Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Dalam perjalanan menuju rumah ibu Aini, Alif lebih banyak diam selama di mobil.
Seperti permintaan istrinya, Humairah minta diantarkan ke rumah ibu asuhnya untuk mencairkan hubungan mereka yang mendingin sejak Humairah mengingat semuanya beberapa hari lalu.
"Mas Alif," tegur Humairah pada suaminya yang sedang fokus mengemudi.
Sontak pria itu menoleh, "Iya sayang," jawab Alif tersenyum.
"Boleh aku tahu apa yang papa katakan padamu?"
"Hanya obrolan biasa," jawab Alif sedikit berdusta.
"Tapi tidak seperti yang terlihat, kau diam sejak tadi."
Alif menepikan mobilnya, ia menatap Humairah seraya tangan kirinya meraih jemari perempuan itu digenggamnya lalu ia kecup berulang kali.
"Humairah, kau percaya padaku kan?"
"Kenapa bicara seperti itu?" tanya Humairah heran.
"Sungguh aku tidak ingin kita berpisah, aku banyak salah padamu.... Aku hanya takut kau kehilangan sabar dalam menghadapi ku, aku takut kau bosan menjalani pernikahan yang seperti ini, aku----"
"Mas Alif kira aku sampai bertahan di titik ini karena apa?" sela Humairah.
"Sayang, papa sepertinya tidak suka pada hubungan kita," ucap Alif sendu.
Humairah tersenyum, "Iya, orangtua mana yang ingin putrinya dipoligami, tenanglah.... Nanti juga papa seperti biasa, bukankah hubungan ini sudah lama kenapa sekarang papa malah tidak suka?"
"Iya, papa terlihat berbeda saat semua tentangmu terungkap."
Humairah terkekeh saja, ia membelai rahang suaminya dengan lembut.
"Bukankah kita sudah berulang kali bicarakan ini, kita akan memulai semuanya dari awal dengan baik, kau akan adil seperti janjimu itu sudah cukup bagiku dalam menjalani kehidupan poligami ini, kita akan baik-baik saja seiring waktu. Aku harap kak Aisyah nanti juga akan mengerti tentang separuh hatimu yang boleh ku miliki."
"Kita akan sakinah bersama, kau akan bahagia dengan dua Aisyahmu, percaya padaku....." sambung Humairah seraya mencium pipi Alif yang menatapnya tidak berkedip.
"Aku mencintaimu Aisyah Humairah."
"Hanya kau saja," sambung Alif dalam hati.
"Aku juga mencintaimu sayang, ayo kita lanjutkan perjalanan, ibu dan ayah sudah menunggu," balas Humairah lagi.
Alif mengangguk, mereka melanjutkan perjalanan yang sudah tidak jauh lagi.
Benar saja, mereka baru sampai saja ayah Ihsan dan ibu Aini sudah berdiri di teras rumah dengan wajah sumringah ketika tahu mobil Alif memasuki halaman rumah sederhana mereka.
"Assalamualaikum ibu, ayah," sapa Humairah meraih dan menyalami tangan ibu dan ayahnya secara bergantian, disusul oleh suaminya melakukan hal yang sama.
"Waalaikumsalam Aisyah sayang, ayah merindukan mu," jawab ayah Ihsan memeluk Humairah dengan sayang.
Ibu Aini tidak bisa menyembunyikan wajah piasnya saat bertatapan dengan Humairah, matanya berair, ia mengira Humairah tidak akan memeluknya lagi seperti ini setelah beberapa hari lalu Humairah mengaku telah mengingat semuanya.
"Aku merindukan ibu dan ayah juga, maaf baru kemari aku sibuk ke kampus urusan penelitian, doakan bimbinganku lancar dan bisa lulus lebih cepat," ucap Humairah saat melepas pelukan dari ibunya.
Alif menatap lekat wajah ibu Aini, ia menyesali mengapa ia tidak mengenali lagi wajah yang sewaktu mudanya pernah membawa dan mengaku pengasuh dari Aisyah kecilnya saat ia dan Daffa berniat mencari dan mengantar Aisyah ke orangtuanya.
Bagaimana tidak, jika dulu ibu Aini masih nampak muda dan tidak memakai jilbab, namun sekarang penampilan mertuanya itu sudah memakai kerudung dan kacamata, serta badan ibu Aini juga lebih gemuk dari waktu muda, hingga wajar saja Alif tidak mengenali lagi wajah yang merupakan ibu kandung dari istri keduanya.
Berbasa basi dan karena hari sudah sore ayah Ihsan mengajak Alif membantunya menangkap ikan di kolam buatan, Alif semula sungkan namun karena Humairah memohon akhirnya pria itu terjun juga ke kolam ikan yang airnya mulai hijau.
