📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nggak ada akhlak!
Kembali dari indoapril tak banyak barang bawaan Jesi. dia hanya membawa satu susu kotak yang sudah ia minum sambil berjalan.
“Karam mau?” Jesi mengasongkan susu kotak rasa vanila yang sedang dia minum ke depan wajah Rama yang sedari tadi melihatnya.
Pria itu langsung menepis susu kotak di hadapannya, “nawarin tapi sisa!”
“Pake sabuk pengaman kamu, kita lanjut lagi sekarang.” Ucapnya kemudian.
Jesi kembali menyedot susu di tangannya, “Ya nggak apa-apa kali sisa juga, Karam. Sisanya orang cantik kaya aku mah rasanya beda.”
“Saya nggak suka susu. Kayak anak kecil aja minum susu begituan.”
“Iya deh... iya... biar aku aja yang minum. Kok bisa yah ada orang yang nggak suka susu?” Jesi bermonolog sendiri.
“Karam beneran nggak suka susu?” tanyanya lagi.
“Nggak!”
“Ih aneh. Padahal susu kan bikin kita jadi sehat. Kok bisa Karam nggak suka susu sih? Padahal kata Mba Naura, suaminya tiap malem selalu minum susu loh sebelum tidur. Tapi susunya tuh beda, apa yah merek nya aku lupa.” Jesi tampak berusaha keras untuk mengingat.
“Udah nggak usah diinget-inget lagian aku juga nggak pengen tau!” ketus Rama.
“Bukan gitu, Karam. Kali aja Karam jadi suka susu kalo tau merek ini mah. Kata Mba Naura susu ini tuh spesial khusus pria dewasa gitu.”
Rama hanya melihat Jesi sekilas kemudian kembali fokus pada kemudinya, percuma melarang bocah itu tak bisa di larang. Layaknya anak kecil makin dilarang malah makin ingin melakukannya.
“Eh iya aku inget, Karam.” Teriak Jesi dengan semangat.
“Susu cap Nona!” lanjutnya yang membuat Rama seketika tersedak.
“Nanti aku ke Mba Naura sekalian belinya dimana? Besok aku beliin deh kali aja Karam suka.”
“Nggak usah! Kamu abisin aja susu kotak mu itu supaya otaknya encer. Kalo perlu besok aku beliin satu dus. Jangan banyak ngomong, bikin aku nggak fokus nyetir!” ucap Rama frustasi.
“sialan Naura ngomong sama jasjus nggak pake saringan.” Batinnya.
“Disentak-sentak mulu ih akunya. Karam galak.” Ucap Jesi lirih kemudian terlihat masa bodoh kembali menghabiskan susu kotak di tangannya.
Ada rasa tak enak hati saat membuat gadis menyebalkan itu cemberut. Ngeselin tapi bikin nggak tega. “Udah jangan cemberut gitu!”
Jesi masih diam sambil memainkan kotak susu kosong di tangannya.
“Jangan diem terus. Rasanya aneh nggak denger kamu ngoceh.” Ucap Rama.
“Sebenernya mau Karam itu apa? Aku ngomong terus di suruh diem. Aku udah diem malah di bilang aneh. Lama-lama tekanan batin aku tuh, Karam. Perasaan dari tadi pagi aku tuh selalu salah di mata Karam.” Protes Jesi kemudian turun dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam kantor.
“Pokoknya aku ngambek!” tegasnya sebelum keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan keras.
Bukanya terhenyak oleh ucapan asisten gadungannya, Rama justru tertawa melihat Jesi yang marah-marah, cemberut dan berjalan cepat meninggalkannya.
“Ada yah orang ngambek pake ngasih tau dulu. Dasar bocah!”
Rama mengambil paper bag pink titipan calon mertuanya untuk Naura. Dengan santai ia berjalan membawa paper bag besar dengan warna mencolok itu. Dilihatnya Jesi yang masih berdiri di depan lift.
“Udahan belum ngambeknya?” ledek Rama.
