Membunuh istri seorang Mafia???
Begitulah yang terjadi pada Disha si reporter Indonesia saat berada di kapal pesiar. Dia terjebak dalam situasi sulit ketika dia terpergok memegang sebuah pistol dengan jasad wanita di depannya yang merupakan istri tercinta dari seorang mafia bernama Noir Mortelev.
Mafia Rusia yang terkenal akan hati dingin, dan kejam. Mortelev adalah salah satu diantara para Mafia yang berdarah dingin, dan Noir merupakan keturunan dari Mortelev sendiri.
Kejadian di kapal pesiar sungguh membuat Disha hampir mati di tangan Noir saat pria itu ingin membunuhnya setelah mengetahui kematian istrinya, namun dia bersumpah akan membunuhnya secara perlahan lewat siksaan batin dan jeratan pernikahan.
“Akan aku berikan neraka untukmu sebagai balasan kematian istri dan anakku yang belum lahir. You understand!”
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AM'sLL — BAB 20
SEBUAH HIBURAN KECIL DARI DISHA
Kini di dalam PUB, terlihat hening ketika Noir duduk di salah satu sofa, sementara Capo dan anak buahnya berdiri seakan tidak punya harga diri sebagai pemilik tempat.
Sambil meneguk segelas vodka, Noir benar-benar terlihat santai sehingga Disha sekilas berpaling saat dia berdiri di dekat meja bartender, namun Noir menatap ke arahnya.
“Bisa ku tinggali tempat ini untuk satu malam?” tanya Noir kepada Capo yang terduduk di lantai di dekatnya dengan wajah berdarah.
Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kau boleh tinggal di sini. Ge-gratis!” balas Capo dengan sedikit teler.
Mendengar itu Noir kembali melirik ke istrinya yang masih berdiri memeluk tubuhnya sendiri yang terasa dingin.
“Berikan aku selimut, dan antar sebotol wine untukku.” Pinta Noir beranjak dari duduknya dan pergi ke arah tangga melewati Disha.
“Apa kamu akan tetap di sini?” tanya Noir menoleh ke istrinya yang kini menatap ke para pria di sana hingga akhirnya dia memilih ikut Noir. Meski dia tidak ingin, tapi bagaimana lagi.
Kedua orang tadi pergi menaiki tangga menuju ruangan VIP alias ruangan pribadi milik Capo.
“Bos, kau baik-baik saja? Apa kita perlu ke dokter— ”
Capo menepis kasar tangan anak buahnya yang hendak menolongnya.
“Lebih baik kau turuti perintah Tuan Mortelev. Aku tidak ingin bisnisku hancur.” Ujar Capo yang baru tahu bahwa dia berurusan dengan seseorang yang salah.
Sementara di ruangan yang tidak terlalu besar ataupun kecil. Disha melangkah masuk mengamatinya. Tidak ada ranjang, hanya ada sofa, meja, televisi dan lemari minuman alkohol.
Noir terdiam, berdiri membelakangi Disha yang kini menatap ke punggung lebarnya hingga tatto berbentuk ular yang seperti melata di punggung pria itu.
Disha menunduk dengan wajah bingung dan gugup hingga dia melepaskan kemeja hitam milik Noir.
Bersamaan dengan itu, pria tua penjaga bartender di bawah tadi datang memberikan selimut dan beberapa botol wine juga beer lainnya. “Terima kasih!” ucap Disha tanpa senyuman.
Ketika Noir berbalik, Disha yang baru saja meletakkan benda-benda tadi di atas meja, seketika menegang menatap pria bermata biru yang kini berjalan mendekat, lalu duduk di sofa singel.
“Minumlah.” Pinta Noir saat menuangkan minuman tersebut ke gelas.
“Aku tidak meminum alkohol.” Tolak Disha pelan dengan melilitkan selimut ke tubuhnya.
Pria itu juga melilitkan selimut cokelat ke tubuh telanjang dadanya.
Keheningan menyelimuti mereka berdua saat Disha menoleh ke perapian yang menyala di dekat lemari minuman bergaya vintage.
“Apa yang di lakukan seorang reporter saat bekerja, selain menyampaikan berita secara live?” tanya Noir yang tiba-tiba saja menanyakan soal pekerjaan Disha.
Tentu saja Disha menatapnya, namun pria itu masih meneguk minumannya lagi dan lagi.
“Tidak ada.” Balas Disha singkat karena dia benar-benar malas dengan pria itu. Entah apa yang Noir rencanakan, kenapa Disha merasa bahwa pria itu berbeda setiap kali mereka hanya berdua, apalagi jauh dari Mansion.
“Kamu pernah jatuh cinta?”
Ya! Pertanyaan yang cukup mengejutkan Disha. Seorang pembunuh yang angkuh dan kejam bertanya soal cinta?
Wanita cantik dengan rambut panjang bergelombang itu terdiam beberapa saat. “Tidak pernah.” Jawab Disha.
“Why?”
Sungguh? Disha kembali menatap ke suaminya yang kini menatapnya lekat dengan datar usai meneguk minumannya hingga habis sebotol.
“Aku belum menemukan seseorang yang kucintai.” Entah kenapa Disha menjawabnya begitu tenang, mungkin karena suara Noir yang merendah dan tidak marah-marah.
Wanita itu menunduk namun Nori masih menatapnya.
