Pesona Ayra Khairunnisa

Ayra terlelap diatas sajadahnya. Ia tidur dengan posisi duduk tahiyat akhir seperti saat sholat. Tangan kanan nya masih memegang tasbih namun tasbih itu hanya berada diujung jari-jari Ayra. Karena genggaman tangannya terbuka disaat ia tertidur. Entah sudah berapa lama ia tertidur dengan posisi kepala yang tertunduk. Tubuhnya masih mengenakan mukenah.

Saat ia terjaga di pukul 3 pagi ia melanjutkan shalat lail nya. Tanpa ia sadari ketika adzan Shubuh berkumandang, dirinya masih terduduk dan tak bergeser dari tempat semula ia shalat.

Pintu ruang kerja Bram terbuka. Lelaki yang tidak lain adalah Bram. Lelaki itu mengkhawatirkan Ayra karena pukul sudah menunjukkan jam enam kurang tetapi tidak ada tanda sosok sang istri di dapur saat ia mengambil minum ketika akan olahraga di lantai empat. Hingga Bram berinisiatif mencari Ayra ke ruang kerjanya.

Sebuah pemandangan yang tak pernah Bram lihat.

"Apakah ia tidak tidur semalaman?"

Bram mendekat ke arah Ayra yang masih tertunduk. Bram memanggil nama Ayra namun Ayra tak menjawab panggilan nya.

"Ay...."

"Ayra.... Kamu tidak apa-apa?."

Bram mendekat. Bram sedikit menunduk dan melihat wajah istrinya itu. Wajah yang cantik, putih, bulu mata yang lentik serta hidungnya yang mancung Serta bibirnya yang mungil namun merah tanpa polesan lipstik membuat Bram harus menelan Saliva nya dengan kasar.

"Apakah dia tertidur dengan posisi ini semalaman?"

Bram menyentuh pundak Ayra. Tubuh Ayra bergerak kaget. Kepalanya terangkat dan ia melihat Bram telah duduk berjongkok disebelahnya. Pandangan mereka Kembali bertemu.

Bram melihat jelas mata panda dan sembab istrinya itu. Maka bisa ia pastikan jika istrinya menangis semalaman.

"Secepat itukah kamu mencintai ku Ay?"

Ayra menatap suami nya dan tersenyum. Lalu melirik ke arah jarum jam yang masih berputar.

"Kamu tidak tidur?"

"Bukankah mas baru membangunkan aku?"

Suara lembut terdengar seperti manja dan senyum manis kembali Ayra persembahkan untuk suaminya. Seolah rasa sakit hatinya semalam ia sembunyikan atau ia hilangkan di pagi hari ini.

"Aku kesiangan mas... Aku shalat Shubuh dulu. Mas mau jadi imamnya?"

"Glek."

Bram menjadi kikuk ketika istrinya berkata begitu lembut bahkan suara yang ia dengar setengah manja. Ia tak tahu mau menjawab apa. Jika istrinya itu meminta untuk memimpin rapat atau memecahkan masalah dalam bisnis ia akan langsung menjawab iya. Tetapi disuruh menjadi imam shalat, bukan perkara mudah baginya.

"Mas....."

Ayra melihat suaminya melamunkan sesuatu.

"Kamu shalat sendiri saja. Aku mau olahraga, jangan terlalu lama. Papa minta kamu hadir di perusahaan nya pagi ini. pukul 9 sudah harus ada di perusahaan papa."

Ayra mengeryit kan alisnya. Baru saja Bram mau bangkit meninggalkan Ayra. Ia harus berhenti dan kembali menoleh ke arah Ayra.

"Mas, ada yang ingin aku bicarakan pada mas."

Bram menatap Ayra dengan posisi berdiri dan kedua tangannya ia masukan kedalam kantong training nya.

"Apa?"

"Tunggu aku shalat Shubuh dulu mas waktunya hampir habis."

"Kalau begitu nanti saja setelah pulang dari perusahaan papa. Aku juga hadir disana."

"Baik mas."

Bram berjalan meninggalkan Ayra yang telah berdiri dan akan melakukan takbiratul ihram namun terhenti ketika suaminya berkata dibalik pintu dengan posisi tubuhnya separuh telah berada dikamar nya.

"Oya pakai baju yang pantas untuk dikenakan di perusahaan. Jangan sampai membuat malu diriku."

Deg.

Ayra menelan salivanya dengan kasar dan coba mengatur napasnya.

"Baiklah mas."

Ceklek.

Pintu ditutup oleh Bram.

"Satu benang merah yang aku dapatkan dari perkataan mu mas. Penampilan. Baiklah, aku akan membuat penampilan ku terlihat menawan namun tidak melanggar syariat agar kamu tidak malu mempunyai seorang istri aku yang bukan dari kalangan mu mas. Semoga ini bukan sebuah dosa Rabb. Hamba niatkan ketika hamba bersolek jika itu bersama suami hamba maka itu hanya untuk membahagiakan, menyenangkan hati suami hamba yang cinta akan kecantikan istrinya."

Ayra memejamkan mata seolah mengingat kembali ketika umi Laila menyampaikan materi jika seorang istri boleh berhias namun harus dicamkan seorang istri adalah berhias dengan sesuatu yang hukumnya mubah (bukan dari bahan yang haram) dan tidak memudharatkan.

Saat itu Ayra bertanya.

..."Umi tadi umi menyampaikan jika berhias tidak dengan cara yang di larang dalam islam. Maka apa saja yang dimaksud berhias tapi dilarang dalam Islam umi?"...

Umi Laila menjawab.

..."Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Riwayat Bukhari dan Muslim....

...Allah melaknat penyambung rambut dan orang yang minta disambung rambutnya....

...Adapun berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu: pertama menyambung rambut, kedua menato tubuh (al-wasim), mencukur alis (an-namsh), dan ketiga mengikir gigi (at-taflij), Memanjangkan kuku, Berhias menyerupai kaum lelaki, sudah sepantasnya bagi kita wanita muslimah untuk taat lagi tunduk kepada syari‘at Allah, termasuk di dalamnya aturan untuk berhias....

...Islam tidak sepenuhnya melarang seorang wanita untuk berhias, justru ia mengajarkan cara berhias yang baik tanpa harus merugikan, apalagi merendahkan martabat wanita itu sendiri....

...*Dan yang penting adalah prinsip dari menjaga Aurat harus tetap kita jaga. Yaitu tertutup, tidak mengundang syahwat, menutup bagian paha dan pingg*l. Serta tidak tipis atau transparan*."...

Ding

Ding

Ding

suara yang berasal dari jam berbentuk bundar diruang kerja Bram menyadarkan Ayra jika waktu sudah menunjukkan pukul 6.

"Astaghfirullah... kenapa aku jadi melamun begini. Ampuni hamba mu ya Rabb."

Ayra cepat mengambil napas dan memejamkan matanya untuk takbiratul ihram dan melafazkan niat shalat shubuh nya.