Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Delapan bulan berlalu.
Sudah berhari-hari berlalu dan Minggu berlalu Haris tidak pulang ke rumah utama, waktunya habis untuk bekerja dan bekerja, pulang ke Rumah yang ia beli untuk Kiara setelah malam tiba.
Orang-orang yang di suruh olehnya untuk mencari Mutia dan anak-anaknya tidak juga memberi kabar, jika di tanya selalu saja bilang tidak ketemu.
Malam ini Haris sengaja tidak segera pulang ke Rumah Kiara dia sengaja berkeliling menyusuri tempat-tempat kenangannya bersama Mutia dan anak-anaknya dulu.
Haris berhenti di Masjid Syuhada memarkirkan mobil di sana, menarik nafasnya pelan, sudah lama dia tidak singgah ke Masjid ini, dulu sering sekali jika di paksa mengantarkan Istri dan anak-anaknya untuk mengikuti kajian umum di sana.
Pandangan Haris menyapu ke semua sudut hingga tak terasa matanya melihat ke sisi serambi perempuan seperti melihat wajah Mutia berbalut mukena hendak melaksanakan Shalat.
Haris turun dari mobilnya lalu buru-buru berjalan ke sana dan mengintip dari celah jendela. Mata Haris mengembun di sana benar-benar Mutia istrinya yang tengah Khusyuk beribadah pada Rabb-Nya.
Sebulan tidak melihat Mutia terasa kurang hidupnya, terasa kosong hatinya, sudah dia usahakan untuk tidak terlalu memikirkannya dengan gila kerja nyatanya wajah Mutia yang terluka terakhir kali yang selalu berada di bayangannya.
Wajah cantik yang tidak menua meski sudah memiliki empat anak itu, kini sedikit kurus namun justru membuat Dia kembali lebih muda dari usiannya.
Air wudhu yang masih menempel di wajahnya bercahaya terkena sinar lampu di atasnya membuat wajahnya yang tanpa make up itu begitu ayu menawan.
Nampak Mutia melepas mukenanya, Jilbab Syar'i yang selalu di pakainya nampak begitu cantik membungkus tubuhnya yang terjaga. Mutia memakai kaus kakinya, kulit putihnya terpampang begitu bersih membuat desiran pada diri Haris yang merindu.
Bayangan tubuh istrinya saat tanpa memakai penutup berkelebat dalam fikirnya, membuat Dia bersyukur karena istrinya selalu menutup seluruh tubuhnya yang berharga itu.
Seperti tamparan yang keras pada diri Haris apa yang barusan terlintas dalam otaknya, ternyata benar dirinya yang tidak tau diri, dulu sering merasa bosan saat istrinya selalu berpenampilan tertutup, dan sekarang dia tersadar, seandainya tubuh itu terbuka seperti Kiara mungkin sudah banyak orang yang akan tergoda, namun anehnya dia sempat merasa bosan dan mencari kesenangan yang lain.
Sudut mata Haris mengalir air mata, ingin dia segera berlari dan memeluk Mutia, namun karena ini di Masjid, Haris tidak mau membuat keributan di tempat ibadah.
****
Mutia sudah selesai shalat Isyak, barusan Dia pulang dari butik dan mampir shalat di masjid, sengaja pulang malam, karena Anak-anak sedang berlibur ke Jakarta ikut Opa dan Omanya. Anak-anak meminta liburan ke rumah Orangtuanya dari Haris suaminya, sementara dia sendiri sudah tidak punya orang tua.
Kedua orang tua Mutia sudah lama meninggal dunia, jadi sudah tidak punya tempat pulang atau mengadu bila memiliki banyak masalah. Hanya dengan mengadu kepada Allah lah yang bisa Mutia lakukan setiap harinya.
Mutia masuk kedalam mobil lalu melaju ke rumahnya, sampai di rumah Mutia di sambut oleh sepi dan hampa, karena Anak-anaknya sedang tidak ada semua.
Mutia tidak memiliki penjaga dan pembantu, sengaja dia lakukan karena ingin berhemat untuk mengurus semua anak-anaknya. Karena semuanya membutuhkan biaya besar, sedang uangnya sebagian besar sudah dia investasikan untuk membangun kebun buah, kebun sayur dan kebun bunga di sebelah Rumahnya.
Saat Mutia duduk hendak makan di ruang makan tiba-tiba ada tangan yang memeluknya dari belakang.
"Aaaa... Astaghfirullah..." Teriak Mutia terkejut.
Namun sesaat Mutia mengenali parfum yang dulu selalu membuat dirinya merasa nyaman dan damai. Tapi itu dulu, sekarang parfum itu sudah seperti racun di hidungnya sehingga segera Mutia melepaskan pelukan tangan itu dari pinggangnya.
"Mas Haris.... Kenapa kamu bisa ada di sini???" Tanya Mutia waspada lalu mulai memundurkan dirinya.
"Aku lapar Sayang... Ayah Rindu Bunda..."Kata Haris lalu duduk di meja makan, tanpa ijin Haris memakan makanan yang ingin di makan Mutia tadi.
Haris memakan makanan itu dengan lahapnya, nampak sekali kelaparan sehingga semua makanan tadi lekas tandas, di pipinya mengalir air mata tanpa henti.
Haris begitu merindukan makanan buatan istri pertamanya ini, sudah hampir satu bulan makanan yang masuk ke tenggorokan tidak terasa makanan di lidahnya. Apa lagi di rumah Kiara tidak ada makanan yang layak di bilang makanan meskipun Istri keduanya itu berusaha memasak dengan sebisanya.
Mutia memandang laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu dengan wajah terkejut, kenapa bisa laki-laki itu bisa menemukan tempat tinggalnya dan kenapa Mutia bisa tidak menyadari ada orang masuk ke Rumahnya.
Ada perasaan tidak tega saat menyaksikan wajah Haris yang begitu menyedihkan, akhirnya pun Mutia ke dapur dan membuatkan Kopi yang biasa dia buatkan untuk Haris suaminya itu.
"Bila sudah kenyang, mohon maaf bisa tinggalkan Rumah saya." Kata Mutia sambil menunduk dan meletakkan Kopi di depan Haris.
"Anak-anak kemana Bun... Ayah Rindu mereka..." Tanya Haris tidak menghiraukan ucapan Mutia.
"Mereka berlibur kerumah Opa dan Oma..."Jawab Mutia lalu mengambil makanan untuk dia makan sendiri.
Haris menikmati kopi yang selalu pas di lidahnya itu, kopi yang tidak bisa di buatkan oleh siapapun kecuali Mutia istri pertamanya.
Sementara Mutia menikmati makanan yang tadi sempat tertunda karena kedatangan Haris. Mutia menunduk selalu tidak mau melihat wajah Haris yang membuat hatinya mengingat luka yang belum kering itu.
Setelah makan selesai Mutia membereskan Meja makan, mencuci semua bekas makan mereka ke wastafel. Mutia menoleh ke belakang dan sudah tidak ada Haris di sana. Mutiapun bisa bernafas lega, berarti Harus benar-benar telah pergi dari Rumahnya.
Alhamdulillah senang bngttt
Semoga ada ke ajaiban dan Arsya bisa selamat