Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Serangga Berambut Panjang.
Sekujur tubuh Gista terasa remuk. Semalam Dirga menggempurnya dengan sangat menggebu, bahkan lebih bersemangat dari kemarin saat di kuasi oleh obat.
Dirga seperti kese-tanan. Entah apa yang merasuki pria itu. Gista tidak tau. Gadis itu bahkan sempat tak sadarkan diri.
Tangan Gista perlahan meraba nakas. Mencari ponsel untuk melihat waktu. Namun, ia merasa ada yang berbeda dengan meja di samping tempat tidur itu.
Dengan sangat malas, dan tubuh lemas. Gista mencoba bangkit. Seketika mata gadis itu membola saat tersadar dirinya berada di kamar Dirga.
“Bukannya semalam di kamar bawah?” Gumam Gista sembari mengedarkan pandangannya.
Ia berusaha mengingat, kapan mereka berpindah tempat? Namun Gista tidak ingat sama sekali. Apa mungkin Dirga membopong tubuhnya saat gadis itu tidak sadarkan diri?
Gadis itu meremat rambutnya kasar. “Sudah jam sembilan pagi.” Gumamnya saat tanpa sengaja ia melihat petunjuk waktu di atas televisi.
Gista menghela nafas kasar. Ia kembali bolos kuliah. Gadis itu pun beranjak dari tempat tidur. Namun tidak mendapati pakaiannya di kamar itu.
Kepala Gista menggeleng kencang ketika terlintas bayangan Dirga menggendongnya tanpa busana.
“Ternyata dia memiliki dua kepribadian.” Gumam Gista sembari membalut tubuhnya dengan sprei. Karena tidak mungkin menggunakan selimut yang sangat tebal itu.
Gadis itu hendak keluar, namun tanpa sengaja matanya melihat makanan yang tersaji di atas meja, di sudut kamar itu.
Ia pun melangkah mendekati meja itu. Tangannya terulur mengambil catatan kecil yang terselip di bawah gelas susu.
“Habiskan sarapan ini. Saya sudah susah payah membuatnya. Dan jangan lupa minum obat kamu.”
Gista tersenyum kecut setelah membaca catatan itu. Meski hanya tulisan, namun ia dapat melihat wajah ketus Dirga di sana.
“Kalau tidak iklhas, sebaiknya tidak usah membuatnya.” Ucap Gista sembari mendaratkan bokongnya di atas sofa, kemudian mencicip telur dadar yang terlihat biasa saja.
Mata Gista membulat sempurna ketika telur itu berada di dalam mulutnya. “Enak sekali.”
Tangan gadis itu dengan cepat memotong dan memasukkan kembali telur ke dalam mulutnya. Selain telur dadar, Dirga juga menyiapkan buah potong dan segelas susu.
“Dia sangat romantis. Kenapa bisa berpisah dengan mantannya ya?” Gumam Gista lagi.
Dirga tidak hanya baik hati, tetapi juga pintar memasak. Pekerja keras, tampan dan mapan. Satu lagi, pria itu sangat per-kasa di atas ranjang. Tidak ada cela sedikitpun.
Kenapa bisa pria sempurna seperti itu di tinggalkan oleh mantan istrinya?
Gista mengedikan bahu. Ia merasa tidak perlu tau urusan pribadi Dirga.
Setelah sarapannya habis, Gista beranjak keluar dari kamar itu. Tak lupa membawa piring kotor ke dapur.
Ia kemudian pergi ke kamarnya sendiri. Hal pertama yang gadis itu cari adalah obat pencegah kehamilan. Setelah itu bergegas ke kamar mandi.
“Pakaian pak Dirga?” Langkah kaki Gista terhenti ketika menginjak kemeja dan celana milik Dirga di dekat pintu kamar mandi.
Pandangan gadis itu mengedar. Ia juga mendapati underwear pria itu di dekat kursi meja belajarnya.
“Itu artinya—.” Gista menutup mulutnya. Tidak mampu melanjutkan kalimat. Setelah tersadar Dirga juga dalam keadaan polos saat menggendongnya naik ke kamar pria itu.
\~\~\~
Gista benar-benar kehabisan tenaga meski sudah sarapan dan makan siang. Ia hanya mampu membereskan kamar Dirga. Setelah itu merebahkan diri di atas sofa ruang tamu. Kedua kaki gadis itu masih terasa lemas dan bergetar.
Sang atasan benar-benar menguras energi dalam tubuh Gista.
