Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan istri
Malam pun tiba.
Setelah selesai shalat Maghrib, Rifka siap-siap untuk pergi ke rumah mertuanya. Mami dan Papi juga sudah siap sedang menunggu Rifka. Rifka sudah pun akhirnya keluar dari kamarnya. Ia memakai baju santai, rok dan atasan kaos serta hijab instan yang simpel.
Opa dan Oma duduk di ruang tengah menunggu waktu Isyak. Rifka dan kedua orang tuanya pamit kepada mereka.
"Kalian nggak usah bawa apa-apa! Ngeliat istrinya juga Er pasti sembuh." Goda Opa.
"Haha... benar juga kata Abi." Sahut Papi.
Mereka pun berangkat diantar sopir, karena Papi Zaki sudah capek untuk mengemudi sendiri.
-
Di rumah Papa Pras.
Erlangga baru saja selesai shalat Maghrib. Ia memakai sweeter lalu duduk di atas tempat tidurnya. Iya tidak sabar menunggu kedatangan pujaan hatinya.
Tok tok tok
"Masuk."
Ternyata Nenek Bunda yang mengetuk pintu.
"Bagaimana keadaanmu, Bang?"
"Masih demam, Bun. Pilek juga tapi sudah tidak separah tadi."
"Hem... Apa Bunda bikinin wedang jahe saja?"
"Tidak perlu, Bun."
"Ya sudah, istirahat saja. Bentar lagi Rifka juga sampai."
Erlangga menyunggingkan senyum.
"Cie... yang mau ketemu istri. Bunda curiga. Jangan-jangan demamnya cuma gara-gara kurang lama dekat istrinya nih."
"Hehe Bunda, jangan goda Er."
"Kamu sudah dewasa, Bang. Rasanya baru kemarin kamu berangkat ke pesantren, tapi sekarang sudah punya istri."
"Hem.. tapi Er berasa dihukum sama Opa. Masa iya punya istri tapi nggak serumah, haha.... "
"Haha... iya juga sih."
"Tapi nggak pa-pa, Bun. Er sabar kok."
Tidak lama kemudian ketiga adik Erlangga masuk ke kamar abangnya. Mereka ingin melihat keadaan abangnya. Bahkan mereka Tania dan Talita sangat perhatian kepada abangnya dengan memijat tubuh abangnya. Meski lahir dalam rahim yang berbeda, namun kasih sayang mereka luar biasa.
Tidak lama kemudian, Rifka pun sampai di rumah itu. Oma Widia dan Opa Wangsa sangat senang dengan kedatangan cucu menantunya. Mereka pun memanggil Bu Fatimah agar bisa bertemu dengan Rifka. Rifka pun mencium punggung tangan Bu Fatimah.
"Langsung ke atas saja Kak Fatin. Bundanya Er juga ada di kamarnya Er."
"Oh iya, Tante."
Papa Pras membawa mereka ke atas, lebih tepatnya ke kamar Erlangga.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Nah itu yang ditunggu sudah datang."
Ketiga adik Erlangga langsung menghampiri mereka dan mencium punggung tangan mereka. Setelah itu mereka keluar.
"Sini masuk, Mbak."
Mata Rifka langsung tertuju pada suaminya yang saat ini berbaring di atas tempat tidur. Erlangga pun menoleh ke arah pintu. Pandangan mereka bertemu. Entah kenapa kali ini dengan mudahnya Rifka menyunggingkan senyum. Hal tersebut membuat hati Erlangga berbunga-bunga.
" Bagaimana Er, apa perlu ke dokter?" Goda Papi Zaki.
"Ti-tidak, pi. Ini sudah mendingan kok."
"Rifka, sini! Ayo duduk sini."
Bunda Winda meminta Rifka agar duduk di samping tempat Erlangga berbaring. Dengan malu-malu Rifka pun menurutinya.
"Ehem... Mbak, kita ke bawah yuk. Aku punya resep baru lho." Ujar Bunda Winda sambil mengkode dengan mata.
"Ah, benarkah? Wah pasti mantap itu." Sahut Mami Fatin.
Mereka pun keluar dari kamar Erlangga.
"Pras, sudah lama aku tidak main catur. Apa kamu punya papan catur?"
"Ada, Kak."
"Ayo kita tanding."
"Baiklah, ayo!"
Papa Pras menutup pintu kamar Erlangga. Sepertinya para orang tua ingin memberikan kesempatan untuk pengantin baru
Mereka pun keluar dari kamar Erlangga. Dan saat ini hanya ada Erlangga dan Rifka di kamar itu. Erlangga memperhatikan wajah istrinya.
Tangan Erlangga terulur untuk mencapai tangan istrinya.
Jangan tanyakan seperti apa jantung mereka saat ini.
"Kok bengong?"
