Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Rega tersenyum saat melihat ada tusuk sate di dasbor mobilnya. Rupanya Gisel sudah memakannya satu. Terlihat sudut bibir gadis itu yang sedikit kotor terkena kecap.
Rega mengambil tissu untuk membantu mengelap sudut bibir Gisel yang kotor. Sontak, Gisel langsung menjauhkan wajahnya dari tangan Rega, "Apa, sih? Jangan macam-macam, ya! aku bisa teriak nih!" ucapnya mengancam.
"Sudut bibir Kamu kotor, abang cuma bantu buat bersihkan saja. Kalaupun kamu teriak dan orang menggerebek kita, nggak akan yang bisa mereka lakukan terhadap pasangan yang sah, paling cuma di suruh pindah ke hotel," sahut Rega.
Gisel mencebik, ia merebut tissu yang ada ditangan Rega, "Aku bisa bersihkan sendiri, tinggal di bilangin aja," ucapnya sembari mengusap sudut bibirnya.
"Bukan yang itu, yang satunya," ucap Rega menahan senyum karena Gisel salah mengelap bibirnya. Yang harusnya kiri tapi yang di lap yang kanan.
"Ya udah, sih.. Jalan!" ucap Gisel sambil mengusap susut bibir kirinya.
Rega melajukan mobilnya, "Kamu udah lapar banget, dek?" tanya Rega, sebisa mungkin ia mencoba memecah keheningan dakam mobil tersebut.
"Siang aku nggak sempat makan," sahut Gisel tanpa mengalihkan pandangannya dari luar jendela.
"Kenapa nggak makan? sesibuk apapun harus sempetin buat makan, nanti bisa sakit," ujar Rega.
Tadi siang rencananya Gisel akan makan siang setelah kembali dari meeting, tapi ia justru bertemu Kendra. Jadi hilang nap su makannya.
"Udah biasa, jangan sok perhatian deh," ucap Gisel.
"Bukan sok perhatian, tapi emang abang peduli," balas Rega.
Gisel diam, malas menanggapi. Karena dulu dia salah mengartikan kepedulian pria itu terhadapnya. Yang pada akhirnya berujung luka yang mendalam.
Sampai di apartemen, Gisel berniat langsung mandi terlebih dahulu sebelum makan sate yang di beli tadi.
"Bisa tunggu di luar aja nggak? aku mau mandi," ucap Gisel pada Rega yang sedang melepas sepatunya. Pria tersebut duduk di tepi ranjang.
"Abang nggak bakal ngintip, mandi ya mandi saja! Kamar mandinya di sana!" sahut Rega. Ia sudah cukup lelah hari ini, ingin segara gantian mandi juga dengan Gisel lalu makan sate bareng.
"Terserah kamu aja, toh ini apartemen mu, ini kamarmu, ada hak apa aku mengusirmu dari sini. sadar diri aja!"
Ucapan Gisel kali ini mampu membuat Rega sedikit terusik. Ia mencekal lengan gadis itu tepat pada sikunya, "Jangan ngomongin hak maupun kewajiban kita di sini, kecuali kalu kamu memang berniat untuk melakukan kewajibanmu sebagai istri," ucapnya.
Gisel tak menyahut, ia menggerakkan tangannya, meminta Rega melepasnya karena ia merasa sakit pada bagian yang Rega cengkeraman tersebut.
Melihat Gisel seperti menahan sakit, Rega langsung melepas cengkeramannya," Kenapa siku kamu? " tanyanya. Sebab, ia mencengkeram tidak keras, rasanya tidak mungkin Gisel sampai menahan kesakitan seperti itu gara-gara cengkeramannya.
"Nggak apa-apa!" Gisel langsung menuju kamar mandi.
Rega tidak puas dengan jawaban yang Gisel berikan tadi. Ia menunggu Gisel keluar dari kamar mandi.
Gisel keluar dari kamar mandi dengan, mengenakan handuk kimono yang menutupi tubuhnya sampai ke bawah lutut. Lumayan amnalah untuk menjaga pandangan mesum suaminya,
"Kenapa liatin kayak gitu? baru pertama lihat cewek habis mandi? Padahal aku sering kayak gini kalau di Paris. Malah cuma pakai handuk aja jalan di depan cowok kalau habis begituan," ucap Gisel. Seolah kehidupannya di luar negeri benar-benar bebas.
"Jangan sibuk ngomongin aibmu sama abang, dek. Karena abang udah tahu semua aibmu dari kamu bayi," Rega tak peduli dengan ucapan Gisel, karena itu justru memperlihatkan seberapa polosnya sang istri.
Rega menarik tangan wanita tersebut. Ia meneliti siku Gisel. Gisel langsung mendesis saat sikunya yang memar di sentuh oleh Rega.
Rupanya saat terserempet sepeda motor tadi, siku Gisel yang terluka.
Tanpa banyak bicara, Rega langsung mencari kotka p3k miliknya.
"Nggak usah!" tolak Gisel saat Rega hendak mnegolesi luka memarnya dengan salep yang baru saja ia ambil. Namun, Rega tak mengindahkan penolakannya. Pria itu memaksa.
"Diamlah, aku hanya akan mengoleskan ini, bukannya akan membedah sikumu!" ucap Rega yang mana membuat Gisel langsung mencebik.
"Ck, jangan kamu salahkan gunakan keahlianmu! Ini cuma memar masa mau di bedah, yang benar saja!" ucap Gisel.
"Apa kamu perlu pembersih telinga, dek?" tanya Rega. Perasaan ia tidak mengatakan akan membedahnya, tapi kenapa wanita itu berkata demikian, apa ada masalah dengan pendengerannya.
"berisik! Minggirlah! Aku mau ganti baju!" Gisel yang ketahuan kurang fokus gara-gara lengannya di usap dengan lembut oleh Rega langsung berdiri. Ia mneghentakkan kakinya sebelum menuju ke walk in closet untuk memakai baju.
Rega tersenyum tipis melihat tingkah sang istri," sikapmu semakin buat abang yakin, dek. Kalau sebenarnya kamu masih mencintai abang. Abang yakin besarnya kenbencianmmu terhadap abang, sama besarnya dengan rasa cinta yang kamu miliki buat abang," gumamnya lirih.
.
.
.
Nandira yang baru saja sampai parkiran apartemen, karena ia harus ke rumah orang tuanya terlebih dahulu melihat mobil Rega sudah terparkir di sana.
Sejak pertemuannya dengan Rega siang tadi, mereka tak bertemu lagi hingga pria itu pulang terlebih dahulu tadi.
Rasanya ia masih tak terima dengan jawaban Rega tadi di rumah sakit.
"Tidak, kamu tidak bisa giniin aku, ga. Aku nggak terima kamu menikah dnegan wanita lain!" gumamnya sembari menatap mobil pria itu sebelum ia menuju apartemennya.
"Aku akan cari tahu, siapa wanita itu dan aku akan buat perhitungan dengannya,"
Sementara itu, Rega sudah menyiapkan sate yang di belinya tadi di maja makan. Ia sedang menunggu sang istri yang entah sedang apa dikamar.
Bibirnya melengkung sempurna saat melihat Gisel turun. Gadis yang memakai piyama lengan panjang bermotif keropi itu menatapnya curiga.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Gisel.
"Nggak apa-apa. Makan! Abang udah ambilin nasi sekalian buat kamu," sahut Rega. Ia tahu Gisel lebih suka makan sate dengan nasi daripada lontong, makanya tadi hanya membeli satenya.
Gisel duduk dengan tetap memasang wajah curiganya.
"Tenang aja, nggak abang kasih garam, apalgi racun," ucap Rega.
Gisel melengos, ia merasa tersindir, tapi bodo amat.
"Nggak makan? aku risih di liatin gitu," ucap Gisel saat ia sadar Rega belum makan juga, padahal ia sudah mulai makan bebrapa saat lalu. Pria itu justru terus menatapnya lekat.
"Iya, ini abang makan," ucap Rega. Ia mulai memasukkan sate ke mulutnya. Andai Gisel tahu, betapa Rega selama ini merindukannya.
Bagaimana tidak, sebelumnya mereka berdua setiap hari bertemu. Gadis itu selalu menempel padanya sudah seperti lalat yang menempel pada lem, tiba-tiba saja wanita itu pergi dan mereka tidak pernah bertemu lagi.
Memang, Rega akui Gisel pergi kala itu juga karena dirinya. Salahnya. Bagi sebagian orang, termasuk Amel, apa yang di lakukan nya menang sangat keterlaluan dan salah.
Tapi, itulah cara dia mencintai wanita yang kini menjadi istrinya tersebut.
...****************...