"Kenapa selalu gue yang harus ngertiin dia? Gue pacar elo Marvin! Lo sadar itu ga sih? Gue capek! Gue muak!" ucap Ranu pada kekasihnya dengan nada marah.
"Maafin gue, Ranu. Gue ga maksud buat ngerebut Kara dari elo" Zara menatap takut takut pada Ranu.
"Diem! Gue ga butuh omongan sampah elo ya" Ucap Ranu dengan nada tinggi.
.
.
.
"Shit! Mati aja elo sini Zara!" hardik Fatiyah setelah membaca ending cerita pendek tersebut.
Fatiyah mati terpanggang setelah membakar cerpen yang dia maki maki karena ending yang tak dia sukai. Dia tidak terima, tokoh kesayangannya, Ranu harus mati mengenaskan di akhir cerita. Tapi, siapa sangka kalau Fatiyah yang harusnya pergi ke alam baka malah merasuki tubuh Zara. Tokoh yang paling dia benci. Bagaimana kelanjutan kisahnya. Kita lihat saja. Apakah Fatiyah bisa menyelamatkan tokoh favoritnya dan mengubah takdir Ranu? Apakah dia malah terseret alur novel seperti yang seharusnya?
sorry guys, harus revisi judul dan cover soalnya bib...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Telo Ungu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lima Belas
"Papa" panggil Marvin datar.
"Apa maksud semua ini?" Marvin melempar beberapa lembar foto ke arah meja kerja papanya.
"Jelaskan apa maksud semua itu Pa!" bentak Marvin.
Gala mengambil salah satu foto yang tergeletak di atas mejanya. Disitu terlihat foto dirinya, Mona, dan Zara sedang makan malam bersama. "Darimana kau dapat ini semua, Marvin?" Gala masih menunjukkan ketenangannya. Dia tak tergoyahkan sedikitpun mendengar bentakan anaknya.
"Tidak penting aku dapat dari mana, Pa. Jawab pertanyaan ku. Apa maksud semua ini? Apa yang papa lakukan bersama Mama Zara dan juga Zara?!" Marvin menggeram kesal.
Marvin tidak habis pikir, papanya masih saja tidak berubah. Untuk kesekian kalinya dia melakukan kesalahan yang sama. Sialnya, mamanya juga melakukan hal yang sama. Pernikahan yang dijunjung oleh media sebagai pernikahan paling harmonis, nyatanya sampah. Papa dan mamanya memang menyepakati pernikahan model begini. Awalnya Marvin tidak menyadari kenyataan pahit ini.
Marvin pikir sikap papa dan mamanya begitu karena mereka menikah atas nama perjodohan bisnis. Nyatanya lebih sampah dari apa yang dipikirkannya. Papanya punya beberapa gundik di luar sana. Begitupun dengan mamanya yang sudah Gonta ganti selingkuhan.
Memikirkan tingkah keduanya selalu sukses membuat Marvin mual dan jijik. Makanya, di bertekad untuk tidak bertindak seperti papa dan mamanya. Marvin benar benar ingin hidup dengan orang yang dicintainya. Orang itu adalah Zara. Marvin sudah membulatkan tekadnya.
"Apa yang ingin kau dengar dariku Marvin. Orang suruhanmu pasti sudah memberikan semua informasi itu. Apa masih perlu papa jelaskan padamu" cibir Gala sambil memutar mutar bolpoin di tangannya.
"Aku tidak peduli papa ingin punya puluhan bahkan ratusan gundik di luar sana. Yang penting bagiku adalah papa harus menjauhi ibunya Zara"
Gala tersenyum tipis. Saking tipisnya mungkin Marvin tidak menyadarinya. Ia senang melihat anak semata wayangnya marah. Sudah lama sekali Gala tidak mendengar Marvin semarah ini. "Kenapa papa harus menjauhi Mona? Dia gundik papa yang paling menyenangkan sejauh ini. Kau tahu sendiri, kita ini sama Marvin. Sulit untuk melepas mainan kesayangan kita sendiri. Kasih papa alasan kenapa papa harus menjauhi Mona" goda Gala pada anaknya.
Gala menatap anaknya yang terdiam. Dia bisa melihat urat urat leher anaknya yang menonjol. "Apa papa pikir aku tidak muak dengan kelakuan papa selama ini? Pa, cukup aku tidak ingin punya ibu baru" ucap Marvin retoris.
"Pembohong handal. Kau pikir papa tidak tahu maksudmu sebenarnya" hardik Gala. Papa Marvin berjalan menuju jendela kaca. Ia menatap pemandangan macet di bawah sama melalui jendela tersebut.
"Tidak ingin ibu baru benar benar alasan yang payah anakku. Saya dan mamamu sudah tak lagi merepotkan itu. Bukan papa yang harus menjelaskan hal ini. Harusnya kau yang butuh menjelaskan sesuatu pada papa" ucap Gala datar.
"Kau teriak dengan lantang pada papa. Kau bilang muak melihat kelakuan papa. Lihat kelakuanmu bahkan sangat mirip papa nak. Jangan sangkal hal itu. Kau pikir papa tidak tahu. Kau bertunangan dengan Ranu. Tapi, kau berusaha menjerat anak Mona untuk menjadi milikmu"
Gala membalikkan badannya. Ia terkekeh geli melihat putranya yang terdiam membeku. "Kau hanya marah pada papa karena takut nantinya Zara benar benar menjadi anak papa kan?"
"Pa, bukan itu topik pembicaraan kita. Tidak usah melebar kemana mana. Aku tekankan sekali lagi. Lepaskan gundikmu itu. Aku tidak ingin papa berhubungan lagi dengan ibunya Zara. Atau aku sendiri yang akan mengambil tindakan" serunya penuh ancaman. Marvin menatap jengah pada papanya.
Gala bertepuk tangan mendengar ancaman anak laki lakinya. Dia bersandar pada meja kerjanya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Wah, wah, sudah berani mengancam papa rupanya. Marvin, Marvin, kau terlalu naif. Dari dulu kau bilang tidak ingin seperti papa yang punya banyak gundik. Tidak ingin seperti mama yang suka gonta ganti selingkuhan. Kau dengan lantangnya mengatakan akan menikah dengan orang yang kau cintai. Tapi, kenapa sekarang berubah nak? Kau sudah lupa dengan api semangatmu yang ingin hidup bersama Ranu?"
"Pa!" panggil Marvin tegas.
"Ranu atau Zara? Pilih satu! Marvin" tegas Gala sekali lagi.
Marvin tak bisa berkata kata. Papanya selalu bisa menembak sisi lemahnya. Dia sendiri bingung harus memilih yang mana. Satu sisi Marvin sayang pada Ranu karena hanya Ranu saja yang dulu selalu menemaninya di masa masa sulitnya. Sisi lainnya adalah Zara. Perempuan yang selalu membuat jantung Marvin berdebar debar.
Gala terkekeh kekeh seakan ada pelawak yang melucu di depannya. Gala senang melihat raut bingung anaknya. Ini lebih dari sekedar lawakan pelawak. Gala harus berterima kasih kepada anak Mona karena membuat anaknya mati kutu di depannya. Mungkin nanti dia akan pertimbangkan untuk mengajak Zara bertemu.
Gala juga tertarik ingin mengenal anak Mona. Gala ingat respon Zara yang unik saat mereka bertemu. Zara tahu kalau dirinya papanya Marvin, makanya dia bersikap defensif padanya. Baik Marvin atau Zara sudah seperti anak kucing yang saling mengeong di depannya untuk menandai teritorinya. Kompak sekali memusuhi dirinya. Lucu sekali!
"Zara atau Ranu?" tanya Gala untuk kesekian kalinya dengan nada datar. Alisnya menukik tajam, bibirnya tersenyum licik.
"Teruskan saja egomu. Papa ingin tahu sejauh mana kamu akan bertahan" batin Gala.
"Pa! Itu bukan urusan papa. Fokus ke topik pembicaraan di awal. Kenapa papa malah bawa bawa nama Ranu dan Zara!" sentak Marvin tak terima. Marvin pantang memperlihatkan kelemahannya pada papanya. Dia tak ingin papanya tahu. Kalau dia sempat goyah dengan pertanyaan papanya.
"Rumit ya kamu. Papa hanya tanya pilih Ranu atau Zara saja kamu tidak bisa memutuskan" Gala menggelengkan kepalanya heran dengan sikap anaknya yang masih keras kepala.
"Memilih antara dua perempuan itu saja kamu tidak bisa memutuskan. Tapi, berlagak menasehati papa. Marvin Marvin kamu memang naif dan tidak pernah berubah" sambung Gala.
"Dari awal mereka bukan barang yang harus dipilih papa!" Tekan Marvin di setiap kata yang ia ucapkan.
"Kau memang lucu Marvin. Sejak awal kedatanganmu kesini melarang papa dekat dengan ibunya Zara. Bahkan kamu sampai mengancam papa kalau tidak mengakhiri hubungan dengan ibunya Zara. Itu untuk apa alai bukannya untuk menegaskan pilihanmu? Kenapa ragu? Kalau kamu ragu untuk memilih. Lebih baik lepaskan mereka berdua Marvin"
Marvin tersulut emosinya. Dia menerjang tubuh papanya hendak menghantam wajah papanya. Namun, aksi Marvin segera dihalau oleh pengawal bayangan yang papanya tanam di sekitar ruangannya.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Marvin terus terusan memberontak keluar dari cekalan pengawal papanya.
Gala berjalan mendekati anaknya. Wajahnya dia sejajarkan dengan wajah Marvin. Gala berbicara dengan nada dingin dan datar. Tatapan tajamnya menatap luruh ke arah Marvin. "Pilih satu dari dua perempuan itu. Tunjukkan pada papa, tekadmu dulu. Kau tidak ingin seperti papa yang memperlakukan ibumu. Tunjukkan pada papa secepatnya pilihan hati nak. Ranu atau Zara. Jika kau sudah yakin dengan pilihanmu. Kau boleh datang dengan wajah percaya dirimu menentang kesenangan papa. Paham?!"
"Bawa dia keluar dari sini. Antar tuan muda kembali ke rumah ibunya. Bilang pada nyonya, awasi anaknya jangan sampai kembali mengacau di perusahaanku" titah Gala pada para pengawalnya.
Pengawal itu dengan cekatan menyeret tuan muda mereka pergi dari hadapan papanya tanpa banyak bicara. Marvin yang tertohok setelah mendengar ucapan papanya hanya bisa terdiam. Keterdiaman Marvin ini membuat pengawal heran. Tapi, mereka tak ingin ambil pusing dengan semua itu. Mereka malah senang melihat tuan mudanya lebih kooperatif dari biasanya.
"Zara, Zara, Zara, aku harus menemui dia langsung. Pasti menyenangkan melihat perempuan yang sudah berhasil menaklukkan ego Marvin" Gala tersenyum licik.
Gala mengambil ponsel dari saku jasnya. Dia menekan nomor seseorang. Ponsel itu, Gala tempel ke telinganya.
"Bawa dia ke perusahaanku. Saya ingin dia sampai ada di hadapanku sekarang juga. Mengerti?!" titahnya pada seseorang disana.