Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 : CCTV
Richard yang bersantai menyesap secangkir kopi gelagapan mendengar teriakan Velyn. Untung saja, tidak menyembur dan mengenai laptopnya.
“Richard! Ayo pulang!” teriak Velyn lagi tak sabar.
Buru-buru Richard menutup laptopnya dan berlari masuk ke kamar. Khawatir terjadi sesuatu pada Velyn. Saat membuka pintu kamar, tubuh keduanya bertumbukan. Karena terkejut, Richard tidak menangkapnya, hingga tubuh Velyn terjengkang.
“Aduh! Richard!” teriak wanita itu mengusap pantatnya.
“Lagian, kamu ngapain teriak-teriak, lari-lari kayak gini?” ucapnya meraih tangan Velyn dan membangunkannya.
Velyn tak memperpanjang, karena ia tengah bahagia saat ini. Terlihat jelas dari sorot mata wanita itu. “Cad! Aku mau pulang. Sekarang. Kamu tahu? Ada perusahaan besar dari luar negeri yang memberi suntikan dana pada Perusahaan Narendra!” pekik Velyn tersenyum lebar, mengoyak kemeja Richard saking bahagianya. “Bukan hanya itu, Cad. Banyak perusahaan di sana yang juga menawarkan kerja sama atas rekomendasi Dirgantara Corp!” tambah Velyn melompat kegirangan. Ia lalu mengambur ke pelukan Richard.
Richard menghela napas lega, bisa kembali melihat senyum Velyn lagi. Dia adalah pria yang bertanggung jawab. “Syukurlah, aku juga ikut senang mendengarnya,” ucap Richard tanpa membalas pelukan istrinya, karena sadar itu hanya sekedar refleks.
Benar saja, saat Richard bersuara, Velyn dengan cepat melepasnya. Ia langsung berbalik menuju lemari, membereskan pakaian miliknya. “Kita bisa terbang pagi ini juga ‘kan?”
“Di sini tidak ada bandara. Satu-satunya jalan ya naik taksi online!” sahut Richard santai.
“What?! Tempat apa sih ini? Bandara aja enggak ada!” teriak Velyn mencebikkan bibir. Bibirnya terus menggerutu sambil merapikan barang-barangnya.
Richard hanya tersenyum menanggapi, “Tempat tinggalku dulu! Tapi kamu betah ‘kan tinggal di sini,” sindirnya segera memesan taksi online dari ponselnya.
Velyn tak menjawab, karena memang benar adanya. Dalam satu minggu, tempat tersebut mengubah hidupnya. Dari yang penuh beban pikiran dan kesedihan, berubah menjadi kebahagiaan dan kelegaan.
“Yaudah! Bisa berangkat sekarang, ‘kan? Aku udah lama ninggalin kantor. Pasti kerjaan numpuk banget,” tutur Velyn tidak berani menatap suaminya.
“Bisa! Mandi sana!” usir Richard sembari mengapit hidungnya sendiri, menyindir Velyn yang baru bangun tidur.
Velyn menatap tubuhnya yang berantakan. Rasa malunya bertambah berkali-kali lipat. Wanita itu segera berlari ke kamar mandi.
Richard menahan tawanya sembari membereskan barang-barang miliknya. Lalu menyiapkannya di depan.
Usai santap pagi, mereka berangkat saat itu juga. Taksi sudah menunggunya sedari tadi. Sepasang pengantin baru itu duduk di kursi belakang secara serentak. Mobil berjalan perlahan, Richard langsung menyerahkan beberapa kantong plastik kresek pada istrinya.
“Apa sih?” Velyn memicingkan mata sembari menarik tubuh mendekati pintu.
“Jaga-jaga kalau mau mabuk!” seloroh Richard meletakkan dengan paksa pada genggaman wanita itu.
Mulut Velyn menganga, dalam hati kesal sekali karena digoda suaminya. Namun, apa daya, kenyataannya seminggu lalu ia memang muntah sembarangan.
Velyn menerimanya dengan kasar, mengepalkan tangan dan memasukkan ke dalam tasnya. Lalu membelakangi Richard, pandangannya fokus pada jalanan.
Richard mengedikkan bahunya tak acuh, meraih ponsel miliknya untuk menghubungi sang sekretaris. Mengucapkan segenap terima kasih atas kerja kerasnya telah menuruti perintah Richard.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=...
Hampir tujuh jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman Narendra. Tak kenal lelah, Richard bergegas membawa dua kopernya masuk. Sedangkan Velyn sendiri sudah melenggang lebih dulu.
Saking semangatnya, Velyn langsung bersiap ke kantor. Walaupun saat ini jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sedangkan Richard memilih tidur di kamar, dari pada nanti bertemu para penghuni rumah, yang sangat tidak baik bagi kesehatan telinganya.
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=...
Matahari tenggelam di ufuk barat, langit berubah gelap dengan taburan bintang-bintang. Richard terbangun, perutnya keroncongan karena terakhir makan siang tadi.
Richard bangkit dari tidur, menggerakkan kepala dan lehernya hingga terdengar bergemeletuk. Sebuah ide terlintas di benaknya. Malas mandi, pria itu hanya mencuci muka saja. Masih tampan, rupawan dan wangi.
Malas bertemu keluarga toxic, Richard keluar dengan mengendap-endap. Bernapas lega saat berhasil keluar tanpa satu pun yang menyadari.
“Udah jam 8, Velyn belum pulang?” gumamnya menatap jam di pergelangan tangan.
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=...
Hanya beberapa menit mengemudi, ia telah sampai di kantor sang istri. Di parkiran masih melihat mobil istrinya. Sehingga ia bisa menebak, Velyn masih berada di kantor. Ia memesankan makanan melalui sebuah aplikasi dan dipesan atas nama Velyn. Lalu ia beralih ke bar tempat di mana Richard bekerja dulu.
Orang pertama yang ia tuju adalah manajer bar. Langkahnya tegas dengan mata elang yang tajam. “Di mana Ale?” tanya Richard pada salah satu karyawan.
“Siapa?” Seorang pria baru datang di belakangnya.
Richard berbalik, menatap mantan bosnya itu. “Bos! Tolong putarkan CCTV saat malam terakhir aku bekerja,” ucap Richard tenang namun penuh penekanan.
“Tidak bisa!” tolak pria bernama Ale itu.
“Ayolah, Bos. Aku sangat membutuhkannya. Ini antara hidup dan mati,” mohon Richard.
Ale menatap Richard dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tatapannya merendahkan. Tetapi Richard tak peduli. Ia harus mendapat bukti itu segera.
“Tidak bisa! Mati saja kau. Aku tidak peduli! Buang-buang waktu saja!” ketus Ale meninggalkannya seorang diri. Ale masih menatapnya remeh, apalagi dulunya Richard hanya pelayan.
“Ays, sial! Lihat saja kalau aku berniat membeli bar kecil ini! Aku suruh kau bersujud di kakiku! Untung saja nggak minat!” umpat Richard kesal menendang udara.
Kesal usai berdebat panjang tak berujung, Richard melempar tubuh di sofa yang ada di bar tersebut. Saat memejamkan mata sembari bersandar, samar-samar telinganya mendengar nama Velyn disebut.
Bersambung~
Marhaban ya Ramadhan. Mohon Maaf lahir dan batin 🙏😘 selamat menjalankan ibadah puasa bagi umat muslim 💋💋 semoga lancar puasanya ya, Best. Dan kita bisa berjumpa di Ramadhan tahun depan. aamiin
Thor jangan lama" up nya .. ini baca sambil ingat" sama alur ceritanya 😇