Baru hendak merebahkan tubuhnya, pesawat telepon di dalam apartemen itu berdering kencang. Dengan terpaksa Gista beranjak untuk menjawab. Siapa tau ada panggilan penting.
“Selamat siang.” Ucap Gista dengan sopan.
“Apa yang sedang kamu lakukan, Anggista?” Tanya penelepon di seberang panggilan. Dan Gista pun tau siapa orang itu.
Siapa lagi yang memanggilnya dengan nama lengkap seperti itu, jika bukan Dirgantara Wijaya?
“Maaf, pak. Saya sedang beristirahat. Kaki saya masih terasa sangat lemas.” Jawab Gista dengan jujur. Ia merasa tidak perlu malu mengaku pada Dirga. Toh pria itu adalah pelaku utamanya.
“Hmm. Apa kamu tidak melihat ponselmu?” Tanya pria itu lagi.
Kepala Gista menggeleng pelan meski Dirga tidak melihatnya.
“Ponsel saya ada di kamar, pak.”
Terdengar helaan nafas kasar di seberang sana.
“Periksalah. Sepertinya, kakak ipar saya mengkhawatirkan keberadaan kamu.”
“Renatta sudah kembali, pak?” Tanya Gista penasaran sekaligus bahagia.
“Ya. Dia sekarang sedang bersama kakak saya. Sepertinya, meminta bantuan untuk mencari kamu. Karena tau kamu menghilang.”
“Saya akan menghubungi Renatta. Terima kasih, pak Dirga sudah memberitahu saya.” Ucap Gista dengan tulus.
“Hmm. Saya hanya tidak mau kakak ipar khawatir. Dia baru saja kembali.” Jelas Dirga.
“Iya, pak. Apapun itu, saya sangat berterimakasih pada pak Dirga.”
Tidak ada lagi jawaban, karena panggilan telah terputus. Gista pun bergegas pergi ke kamar untuk memeriksa ponselnya.
Ia mendapati banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari sang sahabat. Ternyata benar yang Dirga ucapan. Renatta sangat mengkhawatirkan dirinya.
Gista hendak menghubungi Renatta. Namun, gadis itu mengurungkan niatnya. Ia sang sahabat akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Maka, Gista memutuskan untuk mengirim pesan.
“Re, maaf baru sempat mengabarimu. Aku baik-baik saja. Untuk saat ini, aku hanya perlu menenangkan diri. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Sampai jumpa nanti.”
Setelah pesan terkirim, Gista kembali menyimpan ponselnya. Ia memutuskan untuk merebahkan diri di atas ranjang.
Sementara itu, di ruang meeting kantor Wijaya Group.
Richard memicingkan mata menatap sang adik sepupu yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya.
Tak biasanya Dirga seperti itu. Setidaknya setelah ia berpisah dengan mantan istrinya. Pria itu lebih banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan melalui laptop bukan ponselnya.
“Apa ada hal yang sangat penting?” Tanya Richard penasaran. Mereka berdua sedang menunggu kedatangan klien.
“Hmm.” Jawab Dirga singkat. Namun tak melihat ke arah sang kakak.
“Sudah punya kekasih baru?” Terka Richard.
“Tidak.” Jawab Dirga cepat kemudian menyimpan ponselnya.
Ia menjadi salah tingkah saat mendapati Richard menatapnya dengan penuh selidik.
“Kenapa menatapku seperti itu, kak? Aku tau, aku ini tampan. Lebih tepatnya, kita sama-sama tampan. Kakak tidak perlu mengagumiku seperti itu.” Ucap Dirga kemudian. Ia hanya berusaha mengalihkan perhatian sang kakak.
“Serangga jenis apa yang menggigit lehermu? Hingga bekasnya masih ada sampai sekarang?” Pandangan Richard terpaku pada leher sang adik sepupu.
Tangan Dirga seketika membenarkan kerah kemeja yang ia gunakan.
“Itu—
“Serangga berambut panjang.” Sela Richard dengan cepat.
“Mana ada serangga berambut panjang?” Tukas Dirga yang semakin salah tingkah.
Percintaan semalam sangat memabukkan. Sehingga membuat Dirga lupa diri.
“Ingat, jangan sampai serangganya hamil di luar nikah.” Imbuh Richard.
Dirga pun berdecak pelan. Sepertinya ia tidak bisa membohongi Richard. Pria itu sudah sangat matang, meski baru menikah di usia empat puluh tahun.
...****************...