Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I’m sorry Alena. Sorry
Bbraaakk
Bbraaakk
Dor
Dor
Para anggota Silent Maks menerobos masuk ke dalam rumah. Mereka mencari dengan detail, di setiap sudut, kamar dan ruangan manapun. Semua telah disisir, namun tak menemukan orang yang mereka cari, alhasil mereka membuat rumah tersebut berantakan dan menghancurkan perabot dan properti yang ada.
Beberapa kali peluru dilesatkan pada titik-titik yang dicurigai terdapat ruang tersembunyi. Namun dugaan mereka salah, mereka tak menemukan apapun.
“Zero, no target detected.” ( Kosong, target tidak dideteksi)
Mereka berkomunikasi melalui mikrofon, terhubung dengan seseorang dari pusat kendali. Ketua regu memberikan kode untuk meninggalkan lokasi karena apa yang mereka cari tidak ada. Mereka tidak boleh berlama-lama di tempat tersebut.
Tuss
Tuss
Salah seorang dari Silent Mask terkena tembakan tepat di bagian dada dan lengannya. Suasana menjadi kacau, mereka segera mencari dari mana asal tembakan tersebut. Sayangnya, penembak menggunakan peredam suara sehingga tidak terdengar suara sama sekali.
Tuss
Tuss
Lagi-lagi peluru berhasil dilesatkan namun tidak mengenai target.
Dari mikrofon terdengar perintah untuk pergi dan membubarkan diri. Mereka segera keluar dari rumah tersebut, tidak melonggarkan kewaspadaan mereka. Mereka pergi dan menghilang seperti sebuah bayangan.
“Lokasi, clear. Tim Delta bisa masuk.”
Lima orang tim langsung masuk ke dalam rumah setelah seluruh anggota Silent Mask berhasil diusir. Ya.. mereka adalah anak buah Althaf, penembak jitu pun merupakan salah satu dari mereka.
Mereka berhasil melumpuhkan salah satu anggota Silent Mask. Sengaja tidak menembak pada bagian vital, namun berakibat fatal. Segera mereka mengamankan anggota Silent Maks itu untuk diinterogasi dan dicari tahu siapa yang sudah memberikan mereka misi untuk mencelakai Alena.
Setelah memastikan kondisi di lokasi aman, Althaf pun menyusul masuk dan mencari keberadaan Alena. Begitu mendengar informasi jika anggota Silent mask menerobos masuk, kecemasan dan kekhawatiran tak mampu dibendung.
Althaf terpaku melihat kondisi rumah tangga sudah berantakan dan kacau, beberapa lubang-lubang kecil di tembok merupakan bekas tembakan.
Hampir satu jam mencari, namun Althaf beserta anak buahnya belum berhasil menemukan keberadaan Alena dan Zaldo. Dia sangat yakin, Alena dan sepupunya itu masih berada di dalam rumah ini. Althaf tidak tahu bagaimana menemukan dimana letak ruang bawah tanah Itu.
Althaf pun sudah mengirimkan email balasan kepada Zaldo, tapi masih belum mendapatkan jawaban. Tiba-tiba pandangannya mengabur, tubuhnya lemas seperti kehilangan tenaga. Althaf terlalu memaksakan kondisi tubuhnya yang masih sakit.
Mata Althaf tertuju pada sebuah gudang kecil di sudut rumah. Meskipun tadi sudah memeriksa gudang tersebut dan tidak ada apa-apa, namun Althaf yakin ada sesuatu yang di dalam sana.
Althaf mulai melihat keanehan di dalam gudang, mengapa ada rak buku di dalam sana. Sesuatu yang tidak wajar jika harus menyimpan buku di gudang.
“Pindahkan rak buku itu," perintah Althaf kepada anak buahnya.
Begitu rak buku tersebut berhasil dipindahkan terlihat sebuah pintu kecil dibagian bawahnya. Althaf mencoba membukanya dan terlihat sebuah tangga yang menuju ke bawah. Althaf berkeyakinan jika itu merupakan jalan menuju ruang bawah tanah.
Di bawah sana, Althaf melihat ada beberapa kamar. Dia tak menyangka, di rumah kecil rupanya tersembunyi tempat yang luar biasa, satu persatu Althaf memeriksa setiap kamar namun kosong.
