Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Tekad Dani
"Lihat Wil. Apa yang sudah kamu lakukan? Ini salahmu menyeretku. Kamu terlalu bersemangat ingin menghampiri Fariz sampai tidak memperhatikan kalau di restoran ini tidak hanya kamu pengunjungnya! Lihat gara-gara perbuatanmu, ponsel mas ini sampai jatuh ke lantai." Susi bicara ketus menyalahkan sahabatnya.
Telinga Dani mendadak berdenging saat mendengar nama Fariz disebut. Dia sudah tidak memikirkan nasib ponselnya tetapi lebih fokus pada kedua gadis yang sepertinya kenal dengan pria yang bernama Fariz.
"Bukan salah kita. Dia yang salah kenapa main ponsel di jalanan. Coba kalau dia tidak memainkan ponsel sambil berjalan, hal ini tidak akan terjadi." Wilda membela diri.
"Apa? Bukan salah kalian? Kalian yang seharusnya berjalan berhati-hati karena ini tempat umum bukan rumah kalian yang seenaknya berlari-lari bebas seperti tadi!." Dani mulai terpancing amarah mendengar jawaban Wilda yang menurutnya terlalu egois.
Melihat pria di depannya mulai menegangkan urat leher, Susi pun angkat bicara.
"Sudah, sudah. Aku minta maaf telah menjatuhkan ponselmu. Kita memang salah berjalan kurang berhati-hati. Aku akan mengambilkan ponselmu." Susi akhirnya menengahi.
Susi memungut ponsel di lantai. Kemudian membolak balik benda tersebut sambil tersenyum lega. Untungnya kondisi ponsel yang sempat terbanting cukup keras tidak mengalami kerusakan sama sekali bahkan tidak ada keretakan sedikit pun.
"Aman. Ponselnya mahal jadi tidak akan pecah meski dibanting beberapa kali lagi. Hehe, hehe, hehe." Susi sedikit menciptakan lelucon agar si empu ponsel tidak memarahinya.
Dani tersenyum kecil mendengar lelucon Susi yang cukup membuat mood-nya kembali membaik. Dia mengambil ponsel dari tangan Susi sambil memperhatikan sejenak kondisi ponselnya. Setelah itu tanpa mau berdebat lebih banyak, Wilda kembali menyeret Susi menghampiri meja Fariz.
Dani merasa penasaran kemana kedua gadis itu pergi. Yang membuatnya ingin tahu adalah tentang Fariz karena salah satu dari dua gadis tadi sempat menyebut nama Fariz.
Dani mengekor di belakang tanpa sepengetahuan kedua gadis di depannya.
Saat telah memasuki restoran, seketika mata Dani melotot bulat. Benar, ternyata Fariz yang dibicarakan kedua gadis itu adalah Fariz yang dicarinya. Suami atasannya di kantor yang sudah satu minggu lebih menugaskannya mencari keberadaan suaminya.
Tanpa membuang waktu, Dani pun ikut masuk ke dalam restoran. Dia mengikuti kedua gadis itu dan ikut duduk satu meja dengan mereka.
Baik Susi maupun Wilda refleks menoleh dan terkejut saat melihat Dani telah duduk satu meja di sebelah mereka.
"Eh, eh, kenapa kamu ikut duduk di sini? Pergi ke meja lain!." usir Wilda tidak suka.
Dani memasang muka tak tahu malu. Tidak menggubris perkataan Wilda. Matanya terus tertuju pada Fariz yang sedang duduk sekitar lebih kurang sepuluh meter dari tempatnya berada.
"Biarkan saja Wil. Mungkin dia juga lapar." Susi menenangkan emosi Wilda.
Wilda melirik tidak suka pada Dani lalu dengan muka ditekuk langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Lanjutkan, kalian berdua saja yang duduk. Aku mau ke meja Fariz saja." tukas Wilda meninggalkan kedua manusia yang terbengong menyaksikan Wilda yang terburu-buru berjalan menuju meja Fariz.
Susi menggapaikan tangan bermaksud menahan Wilda tetapi Wilda sudah melangkah mendekati meja Fariz dan bergabung di sana.
Fariz merasa terkejut melihat Wilda telah duduk di hadapannya. Tetapi di detik berikutnya dia mengacuhkan gadis yang kini sedang senyum-senyum menatapnya.
