GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17. Naluri Orang Tua
"Bercandaan kamu nggak lucu tau, kalau kakak kamu dengar pasti dia marah." Indra terkekeh, menepuk bahu Lingga. Lingga pun menoleh, matanya mengerling ke arah Indra.
Lingga terkekeh, tawanya masih belum berhenti. "Hehehe, santai, Pa. Cuma becanda kok. Nggak ada maksud apa-apa. Semuanya cuma buat seru-seruan aja, serius deh." tukasnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Lalu Zora pun muncul dan mendatangi mereka. Dia duduk di sebelah Indra dan menatap ke arah Indra dan Lingga bergantian. Ekspresinya sulit diartikan, ada secercah kekhawatiran yang terpancar dari matanya, mungkin juga sedikit gugup.
"Pa, Kaesang nggak ada di kamarnya. Tadi aku udah ketuk-ketuk pintunya dan panggil-panggil nggak ada sahutan, terus aku masuk dan melihat kalau kamarnya itu kosong. Dia nggak ada di kamarnya pa." Rasa cemas merayap di wajah Zora. Jemarinya meraih tangan Indra, membuat Indra menoleh padanya dengan heran.
Indra menanggapi dengan tenang, berbeda dengan Zora yang tampak gelisah. "Ah, Mungkin dia masih di sekolahnya atau lagi main ke tempat temannya. Kamu kenapa khawatir gitu sih, dia lagi ke tempat temennya mungkin." Indra terlihat santai, dia seperti tidak mengenal Kaesang saja. Kaesang bukan tipikal orang yang suka pulang terlambat setelah dari sekolah.
Dia memang dikenal pendiam dan cenderung tertutup. Kaesang jarang bermain dengan teman karena memang tak punya banyak teman, dan biasanya pulang tepat waktu setelah sekolah.
Kaesang memang pribadi yang tertutup, dan Indra yang sibuk dengan urusan bisnisnya, tak begitu memahami sifat putranya itu.
"Ih, pa ini udah lumayan sore loh. Nggak mungkin Kaesang masih ada di sekolah. Dia juga nggak punya temen selama ini, mau pergi ke mana dia kalau bukan pulang ke rumah? Pa, aku jadi khawatir deh, Kaesang ke mana ya?
Tadi aku udah telepon dia tapi nggak diangkat-angkat," Kening Zora berkerut, kekhawatiran terukir di wajahnya. Ia mengenal Kaesang, tahu betul sifatnya. Tak mungkin anak itu pulang larut begini setelah sekolah.
Indra terdiam, mendengar ucapan Zora. Benar juga, Kaesang bukan orang yang suka pulang terlambat, juga di sekolah saat ini sedang tidak ada agenda apapun yang membuat Kaesang pulang terlambat.
Jadi, dimanakah Kaesang sekarang? kenapa tiba-tiba dia pulang larut seperti ini? tidak seperti biasanya. Apa yang terjadi dengan dia?
"Oke, bentar ya, aku coba lacak nomornya," ujar Indra sambil membuka aplikasi pelacak di ponselnya. Untungnya, dia sudah pasang pelacak di HP Kaesang, jadi bisa langsung cek lokasinya kalau lagi butuh.
Beberapa detik kemudian, Indra mengernyit heran. "Eh, kok Kaesang nggak ada di sekolah ya? Dia malah ada di sekitar perumahan elit nih. Apartemen mewah, lho. Hmm, apa dia lagi ngunjungin temennya?"
Indra menoleh ke Zora, raut wajahnya serius. "Kaesang ada di Esteria elite housing," katanya, tanpa sedikit pun senyuman menghiasi bibirnya. Ia menunjukkan ponselnya kepada Zora, yang langsung menerimanya dan memeriksa layar. Mata Zora membulat, terkejut melihat lokasi Kaesang.
"Mas, ini kan perumahan mewah yang orang-orang gede aja yang punya. Yang biaya apartemennya aja mahal banget. Kok bisa sih Kaesang ada di sini? Apa dia lagi ke tempat temennya ya, tapi kok dia nggak ngomong apa-apa sama aku?" Zora mengembalikan ponsel Indra sambil mengerutkan kening.
Dia masih penasaran dan khawatir dengan keberadaan Kaesang. Sulit baginya untuk percaya kalau Kaesang benar-benar pergi ke apartemen itu untuk menemui temannya.
Indra pun merasakan kekhawatiran yang sama seperti Zora. Tapi, dia hanya bisa menunggu. Menunggu hingga Kaesang pulang dan mereka bisa menanyakan langsung kenapa dia bisa berada di apartemen mewah itu.
"Ma, pa, apa nggak lebih baik kalian coba datengin Kak Kaesang ke perumahan itu? Kata kalian Kak Kaesang itu nggak punya temen kan, jadi kalo dia nggak punya temen nggak mungkin lah dia pergi ke sana untuk nemuin temennya. Pasti ada hal lain." ujar Lingga, matanya menyipit. Zora dan Indra menoleh, pikiran mereka mulai bekerja. Benar juga, kalau Kaesang nggak punya temen, kenapa dia harus ke sana?
"Ya udah deh kita tunggu aja dulu. Kalau sampai malam ini dia nggak pulang baru kita datangin ke sana. Kamu jangan khawatir ya, dia baik-baik saja. Besok juga dia bakal pulang ke rumah." Indra berusaha menenangkan Zora yang masih terlihat khawatir.
Memang, terlihat berlebihan mengingat Kaesang sudah dewasa. Namun, naluri seorang ibu tak pernah salah. Zora yakin ada sesuatu yang membuat Kaesang memilih pergi ke apartemen itu dan tidak pulang ke rumah.
*************
Kaesang duduk di sofa apartemennya, menatap layar ponsel dengan serius. Dia sedang memesan beberapa botol S0ju dan minuman dingin lainnya melalui aplikasi online.
"Ya ampun, ini mahal juga ya," gumam Kaesang sambil melihat total belanjaannya.
Tiba-tiba, ada suara ketukan di pintu apartemennya. Kaesang mengernyitkan dahi, tidak mengharapkan kedatangan siapapun. Dia berjalan ke pintu dan membukanya, hanya untuk menemukan seorang kurir dengan paket minuman yang dia pesan.
"Terima kasih, pak," ucap Kaesang sambil menerima paket tersebut.
Kurir itu memberikan senyum ramah sebelum pergi. Kaesang kembali ke sofa dan membuka paketnya. Dia mengambil botol S0ju dan membukanya, menuangkan sedikit ke dalam gelas.
"Ahh, ini yang gue butuhin," ucap Kaesang sambil mengangkat gelasnya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Kaesang melihat nama yang muncul di layar dan menghela nafas. Dia tidak ingin diganggu saat sedang menikmati minumannya sendiri.
"Useless, bvllshit," ucap Kaesang sambil menekan tombol untuk menolak panggilan.
Dia kembali fokus pada minumannya, menikmati setiap tegukan Soju yang masuk ke dalam mulutnya. Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering lagi. Kaesang mengabaikannya, panggilan demi panggilan, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mematikan data internetnya dan kembali menikmati minumannya.
*************
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Kaesang belum juga pulang. Zora dan Indra, khawatir, langsung bergegas menuju apartemen tempat Kaesang berada. Perjalanan mereka lumayan lama karena apartemen itu agak jauh dari rumah.
"Mas, aku khawatir banget sama Kaesang. Dia lagi ngapain ya di apartemen itu?" Zora bertanya, suaranya sedikit gemetar. Mereka masih agak jauh dari apartemen tempat Kaesang berada, tapi Zora sudah merasa tidak tenang. Matanya menyorot kekhawatiran, melirik sekilas ke Indra yang fokus menyetir.
