Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Ketenangan yang Terlalu Sunyi
Zack mendapati dirinya duduk di kursi ruangannya, menatap kosong ke layar komputer. Seharusnya dia sibuk dengan pekerjaannya, memeriksa hasil tes pasien, atau setidaknya membaca jurnal medis terbaru. Tapi entah kenapa, pikirannya terasa kosong.
Tidak ada suara gaduh dari seorang gadis ceria yang biasanya datang tanpa diundang. Tidak ada tatapan penuh rasa ingin tahu dari sepasang mata berbinar.
Dan yang paling penting… tidak ada lagi kehadiran Elly.
"Dokter Zack?"
Zack menoleh dan mendapati seorang perawat berdiri di depan pintunya. "Ya?"
"Apakah Anda sedang sibuk? Ada pasien yang ingin Anda periksa."
Zack mengangguk, mencoba menghilangkan perasaan aneh yang mengganggunya. "Bawa mereka masuk."
---
Sementara itu, di sekolah, Elly tengah duduk di bangkunya, berusaha keras untuk fokus pada pelajaran. Buku teks terbuka di hadapannya, tetapi pikirannya tidak berada di dalam kelas.
Sesekali, ia melirik buku hariannya yang tersembunyi di bawah meja. Jari-jarinya secara refleks menyentuh sampulnya, lalu membuka halaman yang penuh dengan tulisan tentang Dokter Zack.
Foto pria itu masih tersemat di sana, dengan coretan-coretan kecil berbentuk hati di sekelilingnya.
Elly mendesah, menutup bukunya dengan cepat. "Kenapa aku seperti ini? Aku harus fokus belajar!" gumamnya.
Namun, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin ia merasa rindu.
Aku harus bagaimana? Aku tidak mau kehilangan harga diriku lagi di hadapannya. Tapi aku juga tidak mau berhenti melihatnya…
Saat jam istirahat tiba, seorang teman sekelasnya, Rina, menghampirinya. "Elly, kamu kenapa sih akhir-akhir ini? Biasanya kamu semangat banget, tapi sekarang kelihatan kayak orang yang kehilangan semangat hidup."
Elly tersentak. "A-aku baik-baik saja! Kenapa tiba-tiba bilang begitu?"
Rina menyipitkan matanya. "Jangan bohong! Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Jangan-jangan… kamu patah hati?"
Elly langsung melotot. "PATAH HATI?!"
Rina mengangguk dengan penuh keyakinan. "Pasti soal cowok! Aku bisa lihat dari ekspresi kamu!"
Elly menghela napas panjang. "Aku nggak patah hati. Cuma… ada seseorang yang akhir-akhir ini ada di pikiranku terus."
Rina langsung bersemangat. "OH?! Siapa?! Jangan-jangan, kakak kelas ganteng dari sekolah sebelah?!"
Elly tersedak air minumnya. "Bukan! Nggak ada hubungannya sama kakak kelas!"
Rina menatapnya dengan curiga. "Kalau bukan kakak kelas… berarti siapa?"
Elly mengalihkan pandangan. "Seseorang yang lebih tua dari itu…"
Rina mengangkat alisnya. "Dosen?"
Elly semakin panik. "Bukan!"
Rina semakin mendekat, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Jangan-jangan… GURU?!"
Elly langsung melambaikan tangannya dengan panik. "BUKAN! RINA, BERHENTI MENEBAK-NEBAK!"
Tapi bukannya berhenti, Rina malah semakin penasaran. "Hmmm… seseorang yang lebih tua, bukan kakak kelas, bukan dosen, bukan guru… Jangan bilang… dokter di rumah sakit Langit Berbintang?"
Elly membeku di tempat.
Rina langsung menutup mulutnya dengan kaget. "JANGAN BILANG AKU BENAR?!?!"
Elly merasa wajahnya mulai panas. Ia buru-buru meraih buku hariannya dan memasukkannya ke dalam tas. "Aku nggak mau bahas ini!"
Rina semakin heboh. "Jadi BENERAN dokter?! Siapa? Siapa?! Aku harus tahu! Aduh, ini seperti drama romantis di TV!"
Elly berdiri dari kursinya. "Aku ke kantin dulu!"
Lalu, sebelum Rina sempat bertanya lebih banyak… Elly kabur.
---
Sementara itu, di rumah sakit, Zack masih belum bisa menghilangkan rasa gelisah dalam dirinya.
