Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa kael baik
Alena masih berkutat dengan soal ulangannya, pensil di tangannya bergerak cepat meski wajahnya menunjukkan ekspresi lelah. Sementara itu, Kael melirik ke arah penjual es krim yang berhenti tidak jauh dari tempat mereka duduk. Dengan santai, Kael berdiri tanpa berkata apa-apa dan berjalan menghampiri penjual es tersebut. Tak lama, ia kembali dengan dua es krim di tangannya.
"Nih, buat lo. Istirahat dulu. Kepala lo udah mau meledak itu." Katanya, sambil menyerahkan satu es krim ke Alena.
Alena mendongak, menatap es krim di tangan Kael dengan sedikit curiga, tapi akhirnya menerimanya juga.
"Bentar lagi meledak."
Kael tertawa kecil, lalu duduk kembali di tempatnya. Keduanya menikmati es krim mereka dalam keheningan sejenak, hanya suara burung dan daun yang bergoyang tertiup angin menemani mereka.
Setelah selesai menikmati es krimnya, Alena mengembalikan fokus ke kertas ulangannya. Ia mengambil pensil dan mulai menulis lagi. Tapi sebelum ia benar-benar bisa konsentrasi, Kael tiba-tiba menyela dengan nada datar.
"Di bibir lo masih ada es krim."
Alena langsung berhenti menulis, menoleh dengan ekspresi kaget dan malu. "Hah! Serius?"
Kael menahan tawa, tapi tidak berani bergerak mendekat untuk membantu Alena membersihkannya. Ia tahu kalau dia mencoba menghapus es krim di bibir Alena seperti di drama-drama, kemungkinan besar dia akan terkena tabokan maut Alena.
Alena memang mudah di tebak, tapi soal dia yang tiba-tiba menampar Kael tadi, Itu di luar dugaan Kael.
Alena buru-buru menyeka bibirnya dengan punggung tangannya, wajahnya memerah karena malu. Setelah memastikan tidak ada lagi sisa es krim di sana, ia menatap Kael dengan tajam.
"Nggak usah ketawa! Lo mau ngeledek gue kan?!''
Kael hanya tertawa pelan, menikmati ekspresi kesal Alena yang menurutnya malah terlihat lucu.
"Lanjutin sana."
Alena mendengus, tapi tidak bisa membalas. Ia kembali fokus ke kertas ulangannya, meski wajahnya masih sedikit memerah.
Di tengah-tengah kesunyian, Kael melirik ke arah Alena yang sibuk menulis. Dalam hati, ia merasa senang bisa menghabiskan waktu seperti ini bersamanya, meski tidak berani mengatakannya langsung.
...----------------...
Alena akhirnya meletakkan pensilnya di atas kertas dan menghela napas lega. Ia menyodorkan kertas tersebut ke Kael, yang menyambutnya dengan ekspresi tenang sambil duduk lebih tegak.
"Udah nih. Coba cek lagi, jenius."
Kael menatapnya dengan alis terangkat, tapi ia tetap mengambil kertas itu dan mulai memeriksa jawabannya dengan teliti. Sesekali, ia mengangguk kecil, tapi ada saat di mana ia berhenti sejenak, lalu menandai sesuatu di kertas tersebut.
"Lumayan, lo cuma salah dua."
Alena mendengus pelan, merasa cukup puas dengan hasil itu meskipun ia tidak mau menunjukkannya secara terang-terangan.
"Ya udah, dua salah mah nggak apa-apa. Udah lumayan, kan?"
Kael menyandarkan tubuhnya ke pohon, menatap Alena. "Dua soal ini bikin lo tetep nggak lulus di mata Bu Merah. Ini soal yang dibuat Bu Merah sendiri."
Alena mengerutkan kening, lalu mendekat ke Kael untuk melihat apa yang salah di kertasnya. Kael menunjuk dua soal yang salah dengan ujung pensilnya.
"Di soal ini lo salah paham sama pertanyaannya. Rumus lo bener, tapi lo salah naruh angkanya. Sama yang ini, lo kayak asal jawab aja tanpa mikir."
Alena mendesah panjang, sedikit kesal pada dirinya sendiri.
