6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Mengungkapkan Perasaan
Bagai anak kucing yang sangat manis, Lala pun mulai memakan makanan yang Brian berikan. Bibirnya sedikit melengkung karena rasanya masih sama seperti yang dia makan ya bersama Alfa.
Tugas kembali dia kerjakan. Ponselnya yang terus hidup tak dia hiraukan. Dia sudah ijin kepada sang mama karena dipastikan akan pulang malam.
Di jam enam sore, Brian masuk kembali ke perpustakaan. Sesuatu dia letakkan di atas meja dan melihat ke arah tugas yang sedang Lala kerjakan.
"Yang itu coba cek lagi."
Lala menoleh dan pandangan mereka bertemu. Wajah mereka sudah cukup dekat. Baik Lala maupun Brian tidak ada yang memalingkan wajah lebih dulu hingga suara langkah seseorang membuat pandangan mereka terputus.
"Lala!"
Brian berdiri tepat di samping Lala yang masih terduduk. Tubuhnya seperti tengah menghalangi Lala dari pandangan Devan.
"Jangan buat keributan. Ini perpustakaan."
Kalimat yang penuh dengan penekanan. Mata Brian sudah sangat tajam menatap Devan yang baru saja datang.
"Maaf, Pak. Saya ke sini cuma ingin memastikan sahabat saya."
"Sahabat, La. Sahabat!"
"La--"
"Gua lagi banyak tugas banget, Van. Jangan ganggu dulu, ya."
Devan mendengar suara Lala, tapi tidak mampu melihat wajah Lala karena terhalang tubuh Brian.
"La--'
"Please, Van! Untuk kali ini tolong ngertiin gua."
Brian masih bergeming dalam posisinya. Tatapannya masih tertuju pada Devan yang terlihat sedikit kecewa.
"Ya udah. Tapi, gua akan tetap nunggu lu di sini. Kita pulang bareng."
Hembusan napas kasar keluar dari bibir Lala ketika langkah Devan mulai menjauh. Dia menundukkan kepalanya menahan rasa yang begitu menyiksa dan ternyata masih ada.
"Kerjakan kembali tugasnya! Saya akan temani kamu di sini."
Manik mata cantik yang tengah berusaha menahan tangis menatap pria tinggi yang berada di sampingnya.
"Saya tidak suka ada yang mengganggu mahasiswa saya yang sedang belajar."
Lala kembali fokus pada tugasnya. Sedangkan Brian sudah duduk di depan pintu masuk masih dengan ponsel di tangan. Wajahnya begitu serius.
Jam sembilan malam barulah semua tugas selesai Lala kerjakan. Dia pun meletakkan kepalanya di atas meja menandakan dia begitu lelah.
Brian segera mengalihkan pandangan dan senyum samar terukir.
"Selesai?"
"Kasih saya napas dulu, Pak."
Brian mulai menghampiri Lala. Mengambil lembaran demi lembaran kertas yang berisi jawaban dari tugas yang dia berikan.
"Kamu boleh pulang!"
Bukannya senang Brian berkata seperti itu, Lala malah terlihat murung. Ucapan Devan tidak pernah main-main. Ketika dia berkata akan dia realisasikan.
"Lu masih betah di sini?"
Segera matanya mencari suara yang dia dengar. Sang adik sudah berdiri di ambang pintu perpustakaan.
"Dari tadi gua nungguin di luar," omelnya.
Lala dapat bernapas lega. Dia segera membereskan barang-barangnya. Sebelum pergi dia pamit kepada dosen killer, tapi tak sekiller yang dia bayangkan.
"Saya duluan, Pak."
Lala berlari ke arah Alfa yang sudah memasang wajah kesal. Dirangkulnya lengan sang adik dan membawanya keluar dari sana. Tibanya di parkiran, Devan masih menunggu Lala. Langkah Lala pun terhenti.
"Gua udah suruh dia pulang. Malah batu," lapor Alfa kepada sang kakak.
"Gua hanya ingin memastikan lu beneran pulang sama Alfa."
"Enggak usah khawatirin gua, Van. Alfa pasti akan jaga gua."
Sikap Lala yang semakin hari seperti tengah menghindari dirinya membuat Devan merasakan ada sesuatu yang hilang. Dia tidak cemburu kepada Alfa, tapi dia tengah merindukan tawa yang kini diarahkan kepada lelaki yang tak lain adalah adik Lala sendiri. Tawa seperti itu sudah tidak pernah Devan lihat lagi.
.
Lala akan terbebas dari Devan hanya pada kelas Brian. Selebihnya Devan selalu berada di samping Lala dan selalu menceritakan tentang Lea. Semakin ke sini Lala mulai muak.
