Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Pagi itu, Kinanti bangun dengan mata yang masih terasa berat, namun ia memaksa dirinya untuk bangkit dan menunaikan sholat subuh. Udara di kamar suite mereka terasa sejuk, dan suasana masih hening. Kinanti mengenakan mukena putih yang ia siapkan sebelum tidur dan mulai berdiri di atas sajadah.
Zayn masih terlelap di balik selimut tebal, namun suara lembut Kinanti membaca doa setelah sholat perlahan menyadarkannya. Matanya berat untuk dibuka, tetapi ia tak bisa mengabaikan siluet Kinanti yang bersujud khusyuk di bawah cahaya remang kamar.
“Dia selalu bangun lebih dulu untuk melakukan ini,” pikir Zayn sambil menatap samar ke arahnya. Dalam diam, Zayn merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Ada kekaguman yang tak bisa ia ungkapkan, meskipun hatinya masih mencoba memahami perasaan itu.
Setelah selesai berdoa, Kinanti melipat mukenanya dengan rapi dan kembali duduk di sisi ranjang. Ia terkejut saat melihat Zayn sudah membuka mata dan menatapnya.
“Maaf, aku nggak bermaksud mengganggu tidurmu,” ucap Kinanti dengan suara pelan.
Zayn menggeleng pelan. “Kamu nggak mengganggu, Kinan. Aku cuma... kagum aja. Kamu selalu disiplin seperti ini.”
Kinanti hanya tersenyum tipis, merasa sedikit canggung dengan perhatian Zayn. “Sudah kewajiban, Mas. Kalau nggak dikerjakan, rasanya ada yang kurang.”
Zayn mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi. Ia merasakan kekuatan yang berbeda dari Kinanti, sesuatu yang membuatnya semakin ingin mengenal wanita yang kini menjadi istrinya.
"Mas tidak sholat subuh?masih ada waktu kok."Kinan menautkan kedua alisnya.
"Ehmm aku... iya ini mau mandi dulu dingin sekali ya disini."Zayn memeluk tubuhnya.
"Ada pemanas airnya kok."Kinanti menunjuk ke arah kamar mandi. Dengan langkah gontai Zayn menuju. kamar mandi yang ada di kamarnya.
Pagi itu, setelah menyelesaikan sholat subuh, Kinanti dan Zayn bersiap untuk bergabung dengan keluarga di restoran hotel. Kinanti mengenakan dress sederhana dengan riasan tipis yang membuatnya terlihat segar meskipun kelelahan masih tampak di wajahnya. Zayn, dengan setelan kasual, terlihat lebih rileks namun tetap menawan.
Ketika mereka memasuki restoran, keluarga mereka sudah berkumpul di meja panjang yang dihiasi berbagai hidangan sarapan. Nenek Parwati langsung tersenyum lebar saat melihat pasangan pengantin baru itu mendekat.
“Wah, ini dia yang ditunggu-tunggu! Pengantin baru akhirnya muncul juga,” seru Nenek Parwati dengan nada menggoda.
Semua mata tertuju pada Kinanti dan Zayn, terutama pada wajah Kinanti yang masih terlihat sedikit lelah. Aryo, ayah Kinanti, hanya tersenyum kecil sementara ibu Kinanti berusaha menahan tawa.
“Kinanti, kamu kelihatan capek sekali, nak. Apa Zayn terlalu banyak meminta bantuan semalam?” ujar Nenek Parwati sambil tertawa kecil, membuat wajah Kinanti langsung memerah.
“Nenek!” protes Zayn, meskipun sudut bibirnya tersenyum geli.
Kinanti hanya menunduk malu, tak tahu harus menjawab apa. “Saya hanya... kurang tidur, Nek,” ucapnya lirih, mencoba meredakan suasana.
Namun, bukannya berhenti, Nenek Parwati justru melanjutkan, “Ah, itu wajar, pengantin baru memang begitu. Zayn, kamu harus tahu batas, ya. Jangan sampai Kinanti jadi terlalu lelah!”
Tawa kecil terdengar di antara keluarga, membuat Kinanti semakin salah tingkah. Zayn, meskipun malu, tetap menggenggam tangan Kinanti di bawah meja sebagai isyarat dukungan.
“Sudahlah, Nek. Kasihan Kinanti, biarkan dia sarapan dengan tenang,” ujar Zayn akhirnya, mencoba mengalihkan perhatian.
Acara sarapan itu berlangsung hangat dengan suasana kekeluargaan yang akrab. Meskipun sesekali godaan kembali terlontar, Kinanti dan Zayn akhirnya mulai merasa nyaman dengan perhatian keluarga mereka.
Kinanti hanya tertunduk, karena tak ada yang terjadi semalam, malam pengantinnya tidak berjalan sebagaimana pengantin pada umumnya.
"Makan yang Kinan, kamu harus kuat ya, karena pengantin baru itu akan sangat giat berolah raga malam, benar kan Zayn?"Nenek Parwati terkekeh.
