Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandangan Terbaik
"Istriku", adalah satu kata yang membuat Bianca ketar ketir. Wanita itu seketika merasakan wajahnya yang memerah, jantungnya bertalu-talu.
Bianca menelan ludah, menyelesaikan gosok giginya lebih cepat tanpa menanggapi perkataan Daniel. Baginya, pembahasan tentang suami dan istri masih terasa canggung dan aneh.
Bianca keluar dari kamar mandi lebih dulu dan membiarkan Daniel sendirian. Daniel harus segera bersiap untuk pergi kuliah.
Saat Daniel sibuk di dalam kamar mandi, kini giliran Bianca yang menyiapkan sarapan dan susu di dapur. Semenjak menikah, Daniel adalah orang yang mengurus seluruh rumah. Ia membersihkan semua ruangan dan memasak untuk Bianca.
Kini, Bianca sudah merasa lebih baik berkat kesabaran dan kebaikan Daniel padanya. Bianca berharap ia bisa membalas semua kebaikan Daniel yang selama ini telah tulus menemaninya di masa sulit.
Setelah menyiapkan sarapan, Bianca nampak berpikir. Selama ini ia tidak paham dari mana Daniel mendapatkan uang untuk kebutuhannya sendiri, namun untuk bertanya, Bianca masih merasa enggan.
"Kenapa repot-repot sekali. Jangan lakukan apapun, aku akan menyiapkan semuanya," tegur Daniel. Bianca pun tersadar dari lamunannya dan menatap Daniel mendekatinya dengan bertelanjang dada.
Wajah Bianca memerah, ia merasa malu. Wanita itu sontak memalingkan pandangan dan berpura-pura mengelap meja kompor yang tidak kotor.
Menyadari tingkah Bianca, Daniel tersenyum samar. Bagaimana bisa ia tidak merasa gemas jika melihat tingkah wanita itu begitu manis setiap kali ia dekati.
"Terima kasih sudah menyiapkan sarapan untukku," ucap Daniel. Ia berdiri di belakang Bianca sambil sedikit menunduk, berbicara tepat di belakang telinga istrinya.
Bianca semakin ketar ketir. Seluruh bulu halus ditubuhnya meremang, suara detak jantungnya bahkan terdengar cukup keras di telinganya sendiri.
"Sampai kapan kau akan mengelap meja itu? Bahkan aku bisa berkaca di atas sana karena terlalu bersih," goda Daniel.
"Ah, ya. Maaf," jawab Bianca gugup. Ia segera meletakkan lap di tangannya dan menghindari Daniel.
"Ah, cute," batin Daniel merasa sangat gemas. Ia bahkan ingin sekali menggigit pipi merah merona wanita itu.
Bianca segera duduk di kursi makan, sementara Daniel terus mengawasinya sambil ikut duduk saling berhadapan dengannya.
Selama sarapan, Daniel tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia terus memperhatikan Bianca. Pipi yang merona merah serta sikapnya yang gugup, membuat hati Danie berbunga-bunga.
"Kenapa menatapku seperti itu," ujar Bianca lirih. Ia merasa tidak tahan terus merasa gugup di hadapan Daniel.
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?" Daniel balik bertanya, sementara Bianca tidak menjawab.
"Kau tampak cantik bahkan saat tidur, atau seperti saat ini, belum mandi," goda Daniel sambil tersenyum.
"Hmm." Bianca menggaruk lehernya sambil mempercepat mulutnya mengunyah. Dalam hati ia menggerutu, kenapa Daniel sengaja terus menggodanya? Sementara wajahnya sudah memerah bak kepiting rebus.
"Aku sudah selesai. Aku akan bersiap dan kita pergi bersama," ujar Bianca sambil bangkit dari kursinya.
"Aku belum selesai," sela Daniel. Ia menahan Bianca. "Bisakah kau menemaniku sampai aku selesai?" lanjutnya.
Bianca menarik napas dalam-dalam lalu kembali duduk di tempat semula. Ia membalas tatapan mata Daniel cukup lama, ingin mengungkapkan semua yang ada di kepalanya, namun Bianca cukup kuat untuk menahan diri agar tidak memprotes sikap suami brondongnya.
"Sabar, Bianca. Suamimu masih dalam tahap pubertas." Bianca membatin.
"Apakah tidak ada pemandangan lain yang lebih bagus selain aku?" tanya Bianca. Ia memberanikan diri.
Sebelum menjawab, Daniel menelan makanan di mulutnya. Ia menghabiskan segelas susu dalam sekali teguk sambil tersenyum samar-samar, membuat Bianca semakin tidak tahan dengan irama jantungnya yang hampir meledak.
"Kau adalah pemandangan terbaik yang bisa aku nikmati setelah sembilan belas tahun aku dilahirkan," jawab Daniel.
***