FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Sebuah kecelakaan menewaskan seluruh keluarga Arin. Dia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah peninggalan orangtuanya. Tapi meski begitu dia hidup dalam kesepian. Beruntungnya ada keluarga sekretaris ayahnya yang selalu ada untuknya.
"Nikahi Aku, Kak!"
"Ambillah semua milikku, lalu nikahi aku! Aku ingin jadi istrimu bukan adikmu."
Bagaimana cara Arin mendapatkan hati Nathan, laki-laki yang tidak menyukai Arin karena menganggap gadis itu merepotkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Jadi hukuman yang seperti apa yang pas untukmu sekarang?" tanya Nathan.
Ohh ya ampun, bahkan hembusan nafas pria itu berhasil menyentuh kulit wajah Arin. Terasa hangat dan membuat bulu-bulu halus Arin berdiri. Tapi bukankah itu adalah kesempatan yang bagus untuk memastikan perasaan mereka. Kapan lagi Arin punya kesempatan bagus seperti itu. Dengan posisi yang begitu dekat dan suasana yang pas. Karena pria itu terlalu tidak peka dan menganggapnya anak kecil terus. Sudah seharusnya Arin menunjukkan kalau dia sudah dewasa.
'Kau tunggu apa lagi Arin. Ini kesempatan terbaikmu, lakukan seperti yang ada di drama yang kamu tonton. Itu sangat mudah, cukup kau tempelkan saja bibirmu kan.' Arin ragu karena dia terlalu amatir. Tidak tau bagaimana caranya berciuman. Yang ia lihat di film ataupun drama bukankah cukup hanya menempel lalu bibir mereka bertaut. Ohh itu sungguh memalukan. Apakah harus Arin yang memulainya lebih dulu.
Arin memejamkan matanya menarik nafas lalu menghembuskannya. Dia harus berani. Perlahan tangannya yang berada di pundak Nathan dia angkat dan ia kalung kan pada leher pria itu dan saling bertautan. Nathan tentu saja terkejut mendapati gadis didepannya cukup berani. Tapi sejujurnya dia juga menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aku sudah tau hukuman apa yang pas untukku," bisik Arin dengan suara yang sangat lembut nyaris seperti suara desihin.
Mata mereka saling menatap begitu dalam, lalu dengan keberanian penuh Arin maju lebih dulu. Menempelkan bibirnya pada bibir pria itu sambil memejamkan matanya. Kalau tidak begitu entah sampai kapan ia menunggu inisiatif dari pria seperti Nathan.
Jadi seperti ini rasanya bercuman. Apa yang dibayangkan Arin akhirnya jadi kenyataan. Rasanya hangat dan panas sepertinya. Apa yang dirasakan Arin tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Nathan ditengah keterkejutannya.
Lagi-lagi Nathan harus syok mendapati keberanian Arin kecilnya yang sepertinya sudah bukan anak kecil lagi. Diam-diam dia tersenyum, Gadis itu cukup berani tapi sayangnya tidak tau bagaimana caranya bercuman yang benar.
Setelah cukup lama bibir mereka hanya menempel, Arin melepaskan diri. Wajahnya memerah menahan malu, dia pun menunduk. Entah seperti apa tanggapan pria itu yang penting dia ingin menunjukkan kalau Arin sudah dewasa dan jadi seorang wanita.
'Kau terlalu menggemaskan saat malu-malu seperti itu. Padahal aku sudah menahan diri tapi kamu yang memulainya lebih dulu. Sekarang biar aku ajarkan cara bercuman yang benar.' Sudut bibir Nathan terangkat ke atas, tersenyum smirk.
"Jadi hukuman seperti itu yang kamu mau sekarang? Apa saat kamu berbuat kesalahan aku boleh menghukummu dengan cara seperti tadi," goda Nathan.
Arin memalingkan wajahnya tidak berani menghadap pria itu. Tangannya meremat kaos Nathan yang ia buat pegangan. "Bu--bukan seperti itu kak, tadi itu hanya contoh. Mak-maksudnya aku bukan anak kecil lagi jadi jangan menghukumku seperti anak kecil," cicit Arin. Rasanya dia ingin menghilang saat ini juga. Menyesal sudah melakukan hal itu, Sekarang rasanya dia sudah tidak punya muka lagi untuk berhadapan dengan Nathan. Ah tapi tadi pria itu juga tidak mendorongnya, apa artinya pria itu juga setuju.
