Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Hati
Segelas jus alpukat tanpa es dan secangkir kopi dengan asap yang masih terlihat mengepul sudah tersaji di atas meja. Dua orang berbeda gender pun sudah duduk di sana, saling berhadapan terhalang meja tanpa bicara.
Inayah memilih menunggu, dia menundukkan kepala menghindari tatapan Hasan yang terus tertuju padanya.
"Selamat menikmati, Tuan dan Nona." ucap sang pelayan kafe sesudah menghidangkan camilan pelengkap jus dan kopi pesanan Pak Hasan.
"Terima kasih." jawab Pak Hasan.
Lima menit berlalu, Inayah masih setia menunggu Pak Hasan memulai pembicaraannya, jika dia yang memulai rasanya tidak sopan. Pikir Inayah.
"Maaf Pak, kiranya apa yang akan Bapak sampaikan kepada saya? Saya harap saya bisa membantu Bapak." Inayah tidak tahan untuk terus menunggu, waktu maghrib hampir tiba, dia tidak mau pulang lebih malam lagi. Dia mendongak dan memberanikan diri untuk menatap Pak Hasan bertanya lebih dulu.
"Akhirnya saya mendengar suaramu." balas Pak Hasan mengabaikan pertanyaan Inayah.
Inayah mengernyit, mencoba memahami maksud ucapan atasannya itu.
"Hehe ...santai saja. Bisa kan kita ngobrolnya santai? Jangan formal seperti ketika sedang di kantor. Sekarang kita sedang berada di luar jam kerja, saya harap kamu mengerti maksud saya." Pak Hasan menekan setiap kata yang diucapkannya. Selama ini Inayah terlalu kaku untuk diajak bersantai.
"Maaf Pak." jawab Inayah menganggukkan sedikit kepalanya.
"Ckk" Pak Hasan berdecak, dia sungguh tidak tahu lagi bagaimana meruntuhkan tembok penyekat yang dibangun Inayah dengan dirinya. Titel atasan dan bawahan selalu terasa kentar di antara mereka.
"Inayah ..." suara Pak Hasan terdengar melembut, Inayah pun mengalihkan pandangannya ke arah atasannya itu.
"Tujuan saya mengajak kamu berbicara berdua karena ada hal pribadi yang ingin saya sampaikan." Pak Hasan menghela nafas menjeda ucapannya.
"Inayah, sejak pertama saya melihat kamu di kantor, saya sudah tertarik dengan kamu. Penampilan kamu yang berbeda seolah menjadi kekhasan sendiri untuk kamu, identitas diri yang menunjukkan siapa dirimu. Awalnya saya mengelak perasaan itu. Saya pikir terlalu cepat untuk saya menyimpulkan jika saya tertarik."
Inayah menahan nafasnya mendengar setiap kalimat yang diucapkan Pak Hasan. Sampai sini dia faham kemana arah pembicaraan bosnya itu selanjutnya.
"Seiring waktu saya mencoba mengabaikan perasaan saya. Tapi entah apa yang membuat saya justru semakin tidak bisa melupakan kamu. Saya mencari tahu banyak tentang kami, dan berusaha mengamati setiap hal yang kamu lakukan."
"Saya tahu saya salah, tapi itu harus saya lakukan untuk meyakinkan hati saya jika saya benar-benar telah jatuh cinta."
Deg ...
Walau pun sudah dapat membaca kemana arah pembicaraan Pak Hasan, tapi mendengar Pak Hasan mengatakan perasaannya tetap saja membuat dada Inayah bedegup cepat.
"Saya jatuh cinta sama kamu."
"Saya jatuh cinta untuk pertama kalinya pada seorang gadis."
"Dan gadis itu adalah kami, Inayah Putri." Pak Hasan menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan perkataannya.
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Inayah?"
Hening ....
Pak Hasan terdiam menunggu jawaban yang akan Inayah sampaikan atas pernyataan cintanya. Dengan harap-harap cemas dia menanti, dalam hati dia berbicara sendiri.
"Seseram inikah rasanya menanti sebuah kepastian setelah nembak cewek?!"
"Saya butuh jawaban kamu Inayah, kita sudah sama-sama dewasa untuk saling memahami maksud hati masing-masing."
"Huft ..." terdengar Inayah menghembuskan nafasnya perlahan. Ditatapnya sang bos dengan tatapan mendalam. Dalam hati sembari merafalkan do'a semoga keputusannya kali ini tepat.
"Pak Hasan!" seru Inayah dan Pak Hasan mencondongkan sedikit wajahnya tanda fokus.
"Terima kasih atas kejujuran Bapak atas rasa yang Bapak miliki terhadap saya." Pak Hasan menyimak dengan seksama, tatapannya sampai tak beralih sedikit pun dari wajah Inayah yang yang terlihat berbeda saat berbicara seperti saat ini.
"Cantik." puji Hasan dalam hatinya.
"Saya tidak punya kuasa untuk melarang atau menghentikan perasaan Bapak terhadap saya. Semua rasa itu datang dari Sang Pemilik hati itu sendiri, sang pembolak-balik hati manusia, Allah subhanahu wata'ala."
"Saya percaya, tidak ada takdir-Nya yang salah atau tidak baik untuk setiap makhluk-Nya. Semua yang tertakdir baik itu sesuai dengan harapan kita atau bahkan sebaliknha adalah yang terbaik menurut versi-Nya. Kadang kita sebagai manusia biasa yang masih sangat awam, perlu waktu untuk menemukan hikmah dari setiap takdir-Nya."
"Namun, saat ini juga saya ingin memberikan Bapak kepastian. Terlepas dari hubungan kita selama ini sebagai atasan dan bawahan, terlepas dari apa yang akan terjadi setelah ini. Saya tetap harus memberi jawaban sesuai hari nurani saya."
"Maaf Pak Hasan, saya tidak bisa membalas perasaan Bapak. Perlu Bapak ketahui, untuk saat ini dan entah sampai kapan, saya belum memikirkan untuk kembali menjalin hubungan dengan lawan jenis."
"Mohon maaf Bapak jika apa yang saya lakukan menyinggung perasaan Bapak, atau bahkan menantang ego Bapak. Saya harap Bapak mampu berlapang dada menerima kenyataan ini."
"Saya percaya dari kita masing-masing sudah Allah siapkan jodohnya. Namun dengan siapa dan kapan itu akan menjadi ketentuan Allah yang wajib kita imani. Pada waktunya nanti Allah akan pertemukan Bapak dengan jodoh Bapak dan mempertemukan saya dengan jodoh saya."
"Atau mungkin Allah akan pertemukan kita sebagai jodoh, wallahu'alam. Karena untuk dua orang yang Allah takdirkan bersama, mereka akan selalu punya jalan untuk bertemu."
"Dari bagian bumi manapun hati itu terpisah, meski riuh langit menawar berbagai nama untuk dido'akan. Meskipun manusia berusaha untuk mengalihkan hati untuk bersandar padanya, jika bukan takdirnya dia tidak akan mengarah menuju jalan pertemuan.''
"Sebaliknya, jika Allah memang telah memilih mereka dalam takdir untuk saling berdampingan, maka tak akan ada yang mampu menghalangi takdir pertemuan itu."
"Makanya kenapa masa depan masih bersifat rahasia? Karena, agar kita terus berharap dan tak berhenti berdo'a. Memohon yang terbaik untuk apa yang tertakdir pada kita."
"Maafkan saya Pak Hasan jika saya lancang, dan terima kasih atas pengertiannya karena itu harapan saya."
"Namun, jika Bapak ke depannya tidak mau melihat saya, terluka karena penolakan saya, dengan suka rela saya akan mengundurkan diri dari perusahaan Bapak."
"Saya do'akan, semoga Bapak segera Allah pertemuan dengan jodoh Bapak." pungkas Inayah.
Dia meraih tas yang di simpan pada kursi kosong yang ada disampingnya. Bermaksud untuk pamit.
"Kamu mau kemana? Saya belum menanggapi jawaban panjang lebar kamu itu." intonasi suara Pak Hasan kembali ke stelan boss.
"Maaf Pak, adzan maghrib sudah lewat saya izin untuk melaksanakan salat maghrib dan pamit pulang."
"Lalu saya bagaimana? Apa kamu tidak mau mendengar tanggapan saya? Atau kamu sudah menyimpulkan jika besok harus menyerahkan surat pengunduran diri?"
Deg ...Inayah menghentikan gerakannya. Dia urung untuk beranjak dari tempat duduknya.
pokoknya pepet terus,, jangan lupa lewat jalur langit juga
ku tunggu undangan petnikahannya.