Maya Cantika Putri, seorang wanita cantik dan sederhana. Yang kehidupan awalnya berasal dari sebuah panti asuhan. Karena kegigihannya Maya bisa menjadi seorang dokter spesialis. Setelah dewasa secara tidak sengaja ketemu dengan ayah kandungnya, berkat bantuan seorang CEO tampan yang tidak sengaja dikenalnya. Akankah Maya bahagia dengan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ziarah
Bara dan Maya meluncur ke tempat Yasmin. Yasmin sibuk mempersiapkan pagelaran busana perdana sekaligus launching brandnya, sampai tidak menyadari ada Maya dan Bara di belakangnya.
Maya menepuk bahu Yasmin, sedetik kemudian Maya sembunyi di kolong meja. Seneng aja ngerjain sahabatnya itu. Yasmin yang celingak celinguk, hanya tau Bara yang datang.
"Ngapain sih kak, datang-datang pakai nimpuk segala?" Yasmin sewot. Bara hanya melongo, "Eh, aku dari tadi diam ya, cuma lihat kamu sibuk wira wiri. Yang ada noh, di kolong meja. Orang yang nimpuk kamu". Yasmin melongok ke bawah meja, di sana Maya cengengesan. Yasmin menjitak kening sahabatnya itu saking gemesnya. Mereka bertiga kalau lagi kumpul, emang pada kumat sifat kekanakannya.
"Cin, sudah berapa persen persiapannya? Ada yang bisa dibantu?" Maya duduk mengamati Yasmin.
"Sok nawarin bantuan, padahal kalau nggak kuajak kamu juga nggak bakalan ke sini kan?" sergap Bara.
"Makanya, mumpung sudah di sini aku nawarin bantuan kak. Daripada dianggurin..wek.."Maya manyun.
"Bibirmu lama-lama kuambilkan karet gelang May. Dari tadi sewot melulu. Kamu nggak lagi PMS kan?" Bara tertawa. Maya tambah lebih manyun lagi.
"Yasmin, untuk tempat sudah siap kan? Jadi di hotel Dirgantara?" Bara menengok ke Yasmin.
"Iya kak , jadi kok di sana" imbuh Yasmin.
Pagelaran busana Yasmin memang direncanakan di hotel milik Dirgantara grup. Tanpa bantuan Bara , Yasmin sudah melobi aula hotel itu.
Maya pamitan ke Yasmin karena sudah sore, "Cin aku pulang. Boleh ya aku minta antar kak Bara?". Maya menunggu persetujuan Yasmin."Yaelah emang kaka Bara suamiku, pake minta ijin segala" Yasmin mencibir.
"Calon imam kamu, itu yang bener" Maya segera berlari menjauh.
Sesampai di kediaman Abraham, "Aku langsung pulang ya May. Salam aja buat Om" Bara langsung melaju. Di ruang keluarga, sudah duduk ayahnya.
"Sore Yah" Maya mencium tangan Abraham dan mencium pipi ayahnya. Maya menyodorkan amplop hasil laboratnya.
"Nggak usah dibuka aja, ayah sudah tau hasilnya". Abraham terkekeh. "Kalau nggak dilihat, nggak afdol namanya Yah" sahut Maya.
Akhirnya mereka bersama membuka amplop itu.
"Bismillah", gumam Maya. 99,99 % identik, itu yang tertulis di selembar kertas. Maya dan Abraham berpelukan.
Sementara itu Yasmin tetap sibuk dengan segala persiapan pagelarannya. Yasmin memang bercita-cita menjadi desainer. Baru kali ini Yasmin memberanikan diri untuk menggelar pagelaran busana rancangannya. Acara yang diadakan Sabtu malam di hotel Dirgantara ini berlangsung sukses. Maya memeluk sahabatnya itu, "Selamat cin, acaramu sungguh luar biasa". Maya terisak terharu. Maya tau seberapa keras perjuangan Yasmin dari titik nol sampai sukses sekarang. Bara yang juga ikut hadir di sana juga memberi selamat ke Yasmin.
Rukonya pun sudah disulap sedemikian rupa menjadi sebuah butik dan tempat tinggal Yasmin.
"Cin, kamu apa nggak ingin menambah outlet butikmu, melihat kesuksesan pagelaran ini. Aku yakin setelah ini butikmu ramai pelanggan" usul Maya.
"Kenapa nggak outlet di mall nya kak Mayong aja? lebih enak negosiasinya" usul Bara.
Yasmin tegas menolak usulan Bara, "Itu mah namanya nepotisme kak".
"Nepotisme kadang juga diperlukan Yasmin" tegas Bara.
"Kali ini biarkan aku membantumu, lagian aku juga nggak langsung ke kak Mayong. Tetep sesuai prosedurnya Dirgantara. Tenang aja" Bara tersenyum sumringah.
"Terima aja Cin, lagian kapan lagi kamu manfaatin kak Bara..ha..ha..." usul Maya. Bara menjitak kepala Maya.
"Aku tau modusmu kak" Maya berbisik ke Bara. Mereka tertawa bersama.
Keesokan hari, Maya bersama Abraham ziarah ke makam Gayatri.