"Sayang, ibu lihat hubunganmu dengan nak Alif sudah membaik," ucap ibu Aini membuka obrolan saat mereka duduk di sebuah gazebo berukuran kecil yang terdapat di halaman belakang rumah mereka sambil menyaksikan Alif kewalahan menangkap ikan karena ia tidak memiliki keahlian dalam hal itu.
Humairah tersenyum menatap suaminya dari gazebo sambil memotong sayur untuk mereka buat menu makan sore kali ini, lalu ia menoleh pada ibunya.
"Sangat baik bu, mas Alif mulai membuka diri padaku, aku merasa penantianku tidak sia-sia dalam pernikahan ini. Karena aku bersabar ternyata bahagia menghampiri ku juga pada akhirnya. Aku sangat baik sekarang."
Humairah menjawab dengan tenang, ia menoleh pada ibunya yang berhenti mengupas bawang.
"Lalu tentang---?" ucapan ibu Aini menggantung saat mendapat tatapan mata bening dan senyum putrinya yang seakan tidak pudar sejak tiba tadi.
"Tentang ingatanku?"
Ibu Aini meneteskan airmatanya juga.
"Sayang, ibu akan menerima jika kau ingin membenci ibu tentang hal itu."
"Tidak ibuku sayang, tidak akan ku biarkan kebencian menetap dalam hatiku, meski rasa kecewa pernah singgah tapi percayalah aku sama sekali tidak membenci ibu, aku bersyukur mengingat semuanya, aku ingat kak Mayang juga."
Ibu Aini kian menangis, "Humairah, ibu sudah berbohong tentang kakakmu, ibu ibu ibu----" ibu Aini tidak kuasa meneruskan kalimatnya.
"Iya, apa ibu ingin mengatakan bahwa kak Mayang tidak tinggal dengan paman melainkan dengan ayahku, orangtua kandungku," balas Humairah tetap tersenyum.
Ibu Aini menegakkan wajahnya, ia menatap Humairah heran bagaimana Humairah tahu tentang hal ini pikirnya mulai kalut.
"Humairah."
"Ibu ingat, aku pernah bilang bahwa pernah bertemu dengan orang yang ada di photo dalam kalung hati ini?" tunjuk Humairah sambil mengeluarkan kalungnya dari leher dengan membuka sedikit hijabnya.
Ibu Aini tertegun.
"Aku mengingatnya bu, aku tahu pria ini dimana dan siapa. Dia papaku, aku tahu keberadaannya sekarang, kami juga telah bertemu beberapa hari ini. Untuk itu juga aku kemari ingin bicara tentang papa Imran, sayang sekali mama ku mama Rania telah mendahului kita ke pangkuan Ilahi."
"Humairah apa maksudmu? Kau bertemu tuan Imran?"
Ibu Aini tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Humairah mengangguk, "Apa ibu tahu siapa madu dalam rumah tanggaku?"
Ibu Aini menggeleng, "Bukankah juga bernama Aisyah seperti mu?"
"Iya, dia bernama Aisyah. Dia istri kedua suamiku, maduku, bernama kecil Mayang Sari, putri kandungmu, juga putri adopsi orangtuaku. Seorang dokter cantik, dia putrimu bu. Kak Mayang sudah menikah dia berhasil dengan cita-cita untuk jadi seorang dokter, dia istri kedua suamiku mas Alif."
Ucapan Humairah seakan tidak memberi ruang ibunya untuk bernapas, mereka sama-sama melihat ke arah Alif yang sedang tertawa bersama ayah Ihsan.
"Apa?????"
"Iya bu, aku bertemu papa Imran saat resepsi pernikahan mas Alif dan kak Mayang dulu, dan ibu tahu siapa lelaki yang menjadi suamiku itu? Dia anak lelaki yang telah membawaku keluar dari hutan saat kak Mayang meninggalkan ku di sana, ingat dua anak SMP yang hampir mengantarku pulang? Salah satunya mas Alif, dia suamiku dan kak Mayang saat ini.
"Takdir seolah mempermainkan kami hingga dewasa sampai hubungan poligami ini terbentuk, kami ternyata saling terikat satu sama lain bahkan sejak kecil."
Ibu Aini mendadak kelu lidahnya, ia sama sekali tidak menduga semua yang terjadi. Ia bahkan sama sekali tidak mengetahui hal ini, ia menepati janjinya untuk tidak menemui Mayang meski ia telah pindah ke kota. Meski rindu akan anak kandungnya kian menderu namun demi kebaikan Mayang ia tidak lakukan hal itu meski ia masih mengingat alamat majikan lamanya.
Dan yang paling membingungkan adalah Humairah, kenapa setelah mengingat semua dan menyadari apa yang telah terjadi padanya namun putri kandung dari perempuan bernama Rania itu sama sekali tidak menampakkan wajah sedih ataupun marah padanya saat ini.
"Humairah," lirih ibu Aini.
"Aku bukanlah orang pendendam, itu jawabannya."
###
Otor janji hari ini up dua episode, kalau tidak sore malam ya.... stay tune 😘😘😘😘