DILARANG PLAGIAT YA!
Seorang lelaki berjaket hitam terduduk di lantai, dia membersihkan cairan merah kental yang menodai tangannya. Dia mengambil pisau dan tongkat kasti kesayangannya, siapapun yang berani melukai wanitanya maka orang itu akan ia bebaskan dari dunia ini.
Dia adalah Dave Winata, namanya jarang didengar karena identitasnya yang sengaja dirahasiakan. Wajah dan sorot matanya yang dingin menyerang siapapun dengan tatapan elang yang siap memangsa. Hanya ada satu kelemahannya, yaitu air mata wanitanya.
Penasaran kan? Lanjut yuk ke ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sekar Arum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIMANA DIA?
WARNING:
SEBELUM LANJUT MEMBACA DIWAJIBKAN UNTUK RATE, VOTE, LIKE DAN TINGGALKAN KOMENTAR SESUKA KALIAN.
DUKUNGAN KALIAN ADALAH SEMANGAT UNTUK AUTHOR.
HAPPY READING 😘
..............................
Dave masih saja membolak-balikkan tubuhnya yang berbaring di sofa. Pikirannya selalu terfokus pada Aryn. Sesekali dilihatnya Silvi yang ternyata sudah tidur dengan nyenyak. Ia lalu bangkit dari sofanya, ekor matanya melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 3 pagi. Dave menghembuskan napasnya dengan kasar, ia memutar handle pintu dengan hati-hati. Dilihatnya Samuel yang tertidur di kursi panjang depan ruangan rawat inap Silvi.
"Dia masih di sini rupanya!" gumam Dave yang duduk di samping kaki Samuel.
Samuel yang merasa terusik dengan kedatangan Dave mulai membuka matanya perlahan.
"Dave? Nggak tidur lo?" seru Samuel dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Nggak bisa tidur!" jawab Dave.
"Iyalah, masih pengantin baru tapi malah ditinggal kabur bini!" Samuel terkekeh.
Samuel langsung menutup rapat mulutnya, ia sadar jika ia salah bicara. Dave menatapnya dengan tatapan membunuh sekarang. Bahkan kedua bola mata Dave memerah. Sesaat kemudian Dave mengalihkan pandangannya dari Samuel.
"Kalau gua jadi Aryn, gua juga akan kabur dari suami yang bertampang tembok dan kejam seperti Dave ini!" batin Samuel.
"Dave," lirih Samuel.
"Katakan!" jawab Dave singkat.
"Apa lo udah tahu keberadaan Aryn sekarang?" tanya Samuel.
"Belum," jawab Dave datar.
"Menurut gua, lo coba cari tahu dari Reza! Reza pasti tahu keberadaan Aryn karena dia yang bantu Aryn," ucap Samuel dengan takut-takut.
"Hmm," jawab Dave.
Dave merasa malas mendengar Samuel yang menyebut nama Reza.
"Bagaimana hukuman untuk wanita j*l*ng itu?" tanya Dave mengalihkan pembicaraan.
"Beres, hukuman sudah dilakukan dengan sempurna! Gua pastiin wanita itu akan berpikir seribu kali sebelum mendekati lo lagi!" jawab Samuel.
Samuel mengeluarkan ponselnya, menunjukkan hasil video buatannya.
"Nggak sia-sia gua serahin tugas ini buat lo! Lanjutkan rencana selanjutnya!" seru Dave.
"Gua bersyukur mendapat tugas senikmat ini! Wanita itu sangat ganas, tapi sayang sudah bolong hehehe! Percaya sama gua, sebentar lagi Hans akan bertekuk lutut di hadapan lo!Selama ada Abang Samuel semuanya beres!" Samuel menyengir kuda.
"Hmm," Dave memutar kedua bola matanya malas.
Seperti inilah jadinya jika seorang play boy kelas kakap diberi tugas untuk menghukum seorang wanita j*l*ng. Telinga Dave berdengung mendengarkan ocehan vulgar Samuel. Walaupun Dave bukan pria baik-baik, tapi ia tidak pernah membicarakan obrolan vulgar kepada siapapun.
Sama halnya dengan Dave, Samuel juga memiliki kebiasaan bergonta-ganti wanita layaknya pakaian. Saat ia sudah bosan, ia akan membuang dan menggantikannya dengan yang baru dan lebih menarik. Wajahnya yang tampan dan kekayaan yang berlimpah membuat wanita model apapun terpikat dengannya.
"Lo lanjutin mimpi lo!" seru Dave.
Setelah dipertimbangkan, Dave lebih memilih untuk berdiam seorang diri di ruangan Silvi daripada harus menyakiti telinganya dengan ucapan mesum Samuel.
Blam,
Melihat pintu ruangan Silvi yang ditutup rapat oleh Dave, Samuel membaringkan tubuhnya lagi di atas kursi tunggu yang keras. Ia masih mengantuk, Dan dalam hitungan menit Samuel teridur dengan pulas lagi.