Abraham bersimpuh di samping pusara istrinya, menangis. "Maafkan aku Gayatri, tidak bisa melindungi kamu dan putri kita. Baru sekarang aku bertemu dengannya. Mulai sekarang aku berjanji akan menjaga putrimu sebaik-baiknya" janji Abraham. Maya duduk di samping Abraham, berusaha menenangkan ayahnya. "Semua sudah terjadi, sebaiknya kita mendoakan mendiang mama. Aku yakin mama sudah tenang di sana Yah. Kita sudah bersama sekarang". Maya mengelus punggung ayahnya.
"Gayatri, putrimu sekarang sudah dewasa. Bahkan sesuai harapanmu. Kamu dulu pernah bilang kalau putrimu dewasa, engkau ingin putrimu menjadi penerusku. Menjadi dokter" Abraham masih terisak.
"Bahkan putrimu hebat Gayatri, sukses tanpa bantuan dariku. Ayah macam apa aku ini" Abaraham semakin tergugu. Mayapun akhirnya ikut meneteskan air matanya.
Setelah menaburkan bunga ke pusara Gayatri, "Aku dan putrimu pamit Gayatri, sekarang bahagialah di sana". Abraham berdiri diikuti Maya.
Setelah di mobil Abraham bertanya, "May kamu longgar hari ini? Mumpung masih pagi, bagaimana kalau kita berkunjung ke panti asuhan "Asih". Aku ingin berterima kasih kepada kedua orang tua yang telah sukses merawat putriku". Maya mengangguk tanda setuju.
Maya dan Abraham meluncur ke kota "A", kota tempat Maya kecil menghabiskan hari-harinya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam, sampailah mereka di sana. Melihat penampakan bangunan sederhana tempat Maya tinggal dulu, semakin trenyuh hati Abraham.
"Assalamualaikum, buk pak" panggil Maya sambil mengetuk pintu.
"Waalaikumsalam wr wb" suara bu Warsinah terdengar dari dalam.
"Maya, kamu datang" Bu Warsinah tergopoh-gopoh memeluk Maya.
"Apa kabarmu Nak, panjang umur. Tahu saja kalau bapak sama ibuk kangen sama kamu. Kamu datang sama siapa?" Bu Warsinah menatap Abraham. Kenapa wajahnya ada kemiripan dengan Maya, batinnya.
"Ayo masuk, duduk dulu. Ibu sampai lupa menyilahkan. Bentar ya kupanggilkan bapak" Bu Warsinah menggandeng putri kecilnya dulu.
Pak Bowo dan bu Marsinah datang bersamaan. Bu Warsinah membawa nampan berisi teh hangat.
"Ayo silahkan diminum dulu".
Abraham dan Maya bersama minum teh yang disediakan bu Warsinah.
Setelah basa basi sebentar dengan Pak Bowo dan Bu Marsinah, Abraham akhirnya mengutarakan niatnya datang ke panti asuhan.
"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada ibu dan bapak, karena telah merawat putri saya ini dengan sangat baik" Abraham mengelus punggung Maya. Pak Bowo dan bu Marsinah saling menatap, belum paham dengan apa yang dibicarakan Abraham.
Akhirnya Abraham menceritakan semua yang terjadi. Pak Bowo dan bu Marsinah menangis terharu, putri kecilnya ternyata sudah menemukan keluarga kandungnya.
Maya pun memeluk mereka.
"Bahagialah Nak bersama ayahmu. Beri kesempatan ayahmu untuk menyayangimu. Sayangi juga ayahmu, yang bahkan dari kecil belum pernah kau rasakan" Pak Bowo tergugu. Akhirnya pertemuan itu menjadi acara tangisan bersama.
Bu Marsinah pamit ke belakang, menyiapkan makan siang. Maya menyusul ibunya. Pak Bowo dan Abraham ngobrol. Pak Bowo menceritakan kehidupan Maya kecil di pantai. Abraham yang mendengarnya begitu terharu.
"Boleh aku berkeliling pak" ijin Abraham.
"Silahkan..silahkan tuan, mari saya antar" tawar pak Bowo. Abraham mengangguk. Pak Bowo dan Abraham berkeliling. Abraham melihat banyak anak-anak yang bermain. Terasa adem melihat mereka. Bangunan yang sedikit usang, tiang penyangga yang mulai lapuk tak terlewatkan oleh Abraham.
Setelah puas berkeliling, akhirnya mereka menikmati makan siang sederhana di panti. Maya begitu lahap dengan lauk seadanya. Abraham yang melihat putrinya, begitu trenyuh. Sederhana sekali kamu nak, batinnya.
Sebelum pamitan, Abraham menyampaikan ke Pak Bowo untuk diijinkan membenahi bangunan panti. Sebagai ucapan terima kasih karena telah merawat Maya dengan ikhlas. Pak Bowo mengangguk mengiyakan.
💝💝💝💝💝💝💝💝💝💝
#kira-kira siapa yang bantuin renov pantinya ya????? 😊😊😊, tungguin di part selanjutnya.
Baiklah, like, vote, komen, bunga atau apapun othor terima.
Lope U fulll
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
HAPPY READING