“Bawain ini!” Rama memberikan paper bag itu pada Jesi tapi asistennya itu mengabaikannya.
“Biar saya yang bantu bawa, Pak.” Suara dari sampingnya membuat Rama menoleh. Dina, entah sejak kapan sudah berada di sana.
“Tidak perlu. Biar saya bawa sendiri.” Jawab Rama datar seperti biasanya.
“Sini-sini biar aku yang bawa!” Ucap Jesi kemudian mengambil alih paper bag dari tangan Rama dengan cepat.
“Jangan sampe dibawain sama Mba Dina, ntar isinya di kurangin lagi. Dia kan senengnya ngurang-ngurangin!” sindirnya kemudian masuk ke dalam lift setelah pintu terbuka.
“Mau ikut masuk nggak nih, Mbak nya?” ucap Jesi keras karena Dina masih mematung di depan lift.
“Sepertinya ada yang ketinggalan. Bapak duluan saja.” Alih-alih menjawab ucapan Jesi, Dina justru berucap pada Rama yang jelas-jelas dari tadi hanya mendiamkannya.
Jesi segera menekan angka sepuluh hingga pintu lift tertutup. Dia bahkan sempat menjulurkan lidahnya untuk mengejek Dina sebelum pintu benar-benar tertutup rapat.
Melihat tingkah Jesi yang semakin berani padanya, membuat Dina semakin geram pada anak magang yang banyak tingkah itu. Dina mengepalkan kedua telapak tangannya untuk menahan amarah. Usahanya selama ini yang selalu menunjukan hasil terbaik tak pernah berhasil menarik perhatian Rama, sementara dia hanya anak magang yang selalu membuat masalah justru dengan mudah mendapat perhatian Rama. Bahkan bisa ikut kemana pun Rama pergi. Benar-benar menyebalkan. Ditambah melihat Rama yang bersikap baik dan ramah pada Jesi membuat rasa bencinya pada Jesi kian menumpuk.
Di dalam lift Jesi tersenyum puas bisa mengejek Dina sesuka hatinya.
“Seneng?” tanya Rama.
“Ya. Kenapa nggak boleh aku ketawa seneng? Mau di marahin lagi?” Jawab Jesi.
“Kamu itu selalu berpikiran negatif. Siapa juga yang mau marahin kamu. Selama ini kapan coba aku marahin kamu? Aku cuma ngarahin aja, menasehati supaya kamu tuh lebih dewasa.” Tutur Rama.
“Lain kali jangan kayak gitu sama Dina. Bagaimana pun dia itu senior di sini.” Imbuhnya.
“Iya senior yang nggak bisa ngasih contoh sama anak magang. Udah ah pokoknya aku kesel. Nih bawa nih!” Jesi meletakan paper bag itu ke lantai dan berjalan keluar lift lebih dulu.
Mood Jesi jadi mendadak anjlog lagi karena ucapan Rama yang terkesan membela Dina, “udah jelas-jelas dia tuh salah, masih aja gue harus hormat sama dia. Sorry aja! Gue nggak bakal ngehormatin orang yang kayak dia.” Batin Jesi.
“Heh jasjus! disini gue bosnya. Kenapa malah lo yang selalu nyuruh-nyuruh gue?” Teriak Rama.
“Itu balesan karena Karam selalu marah-marah nggak jelas sama aku. Pokoknya aku lagi ngambek. Tidak menerima perintah apapun!” balas Jesi yang hanya menengok sebentar kemudian melanjutkan jalannya.
“Dasar asisten nggak ada akhlak!” ucap Rama.
Semenjak ada Jesi di sisinya, Rama jadi sering menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar guna menetralkan emosinya karena tingkah menyebalkan gadis itu.
“Ya Allah sebenernya apa salah dan dosaku? Kenapa punya asisten gini amat. Bukannya ngebantu malah nguji kesabaran.” Gumam Rama.
.
.
.
Banyakin sabarnya yah Karam ku sayang wkwkwk
budayakan like dan komen setelah baca yah. biar makin semangat akunya. kali aja bisa crazy up hehehe