"Sabar ya, bentar lagi kita sampai kok," ujar Indra, berusaha menenangkan Zora. Meskipun hatinya juga tak kalah cemas, ia memilih untuk menyembunyikannya. Rasa penasaran yang menggerogoti pikirannya justru lebih kuat daripada rasa khawatir.
Beberapa saat kemudian masuklah mereka ke areal kompleks apartemen elit tempat Kaesang berada. Indra memarkirkan mobil di basement, dan begitu mobil berhenti sempurna, mereka berdua langsung beranjak keluar. Langkah kaki mereka beriringan, menuju pintu masuk gedung apartemen.
Sesaat hendak meninggalkan basement, pandangan mereka tak sengaja tertuju pada sebuah Lamborghini putih yang terparkir di sana. Mobil itu milik Kaesang. Mereka saling menatap dan kembali berjalan memasuki gedung apartemen. Tidak sabar untuk segera bertemu dengan Kaesang.
Zora dan Indra beriringan melangkah masuk ke gedung apartemen. Lift membawa mereka menuju lantai tempat Kaesang berada. Sesampainya di sana, keduanya saling berpandangan.
Indra mengetuk pintu, namun tak ada sahutan.
"Kaesang, buka pintunya," panggil Indra, suaranya sedikit khawatir. Zora menunduk, hatinya dipenuhi rasa cemas. Berbagai skenario terburuk terlintas di benaknya.
Setelah beberapa saat hening, pintu berderit terbuka. Kaesang berdiri di sana, ekspresinya tak terbaca. "Kalian?" tanyanya, nada suaranya datar. Zora dan Indra saling berpandangan, sedikit terkejut melihat reaksi Kaesang.
"Kenapa kalian di sini?" tanya Kaesang, suaranya sedikit dingin.
Zora mendekat, memeluk erat Kaesang. Namun, Kaesang tak membalas pelukannya. Ia hanya diam, matanya menerawang jauh.
"Kami khawatir sama kamu, Kae. Kamu kenapa disini dan nggak pulang ke rumah? ini apartemen siapa?" tanya Zora beruntun, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran.
"Kae, kamu lagi main ke rumah temenmu, ya? Kenapa nggak ngasih kabar kalau mau ke sini?" tanya Indra, suaranya sedikit khawatir. "Mamamu tadi khawatir banget sama kamu. Kita langsung ke sini karena takut terjadi apa-apa."
Zora mengangguk, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Iya, Kae. Maaf ya, Mama mungkin agak berlebihan. Tapi, Mama beneran khawatir sama kamu. Pas tau kamu nggak pulang-pulang, Mama langsung panik," ujar Zora, suaranya diwarnai kekhawatiran.
Memang, reaksi mereka terlihat berlebihan, tapi itu wajar. Naluri orang tua memang begitu, selalu ingin melindungi anaknya dan khawatir kalau terjadi sesuatu.
"Ma, Pa, udah deh, aku kan udah dewasa. Nggak usah lebay gitu sama aku," Kaesang mengurai paksa pelukan mamanya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.
"Mau ke mana, sama siapa, terserah aku. Ini apartemenku, hasil tabunganku selama ini. Jadi, kalian nggak berhak buat larang-larang aku buat ke sini atau ke manapun. Lebih baik kalian pulang aja, aku mau istirahat!" Kaesang berkata, nada bicaranya terdengar sedikit dingin.
Kaesang hendak menutup pintu apartemennya, namun Indra menahannya dengan tangan terulur. Wajah Indra tampak berang, rahangnya mengeras.
"Kamu jangan kurang aj4r ya, Kae?! Ayo pulang sekarang, bareng kami!" Indra berusaha meraih tangan Kaesang, tetapi Kaesang menepisnya. Dia sama marahnya seperti Indra. Entahlah, reaksinya terkesan berlebihan. Rasa iri dan dengki tampaknya telah menguasainya.
Bersambung ...