aja," ucap Leon enteng.
Rania terbelak sebentar, "Enggak deh, kamu aja," tolak nya.
Masa saja Rania berenang berdua dengan lelaki seumurannya, pasti tidak wajar sekali. Walaupun memang mereka tidak aneh-aneh, tapi tetap saja menurut Rania itu tidak boleh. Akhirnya Rania pun hanya menonton Leon saja di bangku sisi kolam.
"Yakin nih gak akan berenang?" tanya Leon memastikan.
"Iya, kamu aja."
"Ya sudah, tapi nanti kalau mau turun tinggal turun aja ya. Padahal kalau renangnya ada temen lebih seru loh." Ternyata Leon cukup gigih merayu.
Rania hanya menggeleng dan tetap kekeuh menolak, lagi pula jika berenang dengan Leon pasti tidak akan nyaman dan gugup. Mereka saja baru kenal hari ini, tapi seperti sudah kenal lama dan akrab. Rania sih cukup bersyukur bisa punya kenalan baik seperti Leon.
Saat Leon membuka kaosnya, membuat Rania menelan ludah susah payah melihat tubuh pria itu yang sempurna. Ototnya berada di tempat tepat, bahkan perutnya pun kotak-kotak. Rania langsung menurunkan pandangan merasa malu sendiri, Ia sempat mengagumi keseksian pria lain.
"Wah seger banget," pekik Leon setelah menceburkan tubuhnya ke kolam renang. Pria itu mengusap rambutnya ke belakang, malah membuatnya semakin tampan, "Ayo Rania turun, airnya seger loh."
"Enggak ah."
"Dasar, kamu gak seru ah."
Leon pun mulai berenang ke sana kemari dengan lincah nya, pria itu pun terlihat pandai berenang. Sudah pasti sih, dilihat dari badannya yang atletis saja sudah pasti bisa segala macam olahraga.
"Kamu bisa renang gak Rania?" tanya Leon sambil menumpukan kepalanya di sisi kolam, Rania sendiri duduk di dekatnya.
"Enggak bisa, aku malah dulu hampir tenggelam di sungai."
"Oh jadi kamu sukanya renang di sungai?"
"Iya, soalnya di desa jarang ada kolam renang gitu."
Leon mengangguk mengerti, "Tapi kayanya renang di sungai lebih seru ya? Airnya mengalir."
"Iya emang seru, apalagi sama temen-temen."
Melihat perempuan itu yang bercerita tentang kesederhanaannya membuat Leon merasa asik juga mendengarkan. Rania ini terlihat sederhana dan apa adanya, tidak gengsi juga seperti perempuan lain. Leon jadi semakin tertarik ingin mengenal lebih.
"Kalau di kolam itu apa dalam?" tanya Rania.
"Enggak terlalu, kalau di aku di bawah dada," jawab Leon sambil berdiri tegak menunjukan.
"Tapi kan Leon tinggi, berarti kayanya kalau di aku lumayan dalam."
"Jangan takut, nanti aku jagain deh."
Rania hanya tersenyum tipis, "Sudah sana berenang lagi," ucapnya mengalihkan obrolan.
Entah sifat Leon ini memang begitu atau tidak, tapi Leon yang terus menggodanya terlihat natural sekali. Tetapi di mata Rania, pria itu tidak terlihat kurang ajar. Mungkin karena mereka seumuran dan sudah berteman juga, jadi Rania memaklumi.
Saat Rania sedang asik memperhatikan Leon, perempuan itu sampai tidak menyadari seseorang yang berjalan menghampirinya. Rania baru sadar saat melihat kaki jenjang berdiri di sebelahnya, Ia pun mengangkat kepala untuk melihat. Sedikit terkejut karena itu adalah Livia.
"Oh Hai Kak, kau sudah pulang?" tanya Leon dengan suara cukup keras dari kolam.
"Sedang apa kamu?" tanya Livia.
"Tidak lihat aku sedang berenang?"
Livia menghela nafasnya, "Sejak kapan kamu di sini?"
"Dari siang sih, lumayan lama lah."