"Eh tidak. Tanganmu hangat."
"Hem, kan memang masih demam."
Erlangga beranjak duduk.
"Eh mau ngapain? Tidur saja."
Erlangga menggelengkan kepala.
"Kemarilah!"
Ia menepuk kasur agar Rifka mau duduk di sampingnya.
"Sini cepat, dosa lho nggak nurut sama suami."
Rifka bukan tidak mau, tapi ia grogi. Terpaksa ia pun pindah duduk di samping suaminya.
Dag dig dug
Erlangga menautkan tangan kirinya ke tangan kanan istrinya lalu ia mencium tangan istrinya.
Ah demi apa pun saat ini Rifka seperti terkena sengatan listrik. Tubuhnya mendadak panas dingin.
"Ya Allah, padahal hanya begini saja. Dia sudah membuatku ketar-ketir." Batin Rifka.
Erlangga melepas tangannya lalu merangkul istrinya. Dan menyenderkan kepalanya kepada kepala istrinya. Namun tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
Tok tok tok
Mereka segera memisahkan diri.
"Iya, masuk. " Sahut Erlangga.
"Hehe... maaf Bunda mengganggu. Bang waktunya makan malam. Makan dan minum obatnya lagi. Ini Bunda ambil juga untuk menantu Bunda, biar sekalian makan bareng ya."
"Terima kasih, Bun." Ujar Erlangga.
"Iya bun, makasih." Sahut Rifka.
"Iya sama-sama. Bunda ke bawah dulu. Kalian lanjutkan."
Bunda keluar dari kamar itu dan menutup pintunya kembali.
"Ayo makan dulu." Ujar Rifka
"Suapi."
"Manja!"
"Biarin."
Erlangga mengulum senyum. Rifka pun mulai menyuapi suaminya. Erlangga pun menyendok makanan dari penting Rifka lalu menyuapkannya ke mulut Rifka.
"Biar adil." Ujar Erlangga.
Seperti kata pepatah. Dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak. Karena saking semangatnya makan, Erlangga tidak sadar jika makannya belepotan. Ada butir yang nempel di ujung bibirnya. Sontak Rifka membuangnya dengan tangannya.
"Ya, Allah terima kasih, sedikit-sedikit dia mau menerimaku." Batin Erlangga.
"A... kok bengong?"
"Lagi lihat bidadari di depanku."
"Ish, mulai deh!"
"Belum mulai sayang, abang masih sakit."
Perkataan Erlangga membuat Rifka salah tingkah. Ia memalingkan mukanyanya ke samping dan meletakkan piring di atas laci. Rasanya Erlangga tak ingin melepas istrinya malam ini. Namun apalah daya, perintah Opa harus dipatuhi. Erlangga pun mengulum senyum. Ia semakin tak gentar menggoda istrinya. Ia mengeser posisi duduknya, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya.
"Ehem... "
Sontak Rifka terkejut dan langsung menoleh. Tanpa sengaja wajah mereka bertemu. Bahkan hidung mancung mereka bersentuhan. Rifka ingin segera mengalihkan wajahnya, namun Erlangga dengan sigap menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya. Tidak ada jarak di antara mereka.
dag dig dug
"Duh mau ngapain dia?" Batinnya.
Kreeekkk...
Suara pintu terbuka. Keduanya langsung melerai.
"Eh maaf, Bunda lupa nggak ketuk pintu dulu."
"Bunda bikin kaget saja." Ujar Erlangga.
"Hehe... iya maaf. Bunda cuma mau ambil piringnya. Sudah makannya?"
"Istriku belum makan, Bunda. Karena tadi masih nyuapin Er."
"MasyaAllah.... manja sekali suamimu, Rifka. Ya sudah sini piringnya Er. Rifka kamu makan gih."
"Iya, Bun."
Bunda Winda keluar lagi dari kamar itu.
"Ayo makan, apa mau disini lagi?"
"Tidak tidak, aku bisa sendiri."
Rifka pindah ke sofa dan makan di sana. Erlangga bangun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Dan ternyata Rifka baru selesai makan. Erlangga menghampirinya ke sofa.
"Istirahatlah, kamu kan masih sakit."
"Sudah sembuh, karena kamu yang ngobatin."
"Ish, gombal saja terus."
"Mana ada yang gombal.
Rifka beranjak dari duduknya, ia mau keluar membawa piring bekasnya makannya. Namun Erlangga mencegahnya. Rifka pun kembali duduk. Dan tanpa tanpa ijin kepada istrinya ia membaringkan kepalanya di atas pangkuan istrinya. Lalu kakinya ia naikkan ke sofa.
"K-kamu... "
"Sayang, biarkan aku tidur sebentar. Dari tadi aku tidak bisa tidur.
"Ba-baiklah."
Bersambung....
...****************...
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka