Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Pilih lah pakaian yang kalian mau, jangan sungkan sungkan, jangan lupa beli baju sekolah, tas, buku, pokoknya hari ini kalian bebas membeli apa yang kalian mau, termasuk baju main kalian." ujar Adinda melihat ke dua adik beradik itu masih ragu ragu tapi mau menatap semua barang yang terpajang di setiap sudut di mall itu, sebagai anak remaja pasti ada minat mereka untuk memiliki pakaian gaul seperti teman teman mereka, mereka juga sudah capek di hina karena memakai pakaian lusuh selama ini, dan baju sekolah yang sudah jelek membuat mereka semakin minder.
"Beneran kak, kami boleh beli semua yang kami mau!" tanya Rina penuh binar di matanya.
"Benar masa kakak bohong, pilihlah sesuka hati kalian, tapi... Kalian pilih yang bermanfaat untuk kalian gunakan, bukan yang mubazir." ujar Adinda lagi.
"Baik kak, terimakasih." ujar Roni terharu, tidak menyangka dia akan di temukan dengan orang baik seperti Adinda.
"Ibu sama bapak juga pilih pakaian yang bagus, bapak kan besok mau kerja, jadi harus pakai pakaian rapi dan bersih." ujar Adinda.
"Ngak usah nak, biar Roni dan Rina aja kami ngak usah." tolak pak arman tidak enak hati.
"Tidak ada penolakan, bapak sudah anggap Dinda sebagai anak bapak sama ibu kan?" tany Dinda menatap mata pak Arman.
Pak Arman dan istri lansung mengangguk cepat.
"Klau bapak dan ibu sudah menganggap Dinda sebagai anak, maka dari itu terima pemberian Dinda." ujar Dinda.
Pak Arman dan istri menangis haru, mendapat perlakuan baik dari Adinda, sahabat anaknya itu, Rini pun menangis dalam hati, tidak menyangka sahabatnya membantu keluarga tidak tanggung tanggung, membuat dia semakin berjanji kepada diri sendiri, dia akan menjadi pelindung Adinda sampai kapanpun, karena Adinda lah yang mengangkat derajatnya, sementara saudara saudaranya bukan membantu mereka, justru malah semakin membuat mereka menderita, bahkan rumah satu satunya pun di ambil sang bibi.
Roni dan Rina sudah asik memasukan apapun yang mereka mau ke dalam troli masing masing, dan beruntungnya ke dua anak itu, tau akan batasannya, mengambil seperlu yang dia butuhkan.
Melihat pak Arman dan istrinya hanya diam, enggan untuk membeli apa pun, akhirnya Dinda sendiri yang turun tangan memilih pakaian untuk pak Arman dan istri.
Puas berbelanja, Adinda membawa semua orang ke food court untuk mengisi perut mereka.
"Kita makan dulu, pasti sudah pada laparkan?" tanya Adinda.
"Jangan di tanya Din, sudah sangat sangat lapar ini." keluh Sita mengelus perutnya.
"Baiklah, kita makan dulu, tapi sebaiknya kira tarok barang barang ini ke mobil, berat di bawa bawa." menunjuk banyak belanjaan yang mereka beli.
"Klau gitu kita makan di luar aja sekalian nak." pinta si ibu, dia merasa tidak enak hati melihat Adinda tadi membayar belanjaan mereka hampir sepuluh jutaan, membuat pak Arman dan istri jadi tidak enak hati, namun tidak dengan dua adik beradik tadi, mereka sudah berharap untuk main di arena bermain, malah di ajak pulang sama bapaknya, mereka kan juga ingin merasakan bermain di sana, bukan hanya melihat di tv saja.
"Makan di sini aja pak, kasian adik adik sudah pengen main di arena bermain, kasian kalau ngak di turuti, Dinda sudah janji sama mereka." sahut Adinda yang tidak mau membuat dua adik beradik itu kecewa.
"Kak Dinda yang terbaik." Rina memekik memeluk tangan Adinda, walau Roni tidak bicara apa apa, tapi di wajah anak itu juga tersirat kebahagian.
"Maaf ya nak, kami merepotkan kamu." ujar Pak Arman tidak enak hati.