"Kenapa tidak telepon?"
"Kau selalu sibuk, panggilan dariku tidak suka diangkat," jawab Leon sedikit ketus.
Perhatian Livia lalu teralih pada Rania, merasa semakin bingung kenapa perempuan itu di sini. Kalau dari tempat duduknya, langsung mengarah ke kolam renang. Itu berarti dari tadi Rania menonton Leon yang sedang berenang. Apa-apaan ini?
"Jangan terlalu lama berenang, sudah sore juga," tegur Livia. Perempuan itu berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah.
Rania menghela nafasnya begitu saja, di saat berdekatan dengan Livia entah kenapa Ia selalu gugup sampai hanya bisa diam. Rania lalu melihat Leon yang naik ke atas. Ia pun beranjak sambil membawa handuk berinisiatif memberikan.
Leon menerimanya dengan senyuman lebar, "Makasih, kau perhatian juga ya," ucapnya.
"Langsung mandi aja."
"Iya aku akan langsung mandi."
Rania bahkan sampai menunggu Leon mengeringkan rambut dan tubuhnya, perempuan itu tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang malah memperhatikan. Setelahnya keduanya masuk ke rumah, Leon ke kamar tamu untuk mandi, sedangkan Rania kedapur.
"Mbok Nina, mbok dari mana aja?" tanya Rania senang melihat pembantunya itu di sana.
Mbok Nina tersenyum, "Kenapa Nona kangen ya sama mbok?" guraunya.
"Hehe iya, kan biasanya temen di rumah itu mbok Nina."
"Maaf ya mbok gak bilang dulu, tadi habis pengajian. Terus pulangnya ke pasar untuk belanja."
"Begitu ya, pantesan aja lama."
"Katanya ada den Leon ya?"
"Iya, aku kaget pas lihat ada cowok asing masuk rumah. Tapi ternyata dia adiknya Kak Livia ya? Aku baru tahu."
"Iya memang, mereka beda umur sekitar empat tahunan. Tapi den Leon dengan Nyonya agak mirip, kan?"
"Iya, aku baru sadar itu."
Rania melihat jam di dinding, sebentar lagi Candra pulang kerja jadi Ia memutuskan untuk mandi. Sambil menunggu suaminya itu, Rania sedikit membantu mbok Nina menyiapkan makan malam. Porsi makanan setiap hari selalu banyak, jadi ada Leon pun tetap sama saja.
"Rajin banget nih bumil," ucap Leon memasuki ruang makan.
Rania menoleh ke asal suara, "Sudah mandinya?"
"Sudah dong, sekarang udah ganteng, kan?"
Rania tersenyum sambil menggeleng-geleng melihat sikap percaya diri Leon. Mau sebelum mandi atau sesudah, Leon menurutnya tetap tampan. Tetapi Rania tidak mau blak-blakkan memuji, takut jadi salah paham. Leon lalu duduk di kursi makan, sambil memperhatikannya.
"Mbok, Rania emang rajin begini ya?" tanya Leon.
"Iya den, Nona ini memang rajin orangnya. Dia selalu pengen bantuin mbok beres-beres atau masak, tapi mbok larang karena perintah dari Tuan Candra. Nona kan sedang hamil, jadi jangan kecapean."
"Oh iya bener."
Saat Rania akan melewatinya, Leon dengan santainya menarik tangan perempuan itu lalu mendorongnya dengan pelan untuk duduk di kursi yang bersebelahan dengannya. Rania yang terlalu terkejut hanya menurut saja.
"Sudah biarin mbok aja, dengerin tuh, jangan terlalu cape," tegur Leon memperingati.
Beberapa menit kemudian Candra akhirnya pulang juga, pria itu tidak terlalu terkejut melihat kehadiran adik iparnya karena Leon memang sering main kesini. Candra lalu ke atas untuk mandi dahulu sebelum makan malam, sedangkan Rania dan Leon yang menunggu tidak kebosanan karena sambil mengobrol.
"Sepertinya aku akan sering main kesini mulai sekarang," celetuk Leon.
"Kenapa?"
"Karena ada kamu."