Di dalam ruangan Silvi, Dave hanya mondar-mandir di dekat jendela. Matanya benar-benar enggan untuk dipejamkan. Anak buahnya belum juga menemukan keberadaan Aryn. Ada sedikit rasa penyesalan dan kekhawatiran di dalam hatinya.
"Dimana lagi aku harus mencarinya?" gumam Dave yang melihat ke luar jendela.
Drrttt... drrttt
Dave menatap malas layar ponselnya yang bertuliskan papa.
"Halo,"
"Dave apa yang terjadi pada Silvi? Pelayanmu mengatakan jika Silvi sedang di rumah sakit sekarang,"
Dave terdiam, pasti tadi papanya menelpon Silvi menggunakan telepon mansion tapi pelayan yang mengangkat telponnya. Hingga papanya bisa tahu Silvi ada di rumah sakit.
"Dia terluka,"
"Sudah kubilang Silvi tidak akan aman jika dia tinggal bersamamu, kau masih saja memaksanya untuk tinggal bersamamu!"
"Aku tidak pernah memaksanya. Dia sudah besar dan bebas memilih dia akan tinggal dengan siapa!"
"Tahu apa dia? Usianya masih 15 tahun. Tidak mungkin dia menolak untuk tinggal bersama papa dan mamanya jika tidak ada yang menghasutnya!"
"Jika papa menelpon hanya untuk menyalahkan aku, sebaiknya papa menelpon orang lain saja!"
Tut,
Dave membanting ponselnya ke sofa. Kepalanya terasa semakin panas. Masalahnya belum terselesaikan, tapi papanya menambah satu masalah baru. Dave merebahkan tubuhnya di atas sofa. Kakinya ia letakkan di atas meja.
Pikirannya mengembara entah kemana. Sesaat ia teringat ucapan Samel. Ada benarnya juga jika ia menanyakan keberadaan Aryn pada Reza. Tapi Dave cukup gengsi untuk menanyakannya pada Reza.
"Arrgghh!" geram Dave.
Dave menyambar kunci mobil di atas nakas. Jam di dinding menunjukkan pukul 5:30 pagi. Tekadnya sudah bulat, ia kemudikan mobilnya menuju apartemen Reza. Ia memutuskan untuk mengesampingkan egonya untuk menemui Reza. Mobilnya menyusuri jalanan kota dengan kecepatan tinggi.
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu baru melangkah pelan memasuki lift. Ditekannya tombol 8, lantai dimana unit apartmen Reza berada. Dengan malas, Dave menggedor pintu Reza.
Tok...tok...tok
Hening, tidak ada sahutan dari dalam. Laku Dave lebih mengeraskan gedoran pintunya.
Tok...tok...tok
"Za!" teriak Dave.
Dave menyandarkan tubuhnya pada dinding di sebelah pintu. Samar-samar Dave mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekati pintu.
Ceklek,
Tampak Reza dengan penampilan khas orang yang baru bangun tidur. Pakaian kusut, wajah mengantuk, dan rambut yang acak-acakan.
Ia bahkan masih menggosok-gosok kedua matanya untuk melihat tamu yang datang di apartemennya. Apakah maminya? Tapi tidak mungkin mami mengunjunginya di jam segini.
"Dave?" lirih Reza.
Reza bergegas menutup kembali pintunya, ia masih merasa sebal dengan Dave. Dengan sekuat tenaga Dave menahan pintu agar tidak tertutup.
"Gua butuh bantuan lo!" seru Dave.
Reza tidak mempedulikan ucapan Dave, ia masih berusaha menutup pintunya.
"Dimana Aryn?" tanya Dave.
"Ngapain lo nyariin dia? Belum puas?" Reza mulai sewot.
"Dia istri gua sekarang, sah-sah saja kalau gua mencarinya!" balas Dave.
"Istri? Kalau benar lo suaminya, lo nggak akan memperlakukan istri lo sekasar itu!" seru Reza.
"Gua tahu gua salah! Gua mau memperbaiki kesalahan gua!" sahut Dave dengan nada sedikit sendu.
Reza terdiam, haruskah ia memberitahu keberadaan Aryn sekarang? Ia sangat mencintai Aryn, ia tidak akan tega membiarkan wanita yang ia cintai hidup menderita berasama dengan Dave. Tapi bagaimanapun juga Dave adalah sahabatnya. Ia akan sangat berdosa jika memisahkan istri dari suaminya. Ditambah ia belum pernah melihat raut wajah Dave yang penuh dengan penyesalan seperti sekarang. Reza menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Dimana Aryn?" Dave mengulangi pertanyaannya.
"Aryn sedang dalam perjalanan menuju tanah kelahirannya!" sahut Reza.
"Dia pulang ke Indonesia?" seru Dave.
Reza mengangguk, menandakan jika ucapannya benar.
.............................
Jangan lupa like dan vote ya! Rate juga, bintang lima ya!
Maat author lama up-nya, maklum sekarang kan hari libur hehehehe😁