“Maafkan aku atas kematian istrimu. Meski aku tidak membunuhnya, tapi aku ada dilokasi dan aku tidak bisa menyelematkan nya saat dia meminta tolong.” Jelas Disha dengan tulus.
Dia bukan wanita buruk, keadaan lah yang memaksanya menjadi wanita emosian. Tentu saja karena tuduhan Noir dan tekenan di Mansion.
Noir menunduk dan menyeringai kecil saat sebuah botol masih ada di tangannya. “Mengasihani orang jahat bukanlah hal yang bagus.” Balas Noir saat dia mengingat akan istrinya.
Disha berkerut alis bingung. Dia meras Noir ingin mengatakan sesuatu? Sesuatu di dalam hatinya yang tidak pernah dia katakan kepada siapapun.
“Selagi orang jahat itu bisa berubah, maka tidak ada yang salah.” Balas Disha sehingga Noir menatapnya.
“Bagaimana jika dia mati lebih dulu setelah menyakiti seseorang?”
Kontak mata keduanya bertemu. Disha benar-benar yakin, ucapan Noir terselip akan sesuatu mengenai istrinya. -‘Apa yang dia maksud istrinya?’ batin Disha yang masih memperhatikannya.
Pria itu kembali meneguk minumannya, lalu bersandar dan mendongak.
“Hibur aku.” Pinta Noir yang kini suasana hatinya tengah tidak baik-baik saja.
“Menghiburmu?”
“Ya.”
Disha tak tahu apa maksud kata hibur. Namun dia cukup faham karena kebanyakan di novel yang dia baca, ketika seorang pria mafia meminta dihibur, maka hiburan itu adalah menjerumus ke intim.
Wanita itu menelan ludahnya saat dia menatap ke leher dan dada bidang Noir yang terlihat basah dan menggoda.
“Apa kamu tidak dengar?”
Suara Noir yang dingin dan tenang namun memaksa sehingga Disha benar-benar kebingungan. Dia bangkit dari duduknya dengan wajah yang tengah berpikir keras sampai Noir menatapnya lekat.
“Ak-aku tidak tahu apa yang kamu minta. Tapi— aku bisa menyanyi untukmu!” tawar Disha tersenyum tipis untuk pertama kalinya.
Melihat senyuman itu dari seorang wanita asing bagi Noir membuat nya tertarik.
“Lakukan.” Balas Noir yang setuju.
Terlihat wajah pria tampan itu tak bersemangat usia perbincangan mereka yang mengingatkannya akan istrinya, atau hal lain tentang istrinya yang membuat emosinya bercampur aduk.
Disha melepaskan selimut dari tubuhnya sehingga dia hanya mengenakan dress putihnya lalu berdiri di atas sofa menghadap ke arah Noir yang masih menatapnya datar.
“Happy or sad? (Bahagia atau sedih)?” tanya Disha tentang genre lagu yang ingin Noir dengarkan.
Pria itu mengamatinya lekat, tanpa senyuman namun tatapan yang dalam.
“Sad!” jawab Noir membuat Disha mengangguk kecil.
Hening beberapa detik ketika Disha mengambil napas dalam-dalam, memberanikan diri untuk menatap ke mata biru Noir.
“In a neat little town they call Belfast
Apprentice to a trade I was bound ...
And many's an hour's sweet happiness ...
Have I spent in this neat little town ...
A sad misfortune came over me
Which caused me to stray from the land ... ” Suara Disha mengalun lembut dan merdu secara slow.
Wanita itu menatap lekat Noir yang juga menatapnya dan mulai meresapi lirik lagunya hingga terbawa.
“Far away from my friends and relations ...
Betrayed by the black velvet band.”
Di saat lirik terkahir. Pria itu masih menatap dengan air mata yang tertahan di lubuk hatinya seolah tak bisa keluar.
Pria itu terdiam, menunduk beberapa saat ketika Disha mulai turun dari sofa dan berdiri di atas lantai kayu tersebut.
“Beautiful song (lagu yang indah).” Ucap Noir datar hingga dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Disha yang masih diam memperhatikan langkah Noir perlahan dan emosi yang dikuasai oleh efek alkohol.
Tatapan Noir yang dalam seakan membuat Disha terpaku.
“Betrayed by the black velvet band (Dikhianati oleh pita beludru hitam).” Ucap Noir mengatakan salah satu lirik yang Disha nyanyikan tadi membuat wanita itu berkerut alis.
Tangan kanan Noir menelusup masuk ke rambut panjang Disha dan menyentuh leher hingga rahang wanita yang masih mencerna ucapannya.
“Just like Teodora (sama seperti Teodora). Black Velvet Band (pita beludru hitam).” Bisik Noir dengan sangat jelas sehingga Disha benar-benar tertegun mendengarnya.
Dia berharap tebakannya salah.
Saat Noir menjauhkan wajahnya sehingga mereka saling menatap dengan serius. “I like your song (aku suka lagumu).” Ucap Noir tersenyum tipis nan miring.
yohana selingkuh sm ganev..
klu sampai noir tahu bgmn reaksi nya coba 😀😁🫢🤭
Disha mulai berani sm noir krn merasa sdh tahu kebenaran nya..siapa yg membunuh teodora..
apakah teodora selingkuh jg?
dan apa tujuan noir melibatkan Disha?
author jwb donk 😍😂😀🫢🤭