"Tidak ada yang merepotkan untuk keluarga sendiri pak." sahut Adinda memegang tangan Pak Arman.
Pak Arman dan istri hanya tersenyum haru mendengar ucapan Adinda itu.
"Tunggu kakak berhasil ya pak, bu, kakak juga ingin membahagiakan kalian." isak Rini.
"Iya nak, kamu juga anak baik, yang selalu membantu ibu menjaga adik adik kamu, dan juga beres beres rumah, saat kami mencari rezeki." ujar sang ibu, dia tidak mau anaknya kecewa karena mereka memuji Adinda.
Lusi menatap iri pemandangan itu, orang tuanya tidak pernah melakukan seperti orang tua temannya lalukan, saling menyayangi dan mengasihi, walau hidup mereka penuh ke kurangan, sementara keluarganya lumayan berada, namun miskin kasih sayang.
Sita pun ikut terharu, dia juga terlahir dari keluarga sederhana, namun masih lebih baik ekonomi keluarganya dari Rini, dan juga mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, bahkan untuk kuliah sebenarnya tanpa ke jakarta, orang tuanya masih bisa membiayai, walau di kampus biasa, namun Adinda mengajak dia ke jakarta, beruntung orang tuanya memberi izin, apa lagi biaya kuliahnya juga ikut di bantu oleh Adinda, tentu dia ingin ikut bersama sahabatnya itu.
"Kalian boleh pilih makanan yang ingin kalian makan." ujar Adinda saat mereka sudah sampai di food court.
"Boleh belum es krim ngak kak?" tanya Rina malu malu.
"Boleh, tapi. makan nasi dulu, baru beli es krim." sahut Adinda, dan di anggukin oleh Rina dengan senang hati.
"Banyak minta kamu dek." cibir Roni.
"Bilang aja, abang juga mau." sewot Rina.
Roni hanya bisa tersenyum malu, dia kan juga ingin, tapi tidak enak untuk meminta, karena Adinda sudah banyak membelikan keperluan mereka.
"Kamu juga boleh kok, asal makan dulu." sahut Adinda.
"Makasih kak." ujar Roni malu malu.
"Tuh kan, abang juga mau." sinis Rina.
"Biarin, masa kamu doang abang juga mau lah, kamu mah adek ngak sayang abang." balas Roni.
"Kapan ya aku ngak sayang abang, semua yang aku punya juga di bagi sama abang, abang ini suka sekali ngilangin jasa orang." cibik Rina tidak terima.
Yang lain hanya terkekeh melihat adik beradik itu berantem.
"Sudah sudah, makan dulu, masa di depan makanan ribut mulu, malu tau di lihat orang orang, nanti kak Adinda ngak mau lagi ngajak kalian, gara bara malu dengan tingkah kalian." lerai Rini.
"Maaf kak!" kompak mereka dengan wajah bersalah.
Adinda terkekeh melihat tingakah menggemaskan dua saudara itu.
"Ya sudah, makan lah, abis itu kita mau ke arena bermain, apa mau pulang." goda Dinda.
"Arena bermain kak!" kompak dua orang itu, dan lansung menyantap makanan yang mereka pesan dengan penuh hikmat, baru kali ini mereka makan makan se enak ini.
"Nanti kalau punya uang kita makan di sini lagi ya kak, enak makanannya." ujar Rina.
Rina menganggukan kepalanya tanda setuju, dia bertekad untuk mencari kerja sambil kuliah, agar bisa membantu biaya ke dua adiknya, dia tidak ingin adiknya susah, dia ingin memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Nanti klau kakak pulang liburan, kakak ajak lagi makan di tempat lain, yang lebih enak lagi, sekang buruan di habiskan makanan kalian." ujar Adinda.
Selesai mereka makan, anak anak itu pun berlari ke arena bermain, dan Adinda memesan tiket permainan dengan saldo yang lumayan banyak, agar ke dua adik Rini itu puas bermain, tidak lupa juga mereka juga ikut bermain bersama di Arena bermain, hanya orang tua Rini saja yang duduk menunggu anak anak mereka di bangku penunggu, sambil memperhatikan anak anak yang sedang bahagia bermain di dalam sana.
Bersambung....