"Nenek, sudahlah, lihat Kinanti jadi malu,"seru Zayn yang terlihat panik dan malu.
"Iya iya, silahkan semuanya kita sarapan."Nenek Parwati mengambil piringnya sebagai orang yang paling tua.
"Kami akan pulang ke rumah, kalian sebaiknya nikmati honeymoon kalian, Nenek sudah siapkan tiket ke bali."Nenek menunjukkan dua buah tiket pesawat. "Reservasi sudah nenek siapkan pokoknya jangan kecewakan nenek, kalian harus berhasil. bulan depan akan ada kabar baik. "Nenek Parwati mengangkat kedua alisnya.
"Uhug,"Zayn dan Kinanti tersedak.
"Iiiya nek."Kinan dan Zayn kompak menjawab.
Setelah sarapan selesai, suasana mulai lebih tenang, tetapi Nenek Parwati masih sempat menyinggung soal momongan.
“Zayn, Kinanti, kalau nenek boleh usul, cepat-cepat kasih nenek cicit, ya! Nenek sudah enggak sabar mau gendong bayi kalian,” ucapnya sambil tersenyum lebar.
Kinanti dan Zayn saling melirik canggung. Mereka hanya tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban. Bagi mereka, membicarakan hal itu masih terlalu dini, mengingat mereka baru saja menikah dan belum saling mengenal lebih dalam.
Zayn berdeham pelan, mencoba mengalihkan perhatian nenek, “Kita lihat nanti, Nek. Sekarang biar Kinanti istirahat dulu, dia masih kelihatan capek.”
Kinanti mengangguk sopan, lalu meminta izin untuk kembali ke kamar mereka. Setelah berpamitan dengan keluarga, ia segera naik ke kamar.
"Permisi semuanya, saya ke kamar dulu, merapikan pakaian pengantin. "
"Oh iya, silahkan, istirahatlah. Kinanti,"ucap Mila ibu mertuanya.
Sesampainya di kamar, Kinanti melepas kerudungnya dan mengganti pakaian dengan piyama yang nyaman. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah rangkaian acara pernikahan kemarin. Ia merebahkan diri di tempat tidur dan membiarkan dirinya tertidur lelap, berharap tubuhnya kembali segar saat bangun.
"Aaahhhh, tubuhku lelah sekali, rasanya kaya abis dipukulin."Kinanti memijit. bahunya sendiri.
"Kemarin tamunya banyak. banget,"gumam Kinanti.
Sementara itu, Zayn masih menemani keluarganya di restoran. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari Kinanti. Ia merasa bersalah karena tahu istrinya kelelahan, tapi ia juga tahu mereka butuh waktu untuk membangun hubungan mereka.
Di dalam hati, Zayn bertekad untuk lebih memperhatikan kebutuhan Kinanti dan memberikan ruang baginya untuk beradaptasi dalam pernikahan mereka.
Zayn akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar setelah menyelesaikan obrolan dengan keluarganya. Ia membuka pintu perlahan, khawatir suara pintu akan membangunkan Kinanti. Saat masuk, ia melihat istrinya terlelap di atas ranjang dengan wajah yang tampak damai.
Zayn menghela napas lega. Ia tahu betapa lelahnya Kinanti setelah rangkaian acara pernikahan mereka.
“Aku juga butuh istirahat,” gumamnya pelan sambil berjalan ke sofa di sudut kamar. Ia melepas jas dan sepatu, lalu merebahkan diri di sofa yang empuk.
Tanpa disadari, rasa kantuk menguasainya, dan Zayn ikut tertidur.
Tiga jam berlalu. Kinanti terbangun lebih dulu. Ia mengucek mata dan menoleh ke arah sofa, terkejut melihat Zayn masih tertidur di sana.
“Kenapa dia tidur di sofa? Kan kasurnya besar,” pikir Kinanti sambil tersenyum kecil.
Ia turun dari ranjang, berjalan mendekati sofa, dan menyentuh bahu Zayn lembut. “Pak Zayn, bangun… sudah sore,” bisiknya.
Zayn membuka mata perlahan, terlihat sedikit bingung sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Oh… aku ketiduran. Kamu sudah segar sekarang?” tanyanya.
Kinanti mengangguk. “Lumayan. Kamu juga terlihat lebih segar setelah tidur.”
Mereka berbagi senyuman canggung sebelum Zayn bangkit dan merapikan rambutnya. “Bagaimana kalau kita minum teh di balkon? Udara sore pasti segar,” usulnya.
Kinanti mengangguk setuju. “Ide yang bagus.”
Mereka pun menghabiskan waktu sore itu dengan menikmati teh hangat sambil berbincang ringan, perlahan mencoba membuka hati dan saling mengenal lebih dalam.
secara logika seharusnya ada kepastian masih atw putus.
tapi anehnya masih sama2 merindukan, tp gak ada komunikasi, padahal di hp ada no kontaknya.. 😆😆😆😇😇😇