(35 Bab)
Allea, yang biasa dipanggil Lea adalah seorang siswi kelas 3 SMA. Awalnya dia bukan anak nakal, dia hanya anak manja yang selalu dapat kasih sayang kedua orangtuanya. Dia berasal dari keluarga kaya raya. Namun tak ada yang abadi, keluarga cemaranya hancur. Ayah dan ibunya bercerai, dan dia sendirian. Sepertinya hanya dia yang ditinggalkan, ayah—ibunya punya keluarga baru. Dan dia? Tetap sendiri..
Hingga suatu ketika, secara kebetulan dia bertemu dengan seorang pria yang hampir seumuran dengan ayahnya. Untuk seorang siswi sepertinya, pria itu pantasnya dia panggil dengan sebutan om, Om Davendra.
Dia serasa hidup, dia serasa kembali bernyawa begitu mengenal pria itu. Tanpa dia sadari dia telah jauh, dia terlalu jauh mendambakan kasih sayang yang seharusnya tidak dia terima dari pria itu.
Lantas bagaimana dia akan kembali, bagaimana mungkin ia bisa melepaskan kasih sayang yang telah lama hilang itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Langit di atas gedung berwarna kelabu, seakan memahami kemurungan yang menyelimuti hati Monica. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma aspal basah yang bercampur dengan udara dingin.
Grand Heaven berdiri megah di kejauhan, sebuah gedung tinggi dengan arsitektur mewah yang mencerminkan kemegahan dunia. Namun, begitu memasuki ruangan di dalamnya, kesan berbeda langsung menyergap.
Di dalam gedung itu, lorong panjang membentang sunyi. Cahaya lampu remang-remang membuat bayangan di dinding tampak melarut, seolah menjadi bagian dari kenangan yang tersimpan di tempat itu.
Ratusan, tidak. Mungkin ribuan foto terpajang rapi dalam bingkai mewah rak yang rapi, masing-masing mengabadikan nama yang pernah hidup di dunia.
Monica berdiri di depan salah satu rak, tangannya menyatu di depan dada. Matanya menatap penuh haru pada dua foto yang ada di sana—Edward dan Celine, kakak laki-lakinya dan kakak iparnya. Orang tua Deon.
"Kak, sudah lama ya..." bisiknya, suaranya nyaris tenggelam dalam kesunyian. "Aku yakin kalian sudah tenang di sana."
Dia menutup mata sejenak, menghembuskan napas panjang sebelum mulai berbicara lagi. "Deon tumbuh menjadi pria yang lembut, sama seperti kakak ipar.." Monica mengusap ujung matanya yang mulai basah. "Dan sekarang, dia jatuh cinta, Kak. Kakak ingat Viona, kan? Anaknya, Allea. Dia adalah wanita yang Deon suka. Dan suamiku, Davendra juga menyukainya."
Nada suaranya bergetar. Betapa beratnya bibirnya menyebut nama itu.. Rasanya sakit, perih dan tersayat di dalam sana. Tapi dia masih tersenyum, senyum yang menyimpan luka yang bisa dia sembunyikan.
"Aku tahu, aku seharusnya marah. Tapi entahlah, aku justru merasa sebaliknya. Apa semua ini terjadi karena aku tidak menepati janjiku? Apa ini karma—ku.. Kak.. Apa aku mengambil keputusan yang tepat..? Aku dan Davendra—kami akan bercerai," Monica menarik napas panjang.
Senyum pilu kembali muncul, rasanya kenangan itu masih baru dalam ingatannya. "Benar, kan? Kau pasti juga tidak menyangka. Pria yang dulu hampir setiap hari meminta restumu—dia.. hiks," air matanya jatuh, membasahi pipinya yang rapuh. Monica tak kuat untuk melanjutkan kalimatnya.
Kata selingkuh begitu berat untuk keluar, tertancap kuat di dalam hatinya. Menusuk tepat di inti jiwanya. Tapi keheningan itu tiba-tiba terpecah oleh getaran ponsel nya. Dia melihat nama yang tertera di layar—pengacara.
Monica melangkah menjauh untuk menjawab panggilan. "Ya, ada apa?" dia tak ingin menampakkan lebih jauh berapa berantakannya dia di depan kakaknya. Dia bahkan menahan bibirnya untuk tidak bergetar dan bersikap normal.