"Emang nggak bisa, otak gue nggak sampe."
Kael menatapnya serius, lalu menaruh kertas itu di antara mereka.
"Bisa. Lo cuma butuh fokus sama sedikit usaha lagi, gue jelasin lagi soal yang salah ini."
Kael kembali menjelaskan kedua soal tersebut dengan rinci. Ia memastikan Alena benar-benar paham, bahkan menggunakan cara sederhana untuk mempermudahnya mengerti. Sesekali, ia memastikan Alena tidak melamun atau kehilangan fokus dengan memanggil namanya.
"Ngerti kan sekarang? Coba lo kerjain ulang dua soal ini."
Alena mengambil kertas itu dengan enggan, tapi akhirnya menuliskan jawabannya setelah mendengar penjelasan Kael. Ketika selesai, ia menyodorkannya kembali.
"Liat? bener semua. Lo bisa kan."
Alena mendengus sambil tersenyum tipis, sedikit malu.
...----------------...
Setelah selesai belajar, Kael dan Alena memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar taman dekat danau. Langit sore mulai berubah warna menjadi oranye keemasan, menambah keindahan suasana. Alena berjalan sedikit di depan Kael, terlihat bersemangat seperti anak kecil yang menemukan tempat baru.
"Kael! Lihat nih! Bunganya lucu banget, warnanya ungu campur pink." Gadis itu berlari kecil ke arah bunga liar di tepi danau.
Kael, yang berjalan santai di belakangnya, hanya mengangguk sambil menyimpan senyuman kecil di wajahnya.
"Lo sering kesini?" Alena terus berjalan, tanpa menoleh ke Kael yang berada di belakangnya.
"Jarang."
"Kenapa? Harusnya lo ngasih tau gue dari lama kalo ada tempat sebagus ini!"
"Harusnya kita kenal dari lama, KittyCat."
Alena berhenti, membuat Kael menabrak punggung mungil Alena.
"Jangan berenti mendadak dong, KittyCat.''
Alena menoleh. "Kenapa lo baik banget sama gue?"
Kael mengerutkan dahinya, "baik?"
"Iya!"
"Gue baik kesemua orang."
Alena mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya.
"Emangnya lo berharap gue jawab apa?"
"Nggak!"
Kael tertawa kecil. "Lo inget nggak waktu gue bilang mau jadi temen lo?''
"Ya!" Ketus Alena.
"Itu gue serius."
"Nggak nerima temen lagi!"
"Parah lo, KittyCat. Nadine aja bisa jadi temen lo."
"Beda!"
"Dia cewek, gue cowok?"
"Bukan!" Alena menghela napas pelan, Cowok dan cewek nggak akan pernah bisa jadi teman. Ia melanjutkan ucapan itu dalam hatinya.
"Terus, kenapa?''
Alena tidak menjawab. Ia berhenti sejenak, melihat matahari yang hampir terbenam di balik pepohonan tinggi. Angin sore yang sejuk menerpa wajah mereka.
"Tempat ini... kayak di cerita dongeng, ya." Bisiknya dengan sangat pelan, seolah berbicara dengan dirinya sendiri.
Kael mendekat dan berdiri di sampingnya, ikut memandang pemandangan indah itu.
"Iya. Tapi lebih ajaib lagi ngeliat lo akhirnya diem sebentar."
Alena mendelik kesal, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menghela napas panjang, menikmati suasana itu. Setelah beberapa saat, ia menoleh ke Kael.
"Thanks, udah ngajak gue ke sini. Gue beneran suka tempat ini."
Kael tersenyum kecil, menatap lurus ke depan. ''Lo butuh tempat ini, buat ngehindarin omelan Bu Merah."
Alena tertawa kecil, lalu menyikut lengan Kael dengan pelan.
"Bener, gue butuh tempat ini."
Mereka berdua berjalan pelan kembali ke arah motor Kael, menikmati setiap detik suasana sore itu. Matahari yang semakin turun membuat bayangan mereka memanjang di jalan setapak. Di sepanjang perjalanan, Kael diam-diam terus memperhatikan Alena, kadang tersenyum kecil melihat betapa polos dan lugunya gadis itu ketika sedang menikmati sesuatu.