"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga
Saat Karina dan Mario sedang bicara, tiba-tiba Aluna muncul. Dia langsung memeluk pria itu.
"Papi, aku haus ...," ucap Aluna dengan suara pelan. Dia lalu melirik ke arah Karina.
Karina menatap bocah itu dengan tersenyum. Tak menyangka jika suaminya telah membawa langsung seorang anak ke rumah mereka. Cuma yang menjadi tanda tanya baginya, kenapa anak itu terlihat sangat akrab dengan sang suami.
Mario tampak salah tingkah. Padahal dalam perjalanan ke sini tadi, dia telah meminta Aluna untuk memanggil dirinya dengan sebutan Om hingga nanti dia minta panggil papi lagi.
"Anak siapa itu, Mas?" tanya Karina menunjuk ke arah bocah itu.
Mario menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tak menyangka Aluna akan muncul sebelum dia bicara dengan Karina. Padahal tadi telah dia sembunyikan di ruang kerjanya.
Mario lalu memberikan Aluna minum dan memintanya kembali ke ruang kerja. "Nuna, sekarang kembali ke tempat tadi ya. Papi mau bicara dengan bunda Karina," ucap Mario dengan lembut agar sang putri bersedia.
"Apa itu Bundanya Nuna, Papi?" tanya Aluna dengan suara pelan, sepertinya masih takut.
Karina memang sering mengatakan jika suatu hari dia memiliki anak, dia ingin dipanggil bunda. Sehingga Mario mengajari Aluna untuk memanggil Bunda.
"Ya, Sayang. Nanti Nuna bisa bicara dengan bunda. Sekarang papi dulu yang bicara."
"Apa Bunda marah dengan Nuna? Kenapa Bunda tak menyapa Nuna?" tanya bocah itu lagi.
Karina yang mendengarnya jadi merasa tak enak hati. Tak seharusnya dia jutek pada bocah itu. Kalaupun dia memang anak adopsi dari sang suami, yang salah suaminya karena tak kompromi terlebih dahulu.
Karina lalu tersenyum. Sisi keibuannya muncul melihat bocah itu yang ketakutan. Dia mendekati Aluna dan berlutut dihadapannya.
"Hallo, cantik ... siapa namanya?" tanya Karina dengan tersenyum.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Karina, bocah itu memandangi Mario. Seperti yang meminta persetujuan. Sepertinya masih ada rasa takut dalam dirinya. Aluna sebenarnya anak yang pemberani. Sehingga tak takut jika didekati orang yang baru pertama dilihat. Saat Mario mengangguk barulah Aluna menjawabnya.
"Aluna, Bunda. Tapi papi dan mami memanggilku Nuna!" seru Aluna dengan ceria.
"Papi dan Mami ...?" tanya Karina dengan dahi berkerut.
Mario menarik napas dalam. Mengatur jawaban buat anak kecil ternyata tak segampang yang dia pikirkan.
"Mami Nuna, Mami Nuna pergi ninggalin Nuna," ucap Aluna dengan manjanya.
"Nuna, sekarang Nuna masuk dulu. Ada yang mau Papi katakan dengan Bunda," ucap Mario sebelum bocah itu banyak bicara.
"Baik, Pi." Nuna menjawab dengan singkat dan langsung berjalan menuju ruang kerja Mario.
Mario memeluk istrinya dan mengecup pipi Karina dengan lembut. "Kita duduk dulu. Capek kalau berdiri terus," ucap Mario, dengan memeluk pinggang istrinya, mengajak wanita itu ke ruang keluarga duduk di sofa.
Karina mengikuti apa yang Mario lakukan. Pria itu tampak menarik napas dalam, sedangkan istrinya hanya menatap dengan intens menantikan suaminya bicara.
Melihat tatapan istrinya yang seakan ingin mengulitinya, Mario merasa gugup. Dia takut kebohongan yang akan dia katakan tidak dapat diterima, mau jujur pun dia belum siap. Dia tak siap melihat kekecewaan sang istri, apa lagi jika sampai Karina memutuskan pergi. Dia sangat mencintainya.
Cukup lama keduanya terdiam. Larut dengan pikiran masing-masing.
"Mas, apa yang ingin kamu katakan? Bukankah tadi kamu bilang ingin bicara?" tanya Karina memecahkan suasana canggung di antara mereka.