Suara di seberang terdengar tegas. "Davendra menolak menandatangani surat cerai. Dia tidak ingin pernikahan nya berakhir."
"Apa dia begitu tak tahu malu..." gumamnya. Monica meremas ponselnya, rahangnya mengeras. Dia mengakhiri teleponnya segera.
Dengan berat hati, wanita itu membuka daftar kontak di ponselnya dan menekan nomor yang sangat dikenal. Nomor yang paling sering dia hubungi lebih dari satu dekade. Davendra.
Panggilan tersambung setelah beberapa detik. Mungkin langsung di jawab oleh penerimanya.
"Monica?"
"Kita harus bicara," ucap Monica dingin. "Temui aku di kafe yang biasa." lanjutnya langsung mengakhiri telepon.
**
Kafe Burns, kafe minuman yang ada di dekat Heavy University.
Monica duduk di sudut kafe, tangannya menggenggam cangkir kopi yang mulai mendingin. Tatapannya kosong, pikirannya berkecamuk. Tempat itu menyimpan banyak kenangan, dan hari ini adalah hari dimana kenangan itu berakhir.
Dia mengecek ponselnya, hampir sepuluh menit dia menunggu. Davendra. Dia membuka obrolan, melihat pesan spam dari pria itu. Davendra mengirim banyak ucapan maaf dan permintaan penuh harap kepadanya, semalaman penuh. Monica menginap di hotel sejak kembali dari AS. Dia tak menghubungi siapapun selain pengacara nya.
Tringg.., bel yang menggantung di pintu kafe berdenting saat pintunya terbuka. Seorang pria dengan setelan rapi, kemeja putih dan jas di tangan. Davendra melangkah masuk dan langsung menemukan posisi Monica.
Dia duduk, berhadapan dengan Monica. Wanita itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tak mau menandatanganinya?"
Davendra menghela napas. "Kenapa harus berakhir begini, Sayang? Kita bisa memperbaikinya."
"Memperbaiki?" Monica tertawa kecil, hambar. "Tuan Davendra yang terhormat, Anda berselingkuh. Apa kau pikir itu bisa di perbaiki?"
"Aku masih mencintaimu," balas Davendra. Dia meremas tangannya di atas meja.
Monica terdiam sejenak, menatapnya dengan tajam. "Cinta.. Aku tidak mengerti cinta seperti apa yang kau maksud? Tapi aku tak peduli, cinta ini atau cinta itu. Rasanya begitu palsu."
Davendra terdiam.
"Aku ingin kita berakhir dengan damai, jadi tandatangani suratnya," tegas Monica sebelum mengeluarkan secarik kertas dari dalam map yang ada disamping kursinya.
Surat cerai. Davendra menatapnya dengan sorot mata yang sulit dibaca. Ada sesuatu di sana, antara amarah, penyesalan, dan keengganan untuk melepaskan. Tapi akhirnya, dia mengangguk pelan. "Aku akan menandatanganinya."
Monica menatapnya lama sebelum akhirnya mengangguk. Entah mengapa, hatinya terasa menjadi lebih sakit dari sebelumnya melihat langsung Davendra menandatangani surat cerai itu tepat di hadapannya..
Kedua pihak sudah memutuskan, surat cerai sudah di tanda tangan. Hubungan pernikahan mereka sudah berakhir. Monica kembali menarik kertas itu dan menyimpannya. Dia ingin meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Secepat yang dia bisa, dia berdiri hendak pergi. Namun gerakannya langsung terhenti saat mengingat sesuatu. Hal yang dia terima pagi ini dari keponakannya, Deon.
"Dia hamil. Allea hamil," ucapnya.
Davendra langsung mendongak ke arahnya, terkejut dan sorot matanya penuh dengan ketidakpercayaan. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Tapi kau tenang saja, itu bukan anakmu. Deon sudah memastikan jika itu adalah anaknya, aku hanya sekedar memberitahu. Aku pergi." ucapnya mengakhiri pertemuan yang singkat itu dengan suami—mantan suaminya. Dia pergi meninggalkan Davendra yang mematung tak bisa berkata-kata.
...----------------...
allea cocok sama davendra tp jg cocok sm deon
Gimana caranya Om Darendra menjaga dan melindungi Allea seperti janjinya pada Viona sedangkan dia sendirilah yg memakainya..
Rangkaian puzzle² ini masih blom bisa disusun.. huh!