Pintu kamar di ujung terbuka dan keluar lah seseorang yang dikenali oleh Althaf. Tanpa banyak bicara, Althaf langsung menuju kamar tersebut. Zaldo yang berdiri di ambang pintu tak dihiraukan oleh Althaf, tubuhnya terhuyung saat berbenturan dengan bahu kekar Althaf.
Rasa bahagia bercampur khawatir terluapkan saat melihat wanita cantik yang tengah duduk di kursi roda. Tubuhnya jauh lebih kurus dibandingkan beberapa waktu lalu sebelum tragedi itu terjadi.
Keduanya saling bertatapan, namun tak ada yang berbicara, keduanya terdiam. Althaf bersimpuh sambil menggenggam kedua tangan Alena, begitu kurus dan kering. Jika bukan karena Alena yang masih sakit, mungkin detik ini juga Althaf akan menghabiskan satu botol krim tangan agar kulitnya mulus dan halus.
Sorot matanya kini teralih pada wajah Alena yang sendu, begitu jelas lingkaran hitam.
“I’m sorry Alena. Sorry,” ucap Althaf lirih.
Sementara Alena yang sejak tadi dilanda ketakutan saat anggota Silent Mask menerobos dan membuat kekacauan, mendadak mulai merasa tenang setelah Althaf menggenggam tangannya. Sesaat, pandangan Alena terhadap Alena mulai berubah tidak seperti bayangan kelam yang selalu muncul di pikirannya. Tapi Alena tak bisa gegabah, bisa saja itu adalah kamuflase disaat situasi yang menegangkan. Alena tak boleh terhanyut.
“Mas baik-baik saja?” Entah mengapa kalimat itu yang meluncur dari bibirnya, padahal Alena ingin mengatakan hal lain.
“I am ok. Kenapa bertanya seperti itu?” Salah satu alis Althaf terangkat.
Alena menggeleng kepalanya, “Wajah Mas pucat. Pasti mas sakit, kenapa memaksakan kesini?” Kebingungan Alena semakin bertambah.
Sementara dia merasa masih asing dengan pria dihadapannya, namun apa yang dia ucapkan mengalir begitu saja. Padahal Alena sama sekali tidak memikirkan Althaf, tapi mengapa setiap kalimat yang diucapkan justru terkena perhatian dan mengkhawatirkannya.
“Sudah Mas bilang, Mas baik-baik saja. Tidak mungkin Mas berdiam diri saat mengetahui istrinya sedang dalam bahaya. Sebentar, apa ingatanmu sudah kembali?” tanya Althaf memastikan, Alena menggelengkan kepalanya pelan.
Althaf menghembuskan napasnya dengan kasar, ekspektasinya tidak tepat. Namun setidaknya Alena perhatian kepadanya meskipun dari gerak -gerik tubuhnya masih terasa canggung. Zaldo hanya bisa mengamati drama sepasang suami istri itu dari kejauhan. Hatinya terasa panas dan menggebu namun tak bisa mengungkapkannya dengan gamblang. Harga dirinya akan terluka jika Alena akan membela Althaf.
Althaf berdiri, kemudian memegang dan mendorong kursi roda Alena menuju pintu kamar. Refleks Alena menekan kunci sehingga kursi roda tersebut berhenti.
“Alena apa yang kamu lakukan!!” seru Althaf.
“Mau kemana?”
“Kita pulang!” jawab Althaf singkat, Alena mendesah.
“Tinggalkan aku disini, Mas. Aku belum mau pulang.” Alena tak peduli jika nanti Althaf akan marah, dia belum siap untuk kembali. Ada hal yang harus Alena pastikan sebelumnya.
Althaf pura-pura tak mendengarkan, dia tetap berusaha untuk mendorong kursi roda teras meskipun Alena berusaha untuk mencegahnya.
Bruugghh
Tubuh Alena terjatuh ke depan, sengaja karena menolak pulang bersama Althaf. Althaf mulai hilang kendali, dia bahkan dengan kasar menarik tubuh Alena agar bisa kembali duduk di kursi rodanya
Bbuugghh
Kali ini Zaldo bertindak, tak bisa diam jika ada yang menyakiti Alena.
“Kamu paham bahasa manusia tidak Al. Lena bilang dia tidak mau pulang!!” tegas Zaldo sambil menggendong tubuh lemah Alena.
Althaf mengusap ujung bibirnya yang berdarah, emosinya memuncak kala Alena terlihat begitu nyaman diperlukan pria lain. Tatapan matanya mulai menajam, rasanya ingin membunuh Zaldo saat itu juga.