"Sayang, pertama, aku minta maaf karena mengambil keputusan sendiri. Aku mengadopsi tanpa persetujuan darimu. Aku sudah lama sebenarnya pergi ke panti melihat anak-anak yang pas buat kita adopsi."
Mario lalu menghentikan ucapannya. Kembali dia terlihat menarik napas. Dalam beberapa saat dia melakukan itu berulang kali. Semua untuk menghilangkan kegugupannya.
"Aku sudah lama mengenal Aluna. Maminya pergi meninggalkan dia, sehingga aku tertarik membawanya ke sini. Aku yakin kamu pasti akan menyukainya, dan menyayangi dirinya!" seru Mario.
"Mas tak pernah cerita tentang Nuna? Mas juga tak pernah mengatakan sering ke panti asuhan. Apa aku yang tak perhatian atau Mas yang memang tak pernah jujur mengatakannya? Yang aku tak bisa terima di sini, adalah tindakan Mas yang mengambil keputusan tanpa komunikasi terlebih dahulu. Kita ini pasangan, Mas. Seharusnya saling jujur!" seru Karina dengan penuh penekanan.
"Maafkan aku, Karina. Aku langsung tertarik saat melihatnya, takut jika ada keluarga lain yang lebih dahulu mengadopsi," jawab Mario.
"Mas, aku tau maksud kamu baik. Tapi seharusnya kamu minta izinku dulu, bukankah nanti saat mengurus surat adopsi, juga harus izin dariku. Berarti kamu berbohong mengatakan kalau kamu akan lembur. Aku harap ini terakhir kali kamu berbohong padaku, jangan sampai kedua apa lagi ketiga. Kamu tau'kan Mas, aku paling tak suka dibohongi!" seru Karina.
Mario meraih tangan istrinya. Mengecupnya berulang kali. Terlihat wajahnya yang penuh penyesalan.
"Maafkan aku, Sayang. Aku janji tak akan membohongi kamu lagi. Apakah kamu menyukai Nuna?" tanya Mario mengalihkan obrolan.
Mario tak membahas tentang kebohongan karena takut justru kebohongannya di baca sang istri. Dia begitu mencintai wanita itu dan tak sanggup jika kehilangannya.
Kehadiran Zoya dalam kehidupannya adalah kesalahan terbesarnya. Selama ini dia telah mencoba menebus dengan memberikan semua perhatian untuk sang istri. Jika saja di antara dia dan Zoya tidak ada Aluna, pasti dia telah lama meninggalkan wanita itu.
"Sepertinya Nuna sangat akrab denganmu, Mas. Seperti ayah dan anak," ujar Karina. Ucapannya membuat Mario tersedak.
"Kamu kenapa, Mas? Padahal tak ada yang di makan tapi tetap keselek."
Karina lalu berdiri dan mengambil minum untuk sang suami. Saat dia ingin kembali ke ruang keluarga, dia melihat Nuna yang juga keluar dari ruang kerja Mario. Bocah itu berlari kecil mendekati dirinya.
"Bunda, aku lapar ...," ucap Aluna dengan suara manjanya.
"Kamu lapar ya, Sayang? Bunda sudah masak. Nanti kita makan. Bunda beri minum ini buat papi dulu ya," ucap Karina.
Karina berjalan menuju ruang keluarga diikuti Nuna dibelakangnya. Saat dia memberikan minuman pada Mario, pria itu terkejut melihat Aluna yang berdiri di belakang istrinya.
"Papi, aku lapar. Bunda bilang, Bunda telah masak. Tidak seperti mami yang sering pesan makanan aja," ucap Aluna dengan suara yang sedikit keras. Ucapan putrinya membuat Mario kembali tersedak.
"Kamu kenapa sih, Mas? Seperti orang yang sedang kedapatan berbohong saja!" seru Karina.
selain mata" zoya mungkin ga ya si ani jg suka sm mario?
perlu pembuktian kesetiaan mario belajar dari kesalahan dulu cm bertengkar doang lari ke club mlm dan berakhir dgn selingkuh
karina lebih baik jujur sj sm mario klu aluna bkn darah dagingnya masalah dia kecewa itu bkn urusan km karina
dan mudah"an setelah badai berlalu km bisa hamil
lnjut 🙏