"Fariz, kamu makan di sini juga?.," Wilda membuka obrolan tetapi tidak ada respon sedikit pun dari Fariz.
Pria itu masih menunggu petugas restoran membungkus pesanan makanannya untuk dibawa pulang ke apartement.
"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin antara aku dan Zafira. Aku hanya terbawa emosi karena Zafira menghinaku dan tidak sengaja memukulnya. Tolong maafkan aku." suara Wilda dibuat se-menyesal mungkin meski di hati rasanya muak harus mengucapkan kata maaf untuk seorang Zafira.
"Jangan mengganggu dan menyakitinya lagi. Itu yang aku inginkan." sahut Fariz sambil merogoh dompet, mengeluarkan dua lembar uang merah untuk membayar pesanannya.
Setelah itu tanpa pamit, Fariz segera meninggalkan Wilda yang belum selesai bicara tanpa menolehnya sedikit pun.
Wilda tidak berputus asa dan tidak ingin menyerah begitu saja. Dia mengejar Fariz yang diikuti Susi yang kemudian disusul Dani di belakangnya. Ke tiga orang tersebut saling menyusul berjalan mengikuti langkah Fariz.
Mobil Susi yang tadi memang terparkir di dekat mobil Fariz memudahkan mereka untuk terus mengikuti kemana Fariz pergi.
Susi masuk ke dalam mobil yang disusul Wilda masuk di samping kemudi.
"Kita mau kemana sekarang?"
"Ikuti Fariz." perintah Wilda yang diangguki Susi dengan patuh.
"Braaghhk"
Tiba-tiba suara pintu belakang terdengar ditutup. Merasa terkejut dan merasa tidak ada orang lain selain mereka berdua di dalam mobil, serempak kedua gadis itu menoleh ke belakang, mungkin ada penyelundup yang telah masuk ke dalam mobil tanpa sepengetahuan mereka.
Baik Susi maupun Wilda sama-sama membuka mata lebar saking tidak percayanya dengan apa yang mereka lihat. Benar saja, keduanya spontan membuka mulut membentuk huruf O menyaksikan sesosok makhluk telah duduk santai di jok belakang.
"Apa-apaan kamu? Kenapa kamu ikut masuk?!." Wilda berang menghunuskan tatapan tidak suka pada makhluk yang tanpa izin telah berani masuk ke mobil mereka.
Dani cengingiran tanpa dosa sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Kali ini apapun caranya dia harus berhasil menemukan dimana tempat tinggal Fariz. Walaupun taruhannya harus menjadi pria tidak tahu malu karena harus masuk mobil orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Dua kali dia gagal melakukan tugas yang diamanatkan Zafira kepadanya. Pertama dia telah mengetahui keberadaan Fariz di hotel. Kedua melihatnya kembali di parkiran mall. Tetapi kedua usahanya itu gagal.
Dan kali ini dia tidak boleh gagal lagi. Apapun caranya dia harus berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan info terbaru menyangkut tempat tinggal Fariz.
Dia bertekad akan membuktikan kepada Zafira kalau dia adalah karyawan bertanggung jawab dalam segala pekerjaan. Baik pekerja kantor maupun pekerjaan pribadi yang ditugaskan atasan kepadanya. Selain itu, dia juga merasa sangat iba melihat Zafira yang begitu berharap dapat segera bertemu dengan suaminya.
Meski hubungannya dengan Zafira hanya sebatas atasan dan bawahan namun Dani sangat menyukai atasan seperti Zafira. Jika boleh jujur, dia menyukai Zafira lebih dari seorang bawahan kepada atasan. Tetapi dia tahu diri, tidak mungkin seorang Zafira menyukai pria biasa sepertinya. Apalagi Zafira telah memiliki suami yang sangat dicintainya. Jangan mimpi ya! Fikir Dani mengingatkan dirinya sendiri.
Terlepas dari rasa sukanya kepada Zafira, Dani tetap profesional dalam bekerja. Dia tidak pernah menyimpan sakit hati pada Zafira karena gadis itu tidak pernah melirik dirinya. Baginya memiliki atasan seperti Zafira yang super baik serta cantik sudah lebih dari cukup dan sudah menjadi sebuah keberuntungan untuknya.
...*****...