Pulang kuliah dia memilih untuk pergi ke king kafe seorang diri. Mencoba menenangkan hatinya yang kembali merasakan ketidaktenangan. Duduk di pojokan sambil membaca buku yang sudah dia beli sebelumnya. Di tengah asyiknya membaca, samar terdengar suara yang dia kenali. Pandangan mulai dialihkan. Dan dari arah pintu masuk dua orang pria berkemeja putih masuk. Lala terpana pada senyum pria yang mengenakan dasi hitam.
"Itu Pak Brian kan?" gumamnya dengan raut tak percaya karena dosen killer dan datar tersenyum begitu manis.
"Gua enggak salah liat kan?"
Dia begitu terpana pada senyuman pria tersebut. Sayangnya, pandangannya kini terhalang pelayan yang membawakan makanan pesanan miliknya. Padahal, baru saja Lala ingin memastikan karena masih tidak percaya.
Mata Lala kembali mencari pria itu, tapi sudah tak ada. Di meja customer pun tidak ada.
"Apa gua salah liat?"
"Kan Pak Brian mah enggak pernah senyum."
Bayang senyum pria yang mirip Brian tak hilang. Masih saja bersarang. Malah, dia ikut melengkungkan senyum setiap kali mengingatnya. Akan tetapi, senyumnya harus pudar tatkala ponselnya bergetar. Lagi dan lagi nama Devan yang tertera di sana. Untuk kesekian kalinya Lala mengabaikan.
Sepertinya untuk tenang saja pun sekarang amatlah sulit. Semuanya karena rasa yang terus dia pendam tanpa dia ungkapkan. Perasaan yang hanya diketahui oleh satu pihak, tanpa pihak kedua tahu.
"Apa yang gua harus lakukan?"
Tibanya di rumah, sudah ada motor Devan terparkir di halaman. Lelaki tengah duduk di teras dengan gawai di tangan.
"Van!"
Devan segera mengarahkan pandangannya pada suara Lala. Dia sudah berdiri karena melihat mimik wajah Lala yang berbeda.
Lala menghampiri Devan yang sudah melengkungkan senyum. Menatap dalam wajah lelaki yang kini berhadapan dengannya.
"La, lu dariman--"
"Gua suka sama lu, Van."
Tubuh Devan menegang mendengar kalimat yang tiba-tiba terucap dari bibir Lala. Sorot matanya menunjukkan ketidakpercayaan. Kalimat lain kembali Devan dengar.
"Selama enam tahun gua mendem rasa ini sendirian, Van. Gua enggak bilang karena sikap lu ke gua seperti sikap orang yang juga suka sama gua."
"Kebaikan serta pehatian yang lu kasih selama enam tahun ini gua artikan kalau lu juga punya perasaan yang sama seperti gua. Tapi, nyatanya itu hanya sebuah plot twist."
Mata Lala sudah mulai merah juga berembun. Bibirnya sedikit melengkung, lalu berkata, "bukan gua yang lu suka, tapi Lea."
Puncak ketidaksanggupan dari perasaan yang terus Lala simpan sendirian. Dia memberanikan diri untuk mengungkapkan karena dia tak ingin menjalani hari-hari yang terus dipenuhi ketidaktenangan dari perasaan yang terus dia pendam.
Mulut Devan seperti terkunci rapat. Dia sama sekali tak mengeluarkan sepatah katapun. Hanya menatap Lala dengan sorot mata yang sulit diartikan.
"Bisakah lu membiarkan gua untuk terus mencintai lu?"
Bulir bening sudah menggenang di tengah menanti jawaban dari Devan yang masih terdiam.
"Atau--"
"Berikan cinta lu untuk orang lain, La. Jangan buang-buang waktu untuk mencintai gua karena yang gua suka itu Lea."
Senyum melengkung berbarengan dengan air mata yang sudah luruh.
"Udah gua duga lu akan jawab kayak gitu," balasnya dengan begitu lirih.
"Setidaknya, gua udah merasa lega karena sekarang lu tahu perasaan gua yang sesungguhnya."
Ada rasa perih di hati Devan ketika mendengarnya. Ditambah Lala menangis tepat di hadapannya.
"Bahagiakan Lea ya, Van. Dan jangan pernah sakitin adik gua."
Sebuah permintaan Lala ucapkan kepada lelaki yang sudah menolak cintanya. Kembali sebuah senyum dia lengkungan sebelum dia masuk ke dalam rumah.
Tepat di depan pintu, langkahnya terhenti. Lala memutar tubuhnya dan menatap Devan yang juga dengan menatapnya.
"Gua harap mulai besok kita jaga jarak, ya. Supaya gua lebih mudah melupakan lu."
...*** BERSAMBUNG ***...
Aku cuma minta komen loh enggak minta yang lain.
11,12 😁😁😁😁😁😁
lanjut trus Thor
semangat
dollar yah..
sabar mas Bri.....semua demi anak supaya gak ileran .
tahu gitu mending diikat semua aja ya La....jadi beberapa kuciran .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