"Baik, sudah diputuskan. Setiap kali kamu melakukan kesalahan atau melanggar aturan maka akan aku hukum dengan cara seperti tadi. Hanya saja ...." Menggantungkan ucapannya lalu mendekat ke telinga Arin. "Hanya saja tadi itu caranya masih salah. Kau harus membuka mulutmu dan--"
Arin langsung menutup mulut Nathan dengan telapak tangannya. "Jangan membahas itu lagi, aku malu kak. Aku itu tidak tau caranya dan yang aku lihat di film-film juga seperti itu." Arin polos sekali, tapi yang ia katakan adalah kejujuran.
Nathan menyingkirkan tangan Arin dari mulutnya. Lalu menjepit dagu gadis itu dan mengangkatnya. Apa yang akan ia lakukan, tentu saja mau mengajarkan cara bercuman yang benar. "Aku akan mengajarimu, ingatlah baik-baik bagaimana caranya dan kau bisa melakukannya lagi lain kali."
Belum juga Arin bersuara, bibirnya sudah dibungkam lebih dulu dengan sebuah benda yang begitu hangat. Ya mereka kembali bercuman. Bibir mungil Arin hilang dalam lumutan Nathan. Mata pria itu terpejam menikmati manisnya suasana malam itu.
Pelan tapi pasti, Arin mulai terhanyut dan terbawa suasana. Dia tidak kaku dan tidak tau apa-apa lama-lama bisa mengikuti apa yang Nathan lakukan. Bahkan sekarang lidh mereka juga saling bertaut di dalam sana. Saling membelit dalam gelap dan lembab.
Entah sejak kapan juga, tangan Arin sudah kembali mengalung pada leher Nathan dan tangan pria itu juga berada di belakang tengkuk Arin, menahan agar gadis itu tidak kabur dalam pelajaran malam itu sebelum selesai.
Clap clap clap. Berdecap makin syahdu. Tidak ada yang mau menyudahi pelajaran antara kedua insan manusia itu. Sang guru yang katanya masih belum puas mengajari dan sang murid juga masih mau belajar lebih banyak katanya. Pelajaran yang sudah membuat candu bagi keduanya, kalau begini belajar setiap haripun juga tidak ada masalah sepertinya. Sayangnya pelajaran itu tidak mungkin berlangsung selama berjam-jam lamanya karena mereka membutuhkan asupan oksigen untuk hidup dan dalam pelajaran itu yang masih amatiran pasti akan menahan nafasnya sampai habis.
Seperti Arin saat ini, dia hampir kehabisan nafas tapi rasanya sungguh enggan menyudahi. 'Ah tolong, aku tidak ingin ini berakhir tapi aku butuh bernafas. Jangan lepas, please lebih lama lagi.'
Arin penuh harap.
Namun, tentunya hal ini tidak mungkin dilakukan lebih lama lagi. Nathan pun menjauhkan bibirnya yang basah. Dia tersenyum kemudian, melihat reaksi lucu Arin yang masih membuka mulutnya. Kalau tidak ingat bernafas dia juga tidak ingin melepaskan gadis itu. "Pelajarannya cukup sampai disini, kau paham sekarang?" tanya Nathan.
"Bel-- eh iya aku paham Kak." Menunduk malu sekali dan sedikit kecewa tentunya. Apa tidak bisa diulangi sekali lagi, sekali saja.
"Sekarang kau kembali ke kamar dan segera tidur. Gadis pintar." Nathan mengusap kepala Arin gemas. Menjawab pertanyaan Arin, kalau diulangi lagi Nathan tidak akan baik-baik saja. Bagaimanapun dia manusia normal, pasti akan bereaksi sebagaimana mestinya laki-laki.
Arin mau turun tapi tiba-tiba tubuhnya melayang lagi. Rupanya Nathan yang mengangkatnya.
"Kau tidak memakai sendal, berpeganglah. Aku akan mengantarmu ke kamar," katanya tapi melihat ke depan. Kalau melihat ke bawah sama saja bahaya untuk dirinya.
Dengan senang hati Arin mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Malam ini adalah malam yang sangat indah untuk mereka berdua. Meski sama-sama belum mengungkapkan perasaan tapi cuman tadi seperti sebuah penyampaian perasaan.
Disisi lain, dia atas tangga ada sepasang mata yang mengintai...