Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 03 - Sejak Awal Sudah Masalah
"Ke kenapa?"
"Punggungku perih, apa memang luka?" tanya Zean baru menyadari betapa perihnya, ulah istrinya memang sedikit gila hingga menciptakan luka yang cukup menyiksa.
"Hanya gores, mungkin kasur ini yang terlalu kasar ... maaf, sampai luka," ucap Nasyila mengada-ngada, sekalipun ranjang tua di rumahnya itu sudah lama rasanya tidak mungkin akan membuat punggung Zean seperti itu.
"Kasur? Kasurnya nyaman-nyaman saja, ini bekas kukumu gila."
Gila, baiklah satu kata di pagi hari dan memang sudah terbiasa Nasyila dengar. Telinganya sudah baik-baik saja, jadi tidak masalah sekalipun dianggap gila.
"Apa iya? Kuku saya pend_ Hehe panjang rupanya," ucap Nasyila semakin malu kala dia memperlihatkan kukunya pada Zean dan memang cukup panjang.
"Hehe .... Hehe." Dia mengejek tawa Nasyila dengan wajah luar biasa menyebalkan dan itu membuat Nasyila mengelus dada, entah kenapa pria bernama Zean ini menyebalkan sampai mata kaki jika sudah bicara.
"Tidak lucu sama sekali, cepat obati."
Wajahnya terlihat datar, tapi suaranya lembut. Itu adalah perintah, jelas saja Nasyila was-was bagaimana cara mengambil obat-obatan yang terletak di laci meja tepat di sudut kamar. Baju-bajunya bertebaran di lantai, sementara jika Nasyila menarik selimut ini maka dia akan melihat pemandangan toples Zean.
"Tidak ada obat di sini."
"Oh iya? Tidak ada atau kamu malas mencarinya?" tanya Zean mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak beberapa centi hingga napas hangat Zean menyapa pipinya.
"Aku bisa cari sendiri, katakan saja dimana tempatnya ... kamu malu karena masih telanjjang, 'kan?"
Gleg
Tebakan Zean memang tidak pernah meleset. Dada Nasyila berdegub tak karuan dan wajah itu kini bersemu merah akibat ucapan Zean.
"Di sana," tunjuk Syila kala dia merasa terancam dengan sorot tajam Zean.
Tanpa berlama-lama, Zean turun dari ranjang dengan keadaan polosnya. Nasyila sontak memalingkan wajah lantaran tidak ingin matanya kembali ternoda pagi-pagi begini.
Sementara Zean yang baru saja turun dari ranjang hanya menarik sudut bibir melihat reaksi istrinya. Padahal tadi malam keduanya sama-sama liar bahkan kehilangan diri. Nasyila tidak hanya melihatnya, tapi juga merasakan keperkasaannya. Lantas, kenapa masih malu hanya karena melihat, pikir Zean.
Dia ingin bermain, akan tetapi pagi ini terlalu lelah hingga dia mengalah dan tidak mau menyiksa. Zean meraih celana pendeknya sebagai pelindung, karena tidak mungkin dia akan bughil persis tuyul begitu saja.
Hati Zean tercubit dengan kesederhanaan di kamar istrinya. Jika Zean perhatikan, kamar Ini sudah berusia puluhan tahun dan masuk kategori tidak layak huni untuk seorang Zean. Sebenarnya bisa saja mereka bermalam di hotel atau yang lainnya, akan tetapi pesan ibunya jika bisa tetap di rumah saja.
Zean tidak protes, meski awalnya dia khawatir tubuhnya akan gatal dan ranjang Nasyila roboh di tengah ritual mereka. Namun, semua ketakutan itu hilang begitu saja. Dia tidur sangat nyenyak malam ini, tidak biasanya Zean terbangun ketika pagi. Biasanya, jam tiga pagi dia sudah uring-uringan dan mencari kesibukan.
Dia menghela napas pelan kala menarik laci yang Syila maksud, pandangan matanya sejenak terhenti kala melihat foto anak kecil berambut ikal di sana.
"Dari kecil memang sudah jelek ternyata," ucap Zean tersenyum tipis dan menandangi beberapa lama, hingga dia kembali pada tujuannya untuk mencari obat tersebut.
Ketika Zean menghampiri, cepat-cepat Nasyila menghindari tatapannya.Terlambat, sudah Zean ketahui dan kini wanita itu terbangun dan bersandar di kepala ranjangnya, sedikit heran kenapa Zean mau tidur di kamar ini.
Brugh
Dia kembali melompat seenaknya ke atas tempat tidur. Jelas saja hal itu membuat Nasyila terkejut. Namun, secepat mungkin dia mencoba biasa saja dan kini menerima obat yang harus dioleskan ke punggung putih itu.
"Sssshh Aah."
Dessahan itu karena perih, akan tetapi entah kenapa terdengar berbeda di telinga Nasyila. Apa mungkin karena semalam hanya itu yang dia dengar dari bibir Zean.
"Pelan-pelan, kulitku sensitif dan itu perih ... sepertinya aku harus ke dokter, siapa tahu kukumu itu banyak kumannya," ucap Zean dengan mata terpejam sembari menunggu sang istri fokus dengan semua lukanya.
"Sabarkan aku, Tuhan ... jika bukan karena Ibu, sekalipun di dunia ini hanya ada dia mungkin aku memilih tidak akan menikah seumur hidupku."
"Nasyila, ini hari apa?"
"Minggu," jawab Nasyila pelan, suaminya bertanya hari apa. Ini adalah kebiasaan Zean sebenarnya yang kerap bertanya hari pada Sekretarisnya.
"Syukurlah, aku ingin tidur ... tubuhku sakit semua, kamu benar-benar gila semalam."
"Kok saya? Bapaklah!!" sentak Nasyila tidak terima padahal yang liar bak hewan buas adalah Zean.
"Kamu juga, buktinya sampai lecet semua begini."
"Maaf, tidak sengaja," ucap Nasyila memilih mengalah karena memang Zean yang berkuasa di sini.
"Ehm, boleh saya tanya sesuatu," lanjut Nasyila kemudian lantaran Zean tidak menjawab permintaan maafnya.
"Tanya apa?" tanya Zean menoleh ke arah istrinya, sejak tadi mereka tidak bertatap-tatapan.
"Bekas lukanya banyak sekali, kalau nanti istri Anda melihatnya bagaimana?" tanya Nasyila dengan nada yang begitu pelan, dia berhati-hati dan takut sekali akan membuat suasana hati Zean rusak.
"Istri? Kan memang kamu sendiri yang melakukannya."
"Maksud saya Nona Nathalia, apa Anda tidak akan bertengkar? Pernikahan kalian bisa dalam masalah jika dia sampai tahu," ucap Nasyila takut sekali akan menjadi sebab utama rusaknya rumah tangga Zean.
"Sedari awal sudah bermasalah, biarkan saja. Dia tidak akan tahu, bahkan andai aku tertusuk belati juga dia tidak akan peduli ... sudah, jangan pikirkan masalah itu," ungkap Zean yang kemudian membuat mata Syila membola.
Dia tidak salah dengar? Pernikahan semanis itu Zean anggap bermasalah sedari awal. Bahkan tidak sedikit kaum hawa yang menginginkan berada di posisi Nathalia sebagai istri Zean, pasangan serasi dan semanis itu dan selalu menjadi kebanggaan dua perusahaan ternama di negeri ini.
.
.
- To Be Continue -