Nuri terpaksa menerima perjanjian pernikahan 9 bulan yang ditawarkan Sabda, kerena Dennis, pria yang menghamilinya meninggal dunia. Sabda adalah kakak Dennis dan sudah memiliki istri. 9 bulan itu menjadi masa yang sulit bagi Nuri karena dia selalu mendapatkan intimidasi dari mertuanya dan istri pertama Sabda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Mobil yang dikendarai Sabda memasuki tempat parkir sebuah mall. Keduanya lalu turun, berjalan beriringan memasuki mall tanpa berpegangan tangan. Sebenarnya Sabda ingin menggandeng, memastikan jika wanita hamil disebelahnya itu merasa aman, sayangnya, dia segan untuk melakukan itu, takut Nuri malah merasa tak nyaman.
"Apa kau lapar, ingin makan sesuatu?" Sabda tak ingin mengajak Nuri jalan dalam kondisi perut lapar. Karena yang dia tahu, ibu hamil mudah lapar.
"Aku sudah makan tadi."
Keduanya lalu berjalan menyusuri gerai demi gerai lalu berhenti ditoko pakaian yang menjual aneka baju hamil.
"Pilih mana saja yang kau suka."
Nuri berjalan menyusuri deretan baju baju hamil. Dia bingung harus pilih yang mana, karena semua bagus menurutnya. Selain itu, harga pakaian yang terbilang mahal membuatnya ragu. Meski dia tahu jika Sabda yang akan membayar, tapi rasanya sayang jika uang ratusan ribu hingga jutaan hanya untuk membeli sepotong baju. Kalau dipasar, dia bisa dapat berpotong potong dengan uang segitu.
"Apa tidak ada yang kau suka?" tanya Sabda yang melihat Nuri sejak tadi tak kunjung menentukan pilihan.
"Harganya terlalu mahal," lirih Nuri didekat telinga Sabda.
"Aku yang bayar."
"Tapi sayang."
Sabda tersenyum melihat kepolosan Nuri. Kalau saja wanita lain, pasti akan langsung kalap saat diajak shopping. Tapi Nuri? wanita itu sangat berbeda. Sayang, kepolosannya malah dimanfaatkan oleh Dennis.
Sabda mengambil sebuah gaun berpotongan melebar didarah perut. Gaun yang memang diperuntukkan buat ibu hamil. "Ini bagus," ditunjukkannya baju itu pada Nuri.
Nuri mengerutkan kening melihatnya. "Apa aku pantas memakai baju seperti itu?" Nuri memang jarang memakai gaun. Bisa dibilang, baju bajunya model seherhana, sebatas celana dan kaos, mentok mentok daster dan rok.
"Cobalah."
Sabda lalu mengantar Nuri menuju fitting room. Menunggu diluar hingga wanita itu selesai dan menunjukkan baju yang dikenakannya pada Sabda.
Sabda tersenyum sambil mengacungkan jempol. "Kau cantik sekali dengan gaun itu."
Blush
Semburat merah seketika menghiasi kedua pipi Nuri. Dia menunduk sambil menggigit bibir bawahnya karena malu.
Tidak, tidak boleh baper Nuri.
Nuri berusaha mengontrol perasaannya. Jangan sampai untuk kedua kalinya, cintanya berakhir tragis karena berlabuh pada orang yang tidak tepat.
Saat Nuri hendak kembali ganti baju, Sabda melarangnya. Dia menyuruh Nuri tetap memakai baju itu karena terlihat lebih cocok daripada baju yang tadi dia pakai.
Selanjutnya, Sabda memilihkan lebih banyak lagi pakaian untuk Nuri.
Urusan pakaian selesai, mereka kembali berkeliling, hingga Nuri tertarik untuk masuk kesebuah gerai aksesoris.
Nuri ingin membeli ikat rambut. Hamil membuatnya sering kegerahan sehingga ingin selalu mengikat rambutnya.
"Ini bagus gak?" Nuri menunjukkan jepit model catokan dengan hiasan mutiara.
Sabda yang sedang melihat lihat ikat rambut menoleh untuk melihat apa yang ditunjukkan Nuri. "Bagus," sahut Sabda. "Ini juga lucu," dia menunjukkan ikat rambut dengan hiasan telinga kelinci.
Sebenarnya Nuri kurang suka memakai ikat rambut karena meninggalkan bekas. Tapi dia tak mau mengecewakan Sabda.
"Boleh beli dua duanya?" tanya Nuri.
"Tentu saja, bahkan lebihpun boleh."
Nuri tersenyum, mengambil jepit dan juga ikat rambut tadi lalu membawanya kekasir. Didekat kasir, ternyata ada gelang tali korea yang lucu lucu. Dia yang tertarik langsung melihat lihat hingga jatuh hati pada sebuah gelang.
"Boleh sekalian ini?" Nuri menunjuk gelang tali warna hitam dengan hiasan kepala panda yang sangat lucu.
"Apapun itu." Sahut Sabda sambil tersenyum. Merasa lucu saja, hanya sebuah gelang yang harganya tak seberapa, Nuri bahkan bertanya dulu padanya.
"Ada gelang untuk couple juga Kak, siapa tahu berminat," Mbak kasir mengambil gelang didalam etalase lalu menunjukkannya pada Nuri dan Sabda.
"Tidak mbak, ini saja," sahut Nuri. Melihat gelang tali berhiaskan batu giok kecil, dia yakin Sabda tak mungkin mau mengenakannya. Tapi bukan itu alasan utamanya, melainkan tak mungkin dia dan Sabda memakai gelang couple, karena mereka bukan pasangan.
"Tapi bagus juga." Nuri hampir tak percaya mendengar Sabda mengatakan itu. Mana mungkin pria sekelas Sabda suka pada gelang tali murahan yang bahkan saat ini, melingkar jam tangah mewah dipergelangan tangannya.
Sabda mengambil gelang warna hitam tersebut lalu memakainya. "Apa aku cocok memakainya?"
Nuri tersenyum absurd, mau bilang tak cocok, takut mengecewakan Sabda. Alhasil, dia hanya menjawab dengan anggukan.
Sabda meraih pergelangan tangan Nuri. Mengambil pasangan gelang tadi lalu memasangkannya ditangan Nuri.
"Kami ambil ini juga," ujar Sabda pada mbak kasir.
"Apa tidak apa apa, Kakak memakai gelang couple denganku?" Nuri masih tak bisa percaya. Selain itu, apa nanti kata Fasya kalau tahu mereka memakai gelang yang sama. Mungkinkah Sabda tahu tentang perselingkuhan istrinya, makanya dia tak peduli lagi dengan tanggapan wanita itu.
"Hanya untuk hari ini saja. Setidaknya, biarkan kita terlihat seperti couple."
Nuri tak bisa menyembunyikan kekecewaannya mendengar itu. Sepertinya, dia sudah terlalu berfikir jauh.
"Hanya hari ini. Ya, hanya hari ini," Nuri tersenyum getir.