Selama ini, ia menganggap Elly hanyalah gangguan kecil yang bisa ia tangani. Tapi sekarang, setelah gadis itu benar-benar berhenti datang…
Kenapa rasanya ada yang hilang?
Zack menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Ia menatap langit-langit, lalu tersenyum miring.
"Apa aku harus mencarinya?"
---
Zack menyandarkan kepalanya ke kursi, menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong.
Kenapa aku memikirkan gadis itu?
Elly hanyalah anak kecil. Ia mungkin sudah remaja hampir dewasa, tapi bagi Zack—yang telah hidup selama ratusan tahun—Elly tidak lebih dari seorang anak yang terlalu penasaran.
Ia menghembuskan napas panjang. Sungguh buang-buang waktu.
Selama berabad-abad hidup di berbagai belahan dunia, Zack telah bertemu dengan berbagai macam manusia. Ia melihat kerajaan runtuh, peradaban berganti, dan manusia berkembang dengan segala macam emosi mereka.
Ia pernah disembah seperti dewa. Pernah ditakuti seperti monster. Pernah menjadi pahlawan, dan pernah juga menjadi buronan.
Sekarang, ia hanyalah seorang dokter. Dan seorang dokter tidak boleh terganggu oleh seorang gadis SMA.
Namun tetap saja…
Zack mengerutkan kening ketika menyadari dirinya sedikit terlalu peduli tentang mengapa Elly tiba-tiba berhenti datang.
Mungkin dia sudah bosan. Bagus. Itu lebih baik.
Zack kembali menatap layar komputer dan memaksa dirinya untuk fokus.
Namun, beberapa menit kemudian, tangannya sudah mengetik sesuatu di mesin pencari:
"Cara menghadapi anak SMA yang terlalu banyak bertanya"
Zack menatap hasil pencarian itu. Ia menghela napas dan mematikan layar komputernya.
Aku benar-benar harus berhenti memikirkannya.
---
Di sisi lain, Elly duduk di bangku taman sekolah, menatap langit biru dengan ekspresi murung.
Sejak ia memutuskan untuk tidak lagi pergi ke rumah sakit, ia merasa ada sesuatu yang hilang.
"Ugh, kenapa aku jadi seperti ini?" gumamnya, membenamkan wajah ke dalam tangannya.
Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya sementara. Bahwa ia hanya mengagumi Dokter Zack sebagai seorang profesional.
Tapi saat ia membuka kembali buku hariannya dan melihat foto pria itu, pipinya kembali memanas.
"…Kenapa aku harus terjebak dalam perasaan ini?"
Ia ingin kembali ke rumah sakit.
Tapi setelah semua kejadian memalukan yang ia alami, ia merasa tidak sanggup menghadapi Zack lagi.
Namun, tanpa ia sadari… takdir sudah memiliki rencana lain untuk mereka berdua.
---
Sementara Elly masih tenggelam dalam pikirannya, bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan akhir jam istirahat. Dengan enggan, ia menutup buku hariannya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Namun, meski ia kembali ke kelas dan berusaha mengikuti pelajaran, pikirannya tetap melayang pada satu orang.
Dokter Zack.
Elly menggigit bibirnya. Sejak kapan dia mulai merasa seperti ini? Dulu, ia hanya ingin melihat dokter tampan itu karena kagum. Tapi sekarang, rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman.
Dia menghela napas.
"Aku harus melupakannya."
Tapi bagaimana?
Elly menatap kosong ke arah papan tulis. Bahkan suara guru yang menjelaskan materi terasa seperti angin lalu.
"Elly!"
Gadis itu tersentak ketika suara keras Rina menyadarkannya. "Hah?"
"Guru manggil kamu!" bisik Rina dengan panik.
Elly buru-buru melihat ke depan, dan benar saja, guru matematikanya menatapnya dengan tatapan tajam.
"Elly Putri," kata guru itu dengan nada tegas. "Kalau kamu lebih tertarik melamun daripada mendengar pelajaran, mungkin kamu bisa menjelaskan jawaban dari soal ini?"
Elly menelan ludah, lalu menatap papan tulis. Deretan angka dan simbol terlihat seperti kode rahasia yang tak bisa ia pecahkan.
"Uh…"
Seluruh kelas menahan napas.
Rina menyikutnya pelan. "Jawab aja asal, nanti kalau salah aku kasih contekan…"
Elly menarik napas dalam. Ia menatap soal itu sekali lagi, mencoba memahaminya…
Tapi otaknya kosong.
"Aku… tidak tahu," katanya akhirnya.
Guru itu menghela napas. "Kalau begitu, perhatikan pelajaran baik-baik, Elly. Jangan melamun lagi."
"Maaf, Bu…"
Saat kembali duduk, Rina menatapnya dengan prihatin. "Ini parah. Biasanya kamu jago matematika. Kamu benar-benar kena virus cinta, ya?"
"Rina!!"
"Haha, santai! Tapi serius, kamu nggak bisa terus kayak gini. Kalau rindu, kenapa nggak datang aja ke rumah sakit?"
Elly terdiam.
Datang ke rumah sakit?
Ia menggigit bibir. Ia ingin, tapi… setelah kejadian terakhir di mana Zack terlihat benar-benar kesal padanya, ia tak yakin apakah kehadirannya masih diinginkan.
—
Di Rumah Sakit Langit Berbintang…
Zack keluar dari ruangannya setelah menyelesaikan pemeriksaan pasien. Ia berjalan melewati lorong rumah sakit dengan ekspresi datar seperti biasa.
Namun, setiap kali melewati tempat-tempat yang biasanya dipenuhi suara berisik Elly—seperti kafetaria, ruang tunggu, atau bahkan lorong dekat ruangannya—ia merasakan sesuatu yang aneh.
Keheningan.
Dan ia tidak menyukainya.
Seharusnya ini hal yang bagus. Gadis itu akhirnya berhenti mengganggunya. Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan aneh, tidak ada lagi tatapan berbinar penuh rasa ingin tahu, dan tidak ada lagi kejadian memalukan di mana Elly tersandung atau menabrak sesuatu hanya karena terlalu fokus memperhatikannya.
Namun, kenapa ia malah merasa… tidak nyaman?
Zack berhenti berjalan dan menatap bayangannya sendiri di kaca jendela besar rumah sakit.
"…Ini pasti cuma kebiasaan," gumamnya pelan.
Ya, pasti begitu.
Selama ini, ia sudah terbiasa dengan kehadiran Elly yang selalu muncul tiba-tiba. Sekarang setelah gadis itu berhenti datang, ia hanya perlu membiasakan diri dengan ketenangan ini.
Lagipula, ia hidup ratusan tahun tanpa Elly. Tidak mungkin hanya dalam beberapa bulan, gadis itu bisa mengganggu pikirannya seperti ini.
Zack menarik napas dalam dan mengabaikan perasaan aneh yang terus menghantuinya.
Tapi saat kembali ke ruangannya, tangannya secara refleks membuka ponsel dan mengetik di kolom pencarian:
"Bagaimana cara menghadapi anak SMA yang tiba-tiba berhenti datang?"
Begitu membaca kembali apa yang ia ketik, Zack langsung menutup ponselnya dengan cepat.
"Aku benar-benar harus berhenti memikirkannya."
—
Sementara itu, di rumah Elly…
Setelah pulang sekolah, Elly melemparkan tasnya ke tempat tidur dan menghempaskan diri ke kasur.
Ia menatap langit-langit kamarnya dengan mata kosong.
"Apa aku harus ke rumah sakit?"
Elly tahu bahwa jika ia datang, ia mungkin akan bertemu dengan Zack. Dan kemungkinan besar, Zack akan bersikap cuek seperti biasa. Tapi tetap saja, ada bagian dari dirinya yang ingin melihat dokter itu lagi.
Tapi… kalau Zack benar-benar tidak ingin ia datang?
Bagaimana kalau sebenarnya dokter itu merasa lega karena ia tidak muncul lagi?
Elly membenamkan wajahnya ke bantal. "Ughhh! Aku benci ini!"
Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.
Seharusnya ia bisa dengan mudah melupakan seseorang yang tidak peduli padanya. Tapi kenapa rasanya begitu sulit?
"Besok aku ke rumah sakit atau enggak, ya?" gumamnya.
Ia menutup matanya, berharap bisa menemukan jawaban dalam tidurnya.
Namun, tanpa ia sadari, takdir sudah mulai bergerak.
Sesuatu akan segera terjadi yang akan mempertemukan mereka lagi… dengan cara yang tidak